Sawah dan Ternak Ayam Merekah berkat Electrifying Agriculture, Ekonomi Petani & Peternak Melonjak
Peran Electrifying Agriculture PLN buat ekonomi petani dan peternak ayam broiler melonjak.
Penulis: Adi Manggala Saputro
Editor: Tiffany Marantika Dewi
Sudalno menjelaskan, sebelumnya, para petani harus saling berebut air untuk bisa mengaliri sawahnya.
Mengingat, pada saat itu, Dukuh Baratan merupakan daerah tadah hujan yang sangat bergantung pada curah hujan saja.
"Pertama, kebutuhan yang sebenarnya sangat meringankan petani, jadi awalnya disini kan daerah tadah hujan kan tergantung dengan curah hujan, paling dua kali turun kadang gak ada suplai, kedua, sini itu sebenarnya saluran waduk cengklik, cuman bangunan saja, ada pun petani berebut, airnya gak lancar kadang besar kecilnya gak pasti," jelas Sudalno.
Selain itu, Sudalno mengungkapkan jika sebelumnya para petani di Dukuh Baratan menggunakan sumur pantek dengan bantuan diesel untuk mengaliri sawahnya sebelum marak penggunaan sumur sibel dan adanya aliran listrik di area pertanian.
"Sebelum model sibel, petani di Baratan pakai sumur pantek, kedalaman 11-20, alat ngangkatnya pakai diesel, melihat perkembangannya, sumur pantek itu tidak maksimal, kemudian muncul ada ide-ide itu, dan melihat petani di daerah lain sudah pakai sumur dalam kedalaman 80 meter," ungkapnya.

Menurut Sudalno, setidaknya ada dua manfaat besar yang didapatkan para petani dari penggunaan sumur sibel yang sudah digunakan dalam lima dekade terakhir.
Pertama, berkaitan dengan kemampuan sumur sibel mengeluarkan volume air yang besar untuk mengaliri sawah.
Sedangkan kedua, dapat mendatangkan manfaat dalam segi ekonomi untuk para pemodal.
"Ini di Jeron mungkin dekade 5 tahun, hampir petani yang punya modal pada pakai itu, pertama untuk petani sendiri mantap ketika dia tanam punya sumur sibel kan airnya besar."
"Kedua dari sisi ekonomi, itu juga lahan bisnis bagi pemodal, katakan kita modalnya satu sumur Rp 40 juta lah, mulai dari pengeboran, pipa, mesin sibelnya, jaringan listrik PLN, kalau operasionalkan dengan keluar pipa yang 3 inch itu per jam angkanya 20 ribu tinggal dikalikan," bebernya.
Adanya dua manfaat besar itu membuat perkembangan penggunaan sumur sibel di Dukuh Baratan semakin tumbuh dengan pesat.
"Padahal kalau kita lihat sekarang, setiap tanam pasti membutuhkan air dari situ, maka sini sangat pesat dulu 1-2 sekarang 50-an sudah pada pakai sibel, itu kalau perhitungan dari petani," lanjut pria berusia 50 tahun tersebut.
Lantas, berapa rata-rata keuntungan yang bisa didapatkan para petani saat ini setelah menggunakan sumur sibel?
Menurut Sudalno, para petani mampu mengantongi minimal Rp 3 Juta secara bersih di tengah biaya operasional yang terbilang banyak.
"Jadi kalau hitung-hitungan, katakan itu pure semua biaya tanaman, traktor, air itu beli semuanya, itu petani masih untung, apalagi ada gabah minimal dengan luasan 1500 hektar itu untung minimal 3 juta padahal operasional banyak, atau paling tidak minimal Rp 2,5 Juta," beber Sudalno.