Terkini Nasional
Feri Amsari Bahas UU Cipta Kerja di Mata Najwa, Aria Bima Langsung Debat: Itu Hoaks Kamu, Mana Buka
nggota DPR Fraksi PDIP Aria Bima menyoroti pernyataan Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari terkait omnibus law UU Cipta Kerja.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR Fraksi PDIP Aria Bima menyoroti pernyataan Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari terkait omnibus law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (21/10/2020).
Diketahui terdapat berbagai versi draf UU Cipta Kerja di masyarakat, padahal sudah disahkan oleh DPR.

Baca juga: Ngaku Terbahak saat Baca Draf UU Cipta Kerja, Zainal Arifin: Pantesan Dibuatnya Terburu-buru
Selain itu, UU Cipta Kerja menuai penolakan dari berbagai elemen masyarakat, terutama buruh dan mahasiswa.
Presenter Najwa Shihab awalnya meminta tanggapan Feri Amsari terkait undang-undang yang menuai polemik tersebut.
"Bagaimana mengartikan penolakan dan demonstrasi itu? Apakah memang sesederhana legislasinya minim partisipasi publik, karenanya orang protes? Atau ada yang lebih dari itu?" tanya Najwa Shihab.
Feri membenarkan minimnya konsultasi publik membuat undang-undang ini dipermasalahkan masyarakat.
Ia menilai pembentukan UU Cipta Kerja secara formal memang harus dibenahi.
"Saya pikir karena memang terlihat di depan mata proses legislasi itu bermasalah," papar Feri Amsari.
Ia mengingatkan Undang-undang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan pasal 5 huruf (g) tentang asas keterbukaan.
Menurut Feri, dengan tidak adanya draf resmi yang dipublikasikan sudah melanggar ketentuan keterbukaan tersebut.
Ia menilai berbagai versi yang beredar di masyarakat menimbulkan kebingungan.
Baca juga: Di ILC, YLBHI Ungkap Pihak-pihak Diduga Terlibat di Balik UU Cipta Kerja, Termasuk Nama Satu Menteri
Diketahui sejumlah versi yang beredar tersebut memiliki jumlah halaman dan jumlah pasal yang berbeda-beda.
"Sampai hari ini kita itu bingung karena draf itu tidak dibuka mana yang benar," ungkit pengamat politik dan hukum tersebut.
"Ada tujuh versi, bukan lima tapi tujuh. Bayangkan kebingungan itu," ungkap Feri.