Sawah dan Ternak Ayam Merekah berkat Electrifying Agriculture, Ekonomi Petani & Peternak Melonjak
Peran Electrifying Agriculture PLN buat ekonomi petani dan peternak ayam broiler melonjak.
Penulis: Adi Manggala Saputro
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Pendapatan para penggarap sawah per jam rata-rata sebesar Rp 5 ribu.
Itu pun, dalam proses pengerjaannya, para penggarap sawah bisa melakukan aktifitas lain seraya menunggu proses pengairan sawah selama tiga jam.
"Dia jalankan berapa jam, kalau satu jam dia dapatnya Rp 5 ribu, kalau setiap hari 15 jam dikalikan saja per hari Rp 75 ribu, itu nanti bisa ditinggal per jam bisa dilihat lagi, nanti kan sudah ada hitungannya, itu standarnya misal Rp 15 ibu kan per 3 jam, kalau sudah 3 jam itu nanti pindah lagi," ujarnya.
Di sisi lain, hadirnya listrik di area pertanian untuk menghidupkan sumur sibel juga berdampak pada para pekerja pembuat sumur.
Permintaan meningkat dari para petani untuk membuat sumur sibel menjadi ladang pendapatan bagi para pembuat sumur, terlebih menjelang musim tandur.
"Para pekerja pembuat sumur antre saat ini dengan adanya sibel yang dialiri listrik PLN. Terutama petani-petani yang dekat sibel itu sekarang petani mau nandur mantep, kalau petani sudah dialiri air tanah jadi bagus. Jadi sangat membantu karena lebih murah penggunaan sibel dialiri listrik," jelasnya.

Munculkan Sumber Air di Dukuh Baratan
Selain mampu mengangkat ekonomi para petani dan ciptakan lapangan pekerjaan baru, adanya aliran listrik dalam penggunaan sumur sibel juga memunculkan sumber air baru yang dapat dikelola oleh masyarakat di Dukuh Baratan.
Sudalno mengungkapkan, munculnya sumber air tersebut membuat masyarakat di Dukuh Baratan saat ini tidak risau lagi ketika kemarau panjang melanda.
"Hampir semua rt punya sumber-sumber air yang dikelola masyarakat, itu di sini sudah ada satu titik untuk kebutuhan mendesak, disiapkan genset," jelas Sudalno.
Dalam satu sumber air, masyarakat Dukuh Baratan biasanya memasang sumur sibel pada kedalaman 80 meter dengan besaran pralon 4 dim.
Sumur sibel tersebut bisa mengaliri perumahan sebanyak 180 kk.
Bukan hanya itu, pada musim kemarau, aliran air tersebut juga mampu menyuplai area perumahan lain di sekitar Dukuh Baratan.
"Jadi, kalau yang familiar itu Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (pamsimas), itu program kabupaten, cuman kan energinya juga listrik, tiap kampung ada sumber arus listrik."
"Itu satu sibel hanya kedalaman 80, 4 dim itu sudah lebih keluarnya 2 dim, itu untuk mengaliri perumahan 180 kk itu turah (lebih-red) justru kalau musim kemarau airnya bisa disuplai ke perumahan lain," ungkapnya.
Untuk biaya perawatan sumur sibel di sumber air tersebut biasanya diambilkan dari swadaya masyarakat di setiap bulannya.
Hasil swadaya itu, nantinya juga kembali ke masyarakat karena kas yang didapatkan secara bersih bisa menghasilkan minimal Rp 2 juta yang biasanya diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur jalan.
"Kalau di sini satu rumah tangga minimal 20 kibik, sini setiap bulan kalau dihitung masuk kas minimal 2 juta bisa bangun jalan itu sudah dikurangi beli pulsa, tenaga yang narik."
"Kita bandingkan 10 tahun lalu kita pakai sumur kantong 1-2 juta, sekarang dengan keadaan ini malah menyebar ke mana-mana," ujarnya.
Peran Electrifying Agriculture PLN untuk Peternak Ayam Broiler
Peternak daging ayam broiler asal Dukuh Mesen, Desa Rejosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Sartono, ungkap pendapatan melonjaknya setelah berkolaborasi dengan PLN.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dukuh Mesen itu sudah merintis usaha peternakan daging ayam broilernya sejak tahun 2010.
Kala itu, sebelum adanya kontribusi listrik dari PLN, Sartono memulai bisnis peternakan daging ayam broilernya secara manual.
"Saya sebagai perangkat desa sejak tahun 2001, dulu gajinya cuma bengkok saja. Di tahun 2010, akhirnya, saya memutuskan untuk merintis usaha sebagai peternak ayam, dulunya peternakan biasa atau manual," ujar Sartono.
Tentu, proses manual yang dilakukan Sartono dalam menjalankan peternakan daging ayam broilernya memiliki risiko besar.
Terlebih jika musim pancaroba datang, tak jarang Sartono mengalami kerugian akibat banyaknya ayam yang mati terkena penyakit akibat perubahan cuaca.
"Pahitnya kalau di pergantian musim, karena kan waktu pergantian adem ke panas, panas ke adem itu menyusahkan para peternak. Kalau musim pancaroba itu sering sekali alami hal kurang mengenakan," jelasnya.

Untuk menanggulangi hal itu, Sartono selalu rutin siapkan rempah-rempah untuk dibuat jamu baik menggunakan bahan dasar kunyit, sambiroto dengan ditambahkan antibiotik.
Hal itu terus rutin dilakukan hinga saat ini sebagai bentuk dari langkah antisipasi.
"Penangggulangannya pakai jamu rempah-rempah, kunyit, sambiroto, dan antibiotik untuk kesehatan ayam, itu juga belum bisa jadi jaminan, tapi itu hanya sebagai langkah antisipasi saja, kalau udah ada itu tidak separah jika tidak menggunakan," terang Sartono.
Riskannya proses manual dalam beternak, membuat Sartono memutuskan untuk menambah peralatan serba listrik di kandang ayamnya pada tahun 2020.
Dulu, peternakan milik Sartono mengandalkan listrik hanya sebagai fasilitas penerangan saja.
Akan tetapi, sejak saat itu, Sartono memutuskan untuk memasang serta membeli perlengkapan serba listrik untuk menunjang pendapatannya dalam berternak ayam daging.
Peralatan yang turut dilengkapi oleh Sartono sebagai penunjang peternakannya seperti blower, heater, dan juga sumur sibel.
"Peran listrik untuk peternakan saya ada blower, penerangan, heater dan sumur.Untuk blower ada 8, heater dua, air ada di atas dan bawah juga," ungkapnya.
Terkhusus untuk blower, perannya sangat vital bagi keberlangsungan usaha Sartono yang menerapkan proses kandang secara tertutup.
Ia mengkolaborasikan penggunaan blower dengan saldek yang berfungsi sebagai pengatur suhu udara di kandang.

Sebagai informasi, saldek merupakan alat yang dipasang di salah satu sudut kandang dengan memiliki fungsi sebagai penyaring serta penyejuk kandang dengan dilengkapi oleh tetesan air di atasnya.
Sementara blower bertugas menangkap udara yang masuk melalui saldek lalu kembali dikeluarkan ke luar untuk menjaga sirkulasi udara di dalam kandang.
Tinggal di setting sesuai dengan kebutuhan besar kecilnya kecepatan blower yang disesuaikan dengan usia ayam.
Proses ini terus dilakukan sejak usia 0 sampai dengan proses panen.
"Blower kan otomatis segi panasnya hilang, itu saldek yang item-item untuk menyaring udara ada tetesan air untuk mendinginkan, kemudian ditarik blower ke luar, udaranya dari udara alami."
"Ini kan ada talangnya, masuk sini, tarik lagi, ini diputarkan terus kalau hilang nanti airnya boros, ini airnya di sumur harus dikasih antibiotik, kalau udah robek diganti, ini udah tiga tahun," beber Sartono.
Penggunaan blower juga dapat mempengaruhi proses panen Sartono yang biasa kalau dengan sistem terbuka atau open.
"Pertumbuhan ayamnya agak maju, tidak seperti di open, kalau disini kan misalkan umur 18 hari kalau di open umur 20, 22 baru panen selisih dua sampai tiga hari," lanjutnya.
Selain blower, Sartono juga membeberkan peran heater yang juga menggunakan listrik dalam pengoperasiannya.
"Selain blower juga penerangan, ada heater juga sebagai pemanas suhu, satu kandang pakai satu heater sudah panas, dipakai waktu ayam kecil saja dari usia 0 sampai 12 hari, sesudah itu tidak pakai," ujar pria berusia 53 tahun itu.
Sedangkan untuk sumur sibel, digunakan Sartono untuk menjadi pengalir air dari bawah atau dasar sumur ke atas.
Air itu kemudian dialirkan ke pralon yang terpasang di dalam kandang untuk mengisi wadah-wadah talang minum ayam broiler.
"Kalau dari sumur saya pakai sibel ditarik ke atas, ada tandon airnya lalu disalurkan kesini, saya kembangkan lagi ke kandang jadi secara otomatis akan terisi sendiri," jelas Sartono.

Awal Mula Sartono Buat Kandang Ayam Broiler Serba Listrik
Sartono menceritakan peternakan serba listrik miliknya sudah berlangsung selama tiga tahun atau dimulai pada 2020 lalu.
Pria yang juga bekerja sampingan sebagai sopir tersebut mulanya mengetahui proses pengajuan listrik ke PLN untuk peternakan dari seorang temannya.
Tak perlu waktu lama, proses pengajuan itu pun langsung dipenuhi secara cepat oleh PLN.
"Saya mendapatkan informasi pengajuan itu dari teman, alhamdiulilah tidak begitu lama langsung semuanya terpenuhi cepat. Proses pengajuannya pada Juni 2020 pas Covid-19 tinggi-tingginya, saya jalan buat pasang listrik dan dilayani cepat," ujar Sartono.
Awalnya, untuk aliran listrik di peternakannya, Sartono masih ikut dengan sumber listrik milik kampung.
Namun, PLN menyarankan kepada Sartono untuk memasang trafo sendiri agar menghindarkan peralatannya dari kerusakan.
Hingga akhirnya, Sartono mengajukan pemasangan trafo sendiri yang langsung ditindaklanjuti oleh pihak PLN.
"Dulunya gak ada trafo, saya minta trafo dikasih, dulunya kan ikut kampung, kalau gak pake trafo gak kuat mas, kalau lewat sana kan risiko, mesin-mesinnya kalau ngedrop gampang rusak, maka, PLN menganjurkan untuk pakai trafo sendiri biar alatnya gak cepat rusak, alhamdulilah dipermudah semua " bebernya.
Bukan hanya sekadar pemasangan trafo, Sartono juga turut mendapatkan subsidi pajak dari PLN.
"Ada subsidi dari izin usaha untuk pajaknya," ungkap Sartono.
Dampak Berjalannya Peternakan Ayam Serba Listrik Milik Sartono
Berjalannya peternakan daging ayam broiler milik Sartono berdampak besar pada pendapatannya selain bekerja sebagai pengabdi masyarakat.
Sartono yang semula hanya mampu membesarkan ayam broiler sebanyak 5 ribu ekor di kandang, dengan adanya listrik, kandangnya kini berani menampung 8 ribu ekor sekaligus di setiap angkatannya.
Dari dua kandang yang dimiliki, maka ada total 16 ribu ekor ayam broiler di setiap angkatan yang dibesarkan di peternakan milik Sartono.
Sehingga, secara pendapatan Sartono mengaku mengalami perkembangan pesat dibandingkan ketika masih proses manual dulu,
"Alhamdulilah, kalau serba listrik bisa menambah kapasitas, kalau manual kan bisanya kandang cuman 5 ribu, kalau pakai blower kan bisa 8 ribuan di kandang, jadi pendapatannya juga lebih," ungkap Sartono.

Untuk kendala, dengan penggunaan listrik skala besar, pajak yang dikeluarkan juga lebih banyak ketimbang saat dikelola secara manual.
"Perkembangannya tinggi, terkendalanya di pajak listrik besar, kalau pakai manual pajak saya Rp 500 ribu cukup, ini Rp 8 juta sampai Rp 9 juta hitungannya per panen, kalau masih kecil Rp 3 juta, kalau besar bisa Rp 6 juta," ujarnya.
Selain berdampak signifikan secara pendapatan, peternakan milik Sartono juga mampu membuka lapangan pekerjaan untuk dua orang karyawannnya.
Dua karyawan Sartono dalam kesehariannya tinggal di peternakan dengan dilengkapi fasilitas penunjang berupa Wifi.
"Ini karyawannya perantauan semua dari Kedungombo dan Sumberlawang, pekerja harus tidur di sini, kita lengkapi dengan Wifi. Takutnya, kalau tidak tidur di peternakan, mati lampu tidak ada yang cepat untuk menghidupkan genset, setengah jam saja listrik mati, dampaknya ayam bisa mati semua, risikonya disitu," ungkapnya.
Untuk tugas rutin keseharian, para karyawan Sartono memantau kandang baik secara kebersihan maupun fasilitas penunjang lainnya.
Seperti halnya mengganti brambut untuk alas kandang di setiap satu minggu sekali hingga memberikan pakan pur secara rutin setiap pagi dan sore hari.
"Tugas para karyawan untuk mengganti brambut alas kandang per satu minggu, di ambil lalu ditebarin lagi dengan yang baru, untuk mengurangi baunya, kalau sudah basah diambil diganti brambut. Selain itu juga mengisi makan yang masih dilakukan secara manual, sebenarnya ada mesin tapi kan saya sendiri belum mampu beli mesinnya karena mahal."
"Ini makannya pur dari pabrik saja, tambah-tambah jamu, itu penggunaan pakannya dua kali dari pagi sampai sore, kalau vitaminnya dari pagi sampai sore, kalau pengobatannya sebelum dikasih vitamin di beri antibiotik dulu," jelas Sartono.
Selain itu, kedua karyawan Sartono juga rutin mengecek kondisi ayam broiler untuk memastikan tidak ada yang terkena virus penyakit.
Apabila ditemukan ayam dengan kondisi sakit, para karyawannya sigap untuk mengkarantina ayam tersebut dan dipelihara di luar kandang.
"Kalau ada yang sakit seperti tengkurep atau tidur berdiri ayam tersebut langsung dikeluarin dan tidak dimasukin lagi ke dalam kandang, kalau dimasukin bahaya karena takutnya virus, jadi dikarantina saja di luar kandang," bebernya.
Lebih lanjut, untuk ke depannya, Sartono berharap PLN mampu meminimalisir adanya mati lampu.
"Harapannya ke depan, PLN bisa lebih meminimalisir mati lampu," ungkap Sartono.
Sartono menambahkan, usahanya tidak akan bisa berkembang seperti saat ini jika tidak mendapatkan aliran listrik dan respons cepat dari PLN saat menangani keluhan atau permasalahan.
Mengingat, tidak adaya pasokan listrik sangat riskan membuat ayam broiler mati karena suhu kandang yang memanas.
Terlebih, ketika usia ayam sudah siap untuk di panen, maka, pengawasan lebih diperketat agar tidak terjadi gagal panen.
Apabila gagal, kerugian besar bisa menimpa para peternak ayam karena sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk pemberian pakan, vitamin dan pengeluaran lainnya.
"PLN menyarankan kalau ada gangguan langsung hubungi PLN saja untuk langsung ditangani, karena riskan sekali tanpa listrik untuk para peternak ayam. Kalau ayam besar kita enggak berani ninggal, kalau gini benar-benar gak berani."
"Kalau mau panen kan resiko tinggi mas, udah makan banyak biaya banyak kalau mati bahaya, kalau kecil kan baru belum banyak keluar biaya," pungkasnya.
(TribunWow.com/Adi Manggala S)