Breaking News:

Sawah dan Ternak Ayam Merekah berkat Electrifying Agriculture, Ekonomi Petani & Peternak Melonjak

Peran Electrifying Agriculture PLN buat ekonomi petani dan peternak ayam broiler melonjak.

HO TribunWow.com
Potret pertanian di Dukuh Baratan (kiri) dan peternakan ayam broiler di Dukuh Mesen (kanan). Peran Electrifying Agriculture PLN buat ekonomi petani dan peternak melonjak. 

TRIBUNWOW.COM - Semilir angin di persawahan nan hijau asri menyejukkan mata di kala senja mulai datang.

Bunyi percakapan para petani dan peralatannya yang sudah teraliri oleh listrik terdengar saling bersahutan.

"Kosek, tarik selange mrene (Sebentar, tarik dulu selangnya ke sini-red)," begitulah percakapan para petani yang tengah mengaliri sawahnya yang berada di Dukuh Baratan, Desa Jeron, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali, saat ditemui TribunWow.com pada Rabu (13/12/2023).

Aktifitas itu merupakan rutinitas para petani di Dukuh Baratan, Desa Jeron pada setiap harinya.

Sementara itu, di Dukuh Mesen, Desa Rejosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, suara sahut menyahut ayam berkokok terdengar nyaring nyaris di setiap waktu.

Ternyata, di beberapa sudut desa, terlihat banyak peternakan ayam yang dibangun beriringan dengan lebatnya pohon jati serta hijaunya sawah di sekitarnya.

Total, sejauh ini ada empat peternakan ayam besar yang berada di Dukuh Mesen.

"Wes mbok pakani? (sudah kamu kasih pakan-red)," ujar pemilik peternakan ayam, Sartono kepada satu di antara pekerjanya saat ditemui TribunWow.com pada Kamis (28/12/2023).

Rutinitas pertanyaan itulah yang sering terdengar ketika berkunjung di peternakan milik Sartono di Dukuh Mesen, baik ketika pagi maupun pada saat sore hari.

Dua aktifitas itu menjadi gambaran kecil masyarakat di Indonesia yang memang banyak berkecimpung dan menggantungkan asa perekonomiannya di bidang pertanian dan peternakan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, tercatat ada 29,34 juta pengelola usaha pertanian perorangan di Indonesia pada tahun 2023.

Sedangkan untuk populasi ayam ras pedaging di Indonesia tercatat berada di angka 3,17 Miliar Rupiah pada tahun 2022 lalu.

Persawahan dan Peternakan
Potret persawahan di Dukuh Baratan Desa Jeron (kiri) dan peternakan di Dukuh Mesen Desa Rejosari (kanan).

Electrifying Agriculture PLN Bangkitkan Ekonomi Petani Melalui Sumur Sibel

Satu di antara petani di Dukuh Baratan yakni Sudalno, membeberkan peran besar Perusahaan Listrik Negara (PLN) di bidang pertanian.

Peran besar listrik untuk pertanian di Dukuh Baratan berkaitan dengan kebutuhan dasar dalam bertani yakni pengaliran air menggunakan sumur sibel.

Sudalno menjelaskan, sebelumnya, para petani harus saling berebut air untuk bisa mengaliri sawahnya.

Mengingat, pada saat itu, Dukuh Baratan merupakan daerah tadah hujan yang sangat bergantung pada curah hujan saja.

"Pertama, kebutuhan yang sebenarnya sangat meringankan petani, jadi awalnya disini kan daerah tadah hujan kan tergantung dengan curah hujan, paling dua kali turun kadang gak ada suplai, kedua, sini itu sebenarnya saluran waduk cengklik, cuman bangunan saja, ada pun petani berebut, airnya gak lancar kadang besar kecilnya gak pasti," jelas Sudalno.

Selain itu, Sudalno mengungkapkan jika sebelumnya para petani di Dukuh Baratan menggunakan sumur pantek dengan bantuan diesel untuk mengaliri sawahnya sebelum marak penggunaan sumur sibel dan adanya aliran listrik di area pertanian.

"Sebelum model sibel, petani di Baratan pakai sumur pantek, kedalaman 11-20, alat ngangkatnya pakai diesel, melihat perkembangannya, sumur pantek itu tidak maksimal, kemudian muncul ada ide-ide itu, dan melihat petani di daerah lain sudah pakai sumur dalam kedalaman 80 meter," ungkapnya.

Sibel Sawah 2
Potret penggunaan sumur sibel di Dukuh Baratan, Desa Jeron, Kecamatan Nogosari, Kabupaten Boyolali.

Menurut Sudalno, setidaknya ada dua manfaat besar yang didapatkan para petani dari penggunaan sumur sibel yang sudah digunakan dalam lima dekade terakhir.

Pertama, berkaitan dengan kemampuan sumur sibel mengeluarkan volume air yang besar untuk mengaliri sawah.

Sedangkan kedua, dapat mendatangkan manfaat dalam segi ekonomi untuk para pemodal.

"Ini di Jeron mungkin dekade 5 tahun, hampir petani yang punya modal pada pakai itu, pertama untuk petani sendiri mantap ketika dia tanam punya sumur sibel kan airnya besar."

"Kedua dari sisi ekonomi, itu juga lahan bisnis bagi pemodal, katakan kita modalnya satu sumur Rp 40 juta lah, mulai dari pengeboran, pipa, mesin sibelnya, jaringan listrik PLN, kalau operasionalkan dengan keluar pipa yang 3 inch itu per jam angkanya 20 ribu tinggal dikalikan," bebernya.

Adanya dua manfaat besar itu membuat perkembangan penggunaan sumur sibel di Dukuh Baratan semakin tumbuh dengan pesat.

"Padahal kalau kita lihat sekarang, setiap tanam pasti membutuhkan air dari situ, maka sini sangat pesat dulu 1-2 sekarang 50-an sudah pada pakai sibel, itu kalau perhitungan dari petani," lanjut pria berusia 50 tahun tersebut.

Lantas, berapa rata-rata keuntungan yang bisa didapatkan para petani saat ini setelah menggunakan sumur sibel?

Menurut Sudalno, para petani mampu mengantongi minimal Rp 3 Juta secara bersih di tengah biaya operasional yang terbilang banyak.

"Jadi kalau hitung-hitungan, katakan itu pure semua biaya tanaman, traktor, air itu beli semuanya, itu petani masih untung, apalagi ada gabah minimal dengan luasan 1500 hektar itu untung minimal 3 juta padahal operasional banyak, atau paling tidak minimal Rp 2,5 Juta," beber Sudalno.

Dahulu, sebelum adanya sumur sibel, para petani du Dukuh Baratan menggunakan genset untuk mengaliri persawahannya.

Padahal, penggunaan genset terbilang memiliki risiko tinggi karena tingkat kerusakan yang terbilang rawan ketimbang sumur sibel seperti saat ini.

Hingga pada akhirnya, titik balik para petani memutuskan menggunakan sibel didukung oleh kebijakan PLN yang menambah jaringan listrik di sekitar area pertanian yang ada di Dukuh Baratan.

"Dulu sebelum PLN masuk pertanian, para petani pada pakai genset, tingkat kerusakannya juga rawan, dari PLN tau ini peluang untuk menambah jaringan  justru di lahan-lahan pertanian itu, petani ingin menambah jaringan lalu direalisasikan PLN," terang Sudalno.

Masuknya aliran listrik PLN di area lahan pertanian di Dukuh Baratan sangat membantu sistem perairan.

Lancarnya sistem perairan berpengaruh pada melonjaknya penghasilan para petani.

"PLN sangat membantu petani disini, ketika listrik itu digunakan untuk membantu sistem perairan, karena tanpa PLN kita kesulitan juga, bayangkan kalau musim begini, kita mati lampu dua jam sedih."

"Makanya dengan adanya PLN berani menambah jaringan ke lahan pertanian itu sudah luar biasa membantu. Dari sisi ekonomi, dulu kan hanya dua musim, musim satu kedua, kadang kedua tidak jadi panen karena tidak ada air, sekarang, dari sini sampai sana hampir tidak ada musim kemarau kelihatannya, sekarang hijau semua mau musim kemarau atau penghujan, itu nilai ekonomi sudah luar biasa," imbuhnya.

Tidak hanya sekedar memberikan tambahan jaringan, PLN juga turut memberikan subsidi pulsa untuk para petani.

"PLN juga ngasih pulsa, jadi kalau tarif industri itu kan tarif untuk pengusaha. Kalau perumahan itu beli 100 ribu itu kan dapatnya 68 kWh, Kalau sumur beli 100 ribu pakai NPWP dapatnya 86 kWh selisih 20 kWh," terang pria yang kesehariannya bekerja sebagai Badan Usaha Milik Desa (Bumdes Jeron).

Trafo di Persawahan di Dukuh Baratan
Trafo listrik yang ada di persawahan di Dukuh Baratan.

Penggunaan Sumur Sibel Buka Lapangan Pekerjaan Baru

Bukan hanya petani yang dapat merasakan keuntungan besar adanya listrik di area pertanian, beberapa masyarakat lain yang kesehariannya bekerja di sawah juga turut merasakan dampaknya.

Menurut Sudalno, beberapa lapangan kerja baru di bidang pertanian seperti penggarap sawah hingga pembuat sumur turut merasakan dampak dari adanya listrik yang diperuntukkan untuk menjalankan sumur sibel.

Seperti contoh, Sudalno menceritakan, saat ini ia memberikan lapangan kerja bagi beberapa masyarakat untuk membantunya dalam mengelola atau menggarap sawah.

"Selanjutnya sibel itu juga bisa menambah lapangan kerja, contoh punya saya, itu kalau dikelola sendiri kan Rp 20 ribu, kalau dikelola orang kan per jam Rp 25 ribu asumsinya kan 25 itu kan 20 untuk tenaga, Rp 5 ribu untuk operasional kalau rusak dan listrik," terangnya.

Pendapatan para penggarap sawah per jam rata-rata sebesar Rp 5 ribu.

Itu pun, dalam proses pengerjaannya, para penggarap sawah bisa melakukan aktifitas lain seraya menunggu proses pengairan sawah selama tiga jam.

"Dia jalankan berapa jam, kalau satu jam dia dapatnya Rp 5 ribu, kalau setiap hari 15 jam dikalikan saja per hari Rp 75 ribu, itu nanti bisa ditinggal per jam bisa dilihat lagi, nanti kan sudah ada hitungannya, itu standarnya misal Rp 15 ibu kan per 3 jam, kalau sudah 3 jam itu nanti pindah lagi," ujarnya.

Di sisi lain, hadirnya listrik di area pertanian untuk menghidupkan sumur sibel juga berdampak pada para pekerja pembuat sumur.

Permintaan meningkat dari para petani untuk membuat sumur sibel menjadi ladang pendapatan bagi para pembuat sumur, terlebih menjelang musim tandur.

"Para pekerja pembuat sumur antre saat ini dengan adanya sibel yang dialiri listrik PLN. Terutama petani-petani yang dekat sibel itu sekarang petani mau nandur mantep, kalau  petani sudah dialiri air tanah jadi bagus. Jadi sangat membantu karena lebih murah penggunaan sibel dialiri listrik," jelasnya.

Petani di Baratan
Potret petani ketika tengah mengaliri air untuk sawahnya di Dukuh Baratan, Jeron, Nogosari, Boyolali.

Munculkan Sumber Air di Dukuh Baratan

Selain mampu mengangkat ekonomi para petani dan ciptakan lapangan pekerjaan baru, adanya aliran listrik dalam penggunaan sumur sibel juga memunculkan sumber air baru yang dapat dikelola oleh masyarakat di Dukuh Baratan.

Sudalno mengungkapkan, munculnya sumber air tersebut membuat masyarakat di Dukuh Baratan saat ini tidak risau lagi ketika kemarau panjang melanda.

"Hampir semua rt punya sumber-sumber air yang dikelola masyarakat, itu di sini sudah ada satu titik untuk kebutuhan mendesak, disiapkan genset," jelas Sudalno.

Dalam satu sumber air, masyarakat Dukuh Baratan biasanya memasang sumur sibel pada kedalaman 80 meter dengan besaran pralon 4 dim.

Sumur sibel tersebut bisa mengaliri perumahan sebanyak 180 kk.

Bukan hanya itu, pada musim kemarau, aliran air tersebut juga mampu menyuplai area perumahan lain di sekitar Dukuh Baratan.

"Jadi, kalau yang familiar itu Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (pamsimas), itu program kabupaten, cuman kan energinya juga listrik, tiap kampung ada sumber arus listrik."

"Itu satu sibel hanya kedalaman 80, 4 dim itu sudah lebih keluarnya 2 dim, itu untuk mengaliri perumahan 180 kk itu turah (lebih-red) justru kalau musim kemarau airnya bisa disuplai ke perumahan lain," ungkapnya.

Untuk biaya perawatan sumur sibel di sumber air tersebut biasanya diambilkan dari swadaya masyarakat di setiap bulannya.

Hasil swadaya itu, nantinya juga kembali ke masyarakat karena kas yang didapatkan secara bersih bisa menghasilkan minimal Rp 2 juta yang biasanya diperuntukkan untuk pembangunan infrastruktur jalan.

"Kalau di sini satu rumah tangga minimal 20 kibik, sini setiap bulan kalau dihitung masuk kas minimal 2 juta bisa bangun jalan itu sudah dikurangi beli pulsa, tenaga yang narik."

"Kita bandingkan 10 tahun lalu kita pakai sumur kantong 1-2 juta, sekarang dengan keadaan ini malah menyebar ke mana-mana," ujarnya.

Peran Electrifying Agriculture PLN untuk Peternak Ayam Broiler

Peternak daging ayam broiler asal Dukuh Mesen, Desa Rejosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Sartono, ungkap pendapatan melonjaknya setelah berkolaborasi dengan PLN.

Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Dukuh Mesen itu sudah merintis usaha peternakan daging ayam broilernya sejak tahun 2010.

Kala itu, sebelum adanya kontribusi listrik dari PLN, Sartono memulai bisnis peternakan daging ayam broilernya secara manual.

"Saya sebagai perangkat desa sejak tahun 2001,  dulu gajinya cuma bengkok saja. Di tahun 2010, akhirnya, saya memutuskan untuk merintis usaha sebagai peternak ayam, dulunya peternakan biasa atau manual," ujar Sartono.

Tentu, proses manual yang dilakukan Sartono dalam menjalankan peternakan daging ayam broilernya memiliki risiko besar.

Terlebih jika musim pancaroba datang, tak jarang Sartono mengalami kerugian akibat banyaknya ayam yang mati terkena penyakit akibat perubahan cuaca.

"Pahitnya kalau di pergantian musim, karena kan waktu pergantian adem ke panas, panas ke adem itu menyusahkan para peternak. Kalau musim pancaroba itu sering sekali alami hal kurang mengenakan," jelasnya.

Potret peternakan ayam broiler di Dukuh Mesen, Desa Rejosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar.
Potret peternakan ayam broiler di Dukuh Mesen, Desa Rejosari, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar. (HO TribunWow.com)

Untuk menanggulangi hal itu, Sartono selalu rutin siapkan rempah-rempah untuk dibuat jamu baik menggunakan bahan dasar kunyit, sambiroto dengan ditambahkan antibiotik.

Hal itu terus rutin dilakukan hinga saat ini sebagai bentuk dari langkah antisipasi.

"Penangggulangannya pakai jamu rempah-rempah, kunyit, sambiroto, dan antibiotik untuk kesehatan ayam, itu juga belum bisa jadi jaminan, tapi itu hanya sebagai langkah antisipasi saja, kalau udah ada itu tidak separah jika tidak menggunakan," terang Sartono.

Riskannya proses manual dalam beternak, membuat Sartono memutuskan untuk menambah peralatan serba listrik di kandang ayamnya pada tahun 2020.

Dulu, peternakan milik Sartono mengandalkan listrik hanya sebagai fasilitas penerangan saja.

Akan tetapi, sejak saat itu, Sartono memutuskan untuk memasang serta membeli perlengkapan serba listrik untuk menunjang pendapatannya dalam berternak ayam daging.

Peralatan yang turut dilengkapi oleh Sartono sebagai penunjang peternakannya seperti blower, heater, dan juga sumur sibel.

"Peran listrik untuk peternakan saya ada blower, penerangan, heater dan sumur.Untuk blower ada 8, heater dua, air ada di atas dan bawah juga," ungkapnya.

Terkhusus untuk blower, perannya sangat vital bagi keberlangsungan usaha Sartono yang menerapkan proses kandang secara tertutup.

Ia mengkolaborasikan penggunaan blower dengan saldek yang berfungsi sebagai pengatur suhu udara di kandang.

Saldek (kiri) dan blower (kanan).
Saldek (kiri) dan blower (kanan). (HO TribunWow.com)

Sebagai informasi, saldek merupakan alat yang dipasang di salah satu sudut kandang dengan memiliki fungsi sebagai penyaring serta penyejuk kandang dengan dilengkapi oleh tetesan air di atasnya.

Sementara blower bertugas menangkap udara yang masuk melalui saldek lalu kembali dikeluarkan ke luar untuk menjaga sirkulasi udara di dalam kandang.

Tinggal di setting sesuai dengan kebutuhan besar kecilnya kecepatan blower yang disesuaikan dengan usia ayam.

Proses ini terus dilakukan sejak usia 0 sampai dengan proses panen.

"Blower kan otomatis segi panasnya hilang, itu saldek yang item-item untuk menyaring udara ada tetesan air untuk mendinginkan, kemudian ditarik blower ke luar, udaranya dari udara alami."

"Ini kan ada talangnya, masuk sini, tarik lagi, ini diputarkan terus kalau hilang nanti airnya boros, ini airnya di sumur harus dikasih antibiotik, kalau udah robek diganti, ini udah tiga tahun," beber Sartono.

Penggunaan blower juga dapat mempengaruhi proses panen Sartono yang biasa kalau dengan sistem terbuka atau open.

"Pertumbuhan ayamnya agak maju, tidak seperti di open, kalau disini kan misalkan umur 18 hari kalau di open umur 20, 22 baru panen selisih dua sampai tiga hari," lanjutnya.

Selain blower, Sartono juga membeberkan peran heater yang juga menggunakan listrik dalam pengoperasiannya.

"Selain blower juga penerangan, ada heater juga sebagai pemanas suhu, satu kandang pakai satu heater sudah panas, dipakai waktu ayam kecil saja dari usia 0 sampai 12 hari, sesudah itu tidak pakai," ujar pria berusia 53 tahun itu.

Sedangkan untuk sumur sibel, digunakan Sartono untuk menjadi pengalir air dari bawah atau dasar sumur ke atas.

Air itu kemudian dialirkan ke pralon yang terpasang di dalam kandang untuk mengisi wadah-wadah talang minum ayam broiler.

"Kalau dari sumur saya pakai sibel ditarik ke atas, ada tandon airnya lalu disalurkan kesini, saya kembangkan lagi ke kandang jadi secara otomatis akan terisi sendiri," jelas Sartono.

Potret pralon pengalir air minum ayam broiler, di mana untuk mengalirkan air menggunakan energi listrik.
Potret pralon pengalir air minum ayam broiler, di mana untuk mengalirkan air menggunakan energi listrik. (HO TribunWow.com)

Awal Mula Sartono Buat Kandang Ayam Broiler Serba Listrik

Sartono menceritakan peternakan serba listrik miliknya sudah berlangsung selama tiga tahun atau dimulai pada 2020 lalu.

Pria yang juga bekerja sampingan sebagai sopir tersebut mulanya mengetahui proses pengajuan listrik ke PLN untuk peternakan dari seorang temannya.

Tak perlu waktu lama, proses pengajuan itu pun langsung dipenuhi secara cepat oleh PLN.

"Saya mendapatkan informasi pengajuan itu dari teman, alhamdiulilah tidak begitu lama langsung semuanya terpenuhi cepat. Proses pengajuannya pada Juni 2020  pas Covid-19 tinggi-tingginya, saya jalan buat pasang listrik dan dilayani cepat," ujar Sartono.

Awalnya, untuk aliran listrik di peternakannya, Sartono masih ikut dengan sumber listrik milik kampung.

Namun, PLN menyarankan kepada Sartono untuk memasang trafo sendiri agar menghindarkan peralatannya dari kerusakan.

Hingga akhirnya, Sartono mengajukan pemasangan trafo sendiri yang langsung ditindaklanjuti oleh pihak PLN.

"Dulunya gak ada trafo, saya minta trafo dikasih, dulunya kan ikut kampung, kalau gak pake trafo gak kuat mas, kalau lewat sana kan risiko, mesin-mesinnya kalau ngedrop gampang rusak, maka, PLN menganjurkan untuk pakai trafo sendiri biar alatnya gak cepat rusak, alhamdulilah dipermudah semua " bebernya.

Bukan hanya sekadar pemasangan trafo, Sartono juga turut mendapatkan subsidi pajak dari PLN.

"Ada subsidi dari izin usaha untuk pajaknya," ungkap Sartono.

Dampak Berjalannya Peternakan Ayam Serba Listrik Milik Sartono

Berjalannya peternakan daging ayam broiler milik Sartono berdampak besar pada pendapatannya selain bekerja sebagai pengabdi masyarakat.

Sartono yang semula hanya mampu membesarkan ayam broiler sebanyak 5 ribu ekor di kandang, dengan adanya listrik, kandangnya kini berani menampung 8 ribu ekor sekaligus di setiap angkatannya.

Dari dua kandang yang dimiliki, maka ada total 16 ribu ekor ayam broiler di setiap angkatan yang dibesarkan di peternakan milik Sartono.

Sehingga, secara pendapatan Sartono mengaku mengalami perkembangan pesat dibandingkan ketika masih proses manual dulu,

"Alhamdulilah, kalau serba listrik bisa menambah kapasitas, kalau manual kan bisanya kandang cuman 5 ribu, kalau pakai blower kan bisa 8 ribuan di kandang, jadi pendapatannya juga lebih," ungkap Sartono.

Potret Blower, alat yang digunakan untuk mengatur sirkulasi udara yang masuk ke kandang ayam.
Potret Blower, alat yang digunakan untuk mengatur sirkulasi udara yang masuk ke kandang ayam. (HO TribunWow.com)

Untuk kendala, dengan penggunaan listrik skala besar, pajak yang dikeluarkan juga lebih banyak ketimbang saat dikelola secara manual.

"Perkembangannya tinggi, terkendalanya di pajak listrik besar, kalau pakai manual pajak saya Rp 500 ribu cukup, ini Rp 8 juta sampai Rp 9 juta hitungannya per panen, kalau masih kecil Rp 3 juta, kalau besar bisa Rp 6 juta," ujarnya.

Selain berdampak signifikan secara pendapatan, peternakan milik Sartono juga mampu membuka lapangan pekerjaan untuk dua orang karyawannnya.

Dua karyawan Sartono dalam kesehariannya tinggal di peternakan dengan dilengkapi fasilitas penunjang berupa Wifi.

"Ini karyawannya perantauan semua dari Kedungombo dan Sumberlawang, pekerja harus tidur di sini, kita lengkapi dengan Wifi. Takutnya, kalau tidak tidur di peternakan, mati lampu tidak ada yang cepat untuk menghidupkan genset, setengah jam saja listrik mati, dampaknya ayam bisa mati semua, risikonya disitu," ungkapnya.

Untuk tugas rutin keseharian, para karyawan Sartono memantau kandang baik secara kebersihan maupun fasilitas penunjang lainnya.

Seperti halnya mengganti brambut untuk alas kandang di setiap satu minggu sekali hingga memberikan pakan pur secara rutin setiap pagi dan sore hari.

"Tugas para karyawan untuk mengganti brambut alas kandang per satu minggu, di ambil lalu ditebarin lagi dengan yang baru, untuk mengurangi baunya, kalau sudah basah diambil diganti brambut. Selain itu juga mengisi makan yang masih dilakukan secara manual, sebenarnya ada mesin tapi kan saya sendiri belum mampu beli mesinnya karena mahal."

"Ini makannya pur dari pabrik saja, tambah-tambah jamu, itu penggunaan pakannya dua kali dari pagi sampai sore, kalau vitaminnya dari pagi sampai sore, kalau pengobatannya sebelum dikasih vitamin di beri antibiotik dulu," jelas Sartono.

Selain itu, kedua karyawan Sartono juga rutin mengecek kondisi ayam broiler untuk memastikan tidak ada yang terkena virus penyakit.

Apabila ditemukan ayam dengan kondisi sakit, para karyawannya sigap untuk mengkarantina ayam tersebut dan dipelihara di luar kandang.

"Kalau ada yang sakit seperti tengkurep atau tidur berdiri ayam tersebut langsung dikeluarin dan tidak dimasukin lagi ke dalam kandang, kalau dimasukin bahaya karena takutnya virus, jadi dikarantina saja di luar kandang," bebernya.

Lebih lanjut, untuk ke depannya, Sartono berharap PLN mampu meminimalisir adanya mati lampu.

"Harapannya ke depan, PLN bisa lebih meminimalisir mati lampu," ungkap Sartono.

Sartono menambahkan, usahanya tidak akan bisa berkembang seperti saat ini jika tidak mendapatkan aliran listrik dan respons cepat dari PLN saat menangani keluhan atau permasalahan.

Mengingat, tidak adaya pasokan listrik sangat riskan membuat ayam broiler mati karena suhu kandang yang memanas.

Terlebih, ketika usia ayam sudah siap untuk di panen, maka, pengawasan lebih diperketat agar tidak terjadi gagal panen.

Apabila gagal, kerugian besar bisa menimpa para peternak ayam karena sudah banyak biaya yang dikeluarkan untuk pemberian pakan, vitamin dan pengeluaran lainnya.

"PLN menyarankan kalau ada gangguan langsung hubungi PLN saja untuk langsung ditangani, karena riskan sekali tanpa listrik untuk para peternak ayam. Kalau ayam besar kita enggak berani ninggal, kalau gini benar-benar gak berani."

"Kalau mau panen kan resiko tinggi mas, udah makan banyak biaya banyak kalau mati bahaya, kalau kecil kan baru belum banyak keluar biaya," pungkasnya.

(TribunWow.com/Adi Manggala S)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
PLNPetaniBoyolaliListrikPeternakan
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved