Breaking News:

Terkini Nasional

Merdeka Listrik di Timur Indonesia: Kades Mattiro Ujung & Bidan Perbatasan Papua Nugini Jadi Saksi

Kisah perjuangan tanpa dan terbatas listrik yang kini sudah merdeka setelah mendapatkan bantuan dari Kementerian ESDM dan PLN.

|
Penulis: Adi Manggala Saputro
Editor: adisaputro
PLN.com dan HO TribunWow.com
Potret ilustrasi PLTS di Desa Mattiro Ujung (kiri) dan bidan di distrik Mindiptana (kanan). 

Di sektor pendidikan, dulunya, anak-anak Desa Mattiro Ujung setelah isya memilih untuk tidur.

Gelapnya malam tanpa adanya penerangan jadi sebabnya.

Kini, gelapnya malam yang sudah diterangi berkat adanya PLTS dari Kementerian ESDM buat mereka bisa belajar untuk mempersiapkan materi sekolah di keesokan harinya.

“Paling mendasar salah satunya anak-anak di malam hari masih bisa aktif belajar anak-anak. Proses belajar kan di malam hari, sebelum ada listrik, mereka setelah shalat isya sudah pada tidur, sekarang malam hari mereka masih bisa aktivitas belajar di rumah,” bebernya dengan nada penuh semangat.

Nelayan Kuat, Roda Ekonomi Pesat &Teknologi Mulai Padat

Mayoritas masyarakat di Desa Mattiro Ujung yang berprofesi sebagai nelayan mengaku sangat merasakan dampak adanya PLTS.

Jika dulu nelayan harus mempersiapkan perlengkapannya di waktu subuh, kini, mereka bisa menyiapkan semuanya di malam hari.

“Masyarakat di sini kan mayoritas nelayan, jadi warga di sini bisa mempersiapkan perlengkapan tangkapnya pada malam hari, jadi subuh tinggal berangkat ke laut. Untuk kebutuhan nelayan, sekarang marak lampu-lampu untuk di cas, mereka semua memanfaatkan itu, jadi misalnya lampu yang portabel itu kan di cas dirumah terus dibawa ketika melaut. Dulu misalnya orang di laut, paling pake senter batrei itu, tapi itu kan sangat terbatas, misal per 5 hari atau 1 minggu harus ganti, sekarang kan enak, lebih efisien,” tulis jelas Hasanuddin.

Selain nelayan, roda ekonomi masyarakat juga turut berputar berkat adanya PLTS.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Pulau Kapoposang pun turut merasakan dampak besar adanya PLTS.

Begitu juga dengan para tukang bangunan yang membutuhkan listrik untuk mengisi batrei perlengkapnnya sebelum digunakan pada malam hari.

“Efek daripada listrik dari PLTS juga sangat terasa dalam roda ekonomi masyarakat, persiapan untuk jualan yang dilakukan pada malam hari dan dijual siang harinya, contoh para penjual nasi kuning dan gorengan, dulu orang baru mempersiapkan segala macamnya subuh hari karena belum ada listrik.”

“Jadi semua misalnya kayak misalnya pertukangan kan yang membutuhkan listrik itu banyak yang membutuhkan listrik akhirnya orang beralih kepada semua sistem charger yang dicharge di malam hari untuk pemanfaatan di siang hari,” ungkapnya.

Di sisi lain, adanya PLTS juga berhasil menumbuhkan interaksi sosial antar warga terutama saat malam hari tiba.

Tak cuma itu, adanya PLTS juga membuat UMKM yang semula hanya sampai sore kini buka sampai tengah malam.

Sehingga memudahkan masyarakat untuk cari makan jika tengah malam merasakan lapar.

“Masyarakat yang jalan di malam hari sangat terbatas dulu, boleh di kata cuma 1 sampai 2 orang saja. Kalau sekarang meningkat betul, kumpul di pos ronda, dermaga cerita-cerita gitu.”

“Sekarang ini untuk pelaku usaha-usaha misalnya makanan sudah marak di sana, makan bakso, mie sudah banyak, pokoknya 180 derajat berbeda. Laper sedikit sekarang tinggal keluar ke warung, karena kan suasananya sudah terang Misalnya jualan-jualan di pulau ini ada juga penjual bakso, mie ayam, ada juga penjual ubi goreng sudah banyak makanan-makanan itu. Sekarang sampai malam hari berani,” ujar Hasanuddin.

Selain itu, adanya PLTS juga mampu menarik masuknya teknologi baru yang sebelumnya tak pernah dirasakan oleh masyarkat.

Satu di antaranya yakni penggunaan motor listrik yang sebelumnya tak masif di Pulau Kepoposang.

“Dengan Kondisi sekarang yang sudah berubah, ekonomi di kampung juga berubah lebih baik, sehingga kemampuan masyarakat untuk daya belinya kan semua sudah bisa dibeli. Dulu jarang kita melihat motor-motor listrik, sekarang marak di sana, sekarang sudah banyak, karena ketersediaan listrik kita sudah aman walaupun terbatas,” pungkasnya.

 Perjuangan Bidan di Perbatasan Papua Nugini sebelum Adanya Listrik

Di perbatasan Indonesia dan Papua Nugini, tepatnya di Kabupaten Boven Digoel, Distrik Mindiptana, juga belum lama merasakan merdeka listrik.

Di mana, masyarakat di Distrik Mindiptana baru merasakan adanya listrik pada tahun 2021 lalu.

Satu di antara penerima manfaat adanya listrik di Distrik Mindiptana yakni Dwi Puji Rahayu.

Bidan yang kini tengah bekerja di satu di antara rumah sakit di Distrik Mindiptana.

Puji membeberkan, ia mulai bertugas sebagai bidan di Distrik Mindiptana pada 15 Januari 2021.

“Saya pertama bertugas itu tahun 2021, tepatnya tanggal 15 Januari 2021. Saya pertama kali datang di tempat tugas saya yang saat ini. Saat itu jaringan sama sekali tidak ada,” ujar Puji ketika dihubungi TribunWow.com.

Menurut Puji, di tahun 2021, keterbatasan listrik di Distrik Mindiptana sangat dirasakan.

Keterbatasan itu sampai membuat dirinya kesulitan untuk akses jaringan komunikasi.

Padahal saat itu sudaha da bantuan jaringan dari Bakti Aksi.

Namun, ketika banyak yang pakai, jaringan sulit di akses.

Saking sulitnya, Puji sampai masih gunakan hp jadul karena android yang tak bisa akses jaringan sama sekali.

“Padahal jaringan itu dibantu oleh bakti aksi. Tapi ketika bakti aksi ini dia terlalu banyak yang pakai. Dia juga kayak drop begitu jadi nggak bisa semua orang pakai. Jadi jaringan tidak ada. Kami hanya menggunakan kalau di saat ini mungkin di daerah keluaran Papua sana. 2021 itu semua mungkin sudah pakai HP Android dan segala macam. Tapi kami dulu 2021 itu kami di sini masih pakai HP yang gambarnya kuning. Kuning yang kecil itu,” jelas Puji dengan kerpihatinan.

Selain itu, Puji gunakan hp jadul karena dapat akses jaringan lebih baik ketimbang android.

“Masih sudah menggunakan hp android tapi kami lebih suka memakai hp jadul itu. Karena tangkapan jaringan telepon misalnya untuk telepon biasa itu lebih kuat. Tapi jadi HP jadul itu belum terpakai di saat itu ya. Kalau kami harus cari jaringan itu kami tidak bisa menelpon dalam rumah. Kami harus keluar mungkin di jalan raya atau di mana. Pokoknya jaringan itu kayak di titik-titik saja ada titik-titik tertentu,” ungkapnya.

Selain itu, Puji juga turut bercerita tentang pengalaman tak terlupakannya ketika turut membantu ibu melahirkan tanpa adanya listrik.

Bahkan saat itu, penerangan yang digunakannya hanya menggunakan lilin dan senter handphone jadul.

Saat itu, ibu yang hendak melahirkan itu tiba di rumah sakit di saat listrik sudah pada jam 12 malam.

“Pengalaman yang tidak bisa saya lupakan itu membantu ibu melahirkan menggunakan lilin atau pun senter handphone, handphone jadul itu. Karena ketika tidak ada listrik itu kami mau apa? Dulu memang kami mempunyai genset. Cuma genset itu tidak bisa terlalu pakai lama. Kalau pakai lama dia langsung mati. Saat itu, selesai jam 12, kan orang melahirkan itu tidak terpancang waktu, nah kebanyakan pasien kami itu juga itu melahirkan jam 1 malam, jam 2 malam, jam 3 malam. Mau tidak mau penerangan yang HP punya ya itu,” ungkap Puji dengan suara bergetar mengingat cerita tersebut.

Pernah juga Puji memiliki pengalaman membantu proses persalinan ibu berusia 40 tahun dengan riwayat hipertensi.

Di tengah situasi genting itu, Puji menangani seorang ibu tersebut dengan hanya menggunakan senter handphone yang turut dibantu oleh beberapa timnya.

Ibu tersebut berhasil melahirkan anaknya dengan selamat.

Namun, kondisinya sempat mengalami kejang dan juga pendarahan setelah melahirkan.

“Pernah membantu pasien ibu-ibu berusia 40 tahun yang saat itu sangat membutuhkan bantuan kami karena hendak melahirkan namun memiliki riwayat hipertensi. Bayinya sudah lahir namun ibu itu tiba-tiba mengalami pendarahan hingga kejang. Nah, di saat itu, lampu mati, jadi saat itu cuma menggunakan senter hp saat melakukan tindakan,” bebernya.

Lebih lanjut, pada saat itu, di tengah kondisi listrik yang terbatas, Puji dan rekan-rekan tenaga medisnya menyiapkan peralatan sederhana untuk digunakan jika ada tindakan medis proses persalinan di atas jam 12 malam.

“Iya, pasti mati, enggak apa-apa. Jadi alat kami yang kami gunakan itu ya sederhana contoh kalau bayi itu alat suction, biasanya kalau bayi lahir itu kan di suction itu yang disedot lendirnya yang pakai listrik itu, pakai selang kecil itu, disedot. Nah kalau kami enggak bisa gunakan itu, nah alternatifnya apa? Alternatifnya berarti kami menggunakan ada namanya dili tapi dili manual. Makanya kami selalu menyediakan alat-alat manual.”

“Selama 24 jam rutinitas kami ya setiap hari seperti ini. Mau lampu mati menyala, contoh jam 6 sudah menyala berarti kami harus charge handphone kami atau pusat-pusat yang bisa kami charge, itu kami charge supaya ya sudah itu persiapannya memang untuk jam 12 ke bawah itu ketika ada pasien melahirkan ya itu yang kami pakai. Tidak ada alat bantuan lain kecuali itu,” lanjut wanita asli kelahiran Merauke tersebut.

Merdeka Listrik di Perbatasan Papua Selatan dengan Papua Nugini

Di tahun 2023, setelah listrik mengalir, Puji mengaku sangat merasakan perbedaannya.

Selain penerangan saat ini berjalan baik, beberapa pelayanan kesehatan sekarang lebih melek teknologi.

Contohnya yakni pendaftaran BPJS yang bisa dilakukan masyarakat setelah adanya listrik.

“Tahun 2021 sampai 2022 Oktober itu kami masih pelayanan seperti itu sulit listrik. Tapi ketika listrik sudah masuk, ya syukur, semua boleh berjalan, semuanya lancar, listrik ada, penerangan bagus. Iya, sekarang itu dengan pertambahannya perkembangan listrik kan bisa, ini nih, pasien bisa mendaftar BPJS. Dulu kan pasien-pasien rata-rata tidak punya. Nah sekarang bisa dibantu dengan adanya perkembangan listrik, dengan adanya jaringan starling masuk itu bisa membantu kan kayak pasien yang tidak mempunyai BPJS atau faskesnya sudah mati, bisa di cek,” ungkap bidan berusia 26 tahun tersebut.

Tak cuma pelayanan pasien, adanya listrik yang bisa digunakan 24 jam juga turut membantu proses administrasi kesehatan, terutama dalam pendistribusian obat.

“Iya sangat-sangat terbantu dengan masuknya listrik dengan ketersediaan kalau dengan adanya listrik bisa membuat laporan kirim ke kabupaten ketersediaan obat kami juga kan dari kabupaten jadi dengan adanya ini kita harus turun ke kabupaten dulu baru mengambil obat, tapi kami sudah bisa sekarang melalui aplikasi untuk mengirimkan obat ke kami, komunikasi jadi lebih baik dengan adanya jaringan listrik,” lanjutnya.

Sebelum bisa menikmati listrik selama 24 jam, Puji mengaku hanya bisa menggunakan listrik di jam 6 sore sampai 12 malam.

“Dulu dari jam 6 sore sampai jam 12 malam jam 6 sore sampai jam 12 malam baru ada listrik baru ada listrik cuman baru dinyalakan di jam segitu. Setelah itu mati total semua karena kami tidak ada tambahan kayak tenaga surya, sekarang sudah bisa 24 jam,” ucap Puji.

Selain di bidang kesehatan, adanya listrik juga turut dirasakan di dunia pendidikan.

“Dunia pendidikan itu mereka sudah ujian bukan pakai kertas lagi, mereka sudah pakai computer,” lanjutnya.

Puji juga menceritakan mirisnya anak-anak sekolah sebelum ada listrik penuh di Distrik Mindiptana.

“Anak-anak yang saat itu sekolah di tahun itu ya mereka kesulitan gitu. Bahkan mereka mencari internet aja itu susah dan contoh gurunya kasih PR, mungkin mereka mencari informasi, karena disini kan gak ada toko buku kayak di Jawa kan ada toko buku ya, disitu kan mereka mencari informasi, kalau di Jawa gak ada informasi, mereka bisa cari bukulah, disitu kan tidak ada. Bahkan saat itu masih belum banyak yang memiliki hp android karena listrik yang terbatas.”

“Dengan perjalannya waktu, perjalannya tahun, itu pasti ada sudah ada perubahan sedikit-sedikit, walaupun kami tidak mempunyai toko buku ataupun apa, jadi anak-anak semakin pintar untuk mencari di internet dan segala macamnya,” imbuhnya.

Setelah kini listrik bisa diakses 24 jam, Puji mengaku jika banyak informasi yang dulu sulit didapatkan kini semakin mudah diakses.

“Iya sangat pesat, sangat pesat semua informasi yang tidak diketahui kini bisa dengan mudah diketahui karena adanya listrik, adanya jaringan, contoh kami dengan orang tua saja komunikasinya ya mungkin dulu jaringan susah itu komunikasinya sangat sulit, menanyakan kabar itu juga sangat sulit, nah tapi dengan adanya jaringan, adanya listrik, adanya semua-semua ini, langsung mau jadi mudah biarpun komunikasi setiap hari dengan orang yang jauh itu ada gitu, jadi apapun informasi yang terjadi di luar sana kami, walaupun kami terpencil di sini, di tempat ini kami sudah tahu, sudah tahu informasinya bahwa, oh iya ternyata ada kejadian ini di Jakarta, ada kejadian itu di Jawa, kejadian ini di mana, jadi kami jadi tahu, kalau dulu kami tidak tahu kan, belum ada jaringan, belum ada listrik, dengan berkembangnya ini kami jadi tahu informasi itu semua gitu,” pungkasnya.

(TribunWow.com/Adi Manggala S)

 

Halaman 4/4
Tags:
Terkini NasionalKementerian ESDMPapuaListrik
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved