Breaking News:

Konflik di Afghanistan

Seorang Asisten Profesor di Afghanistan Tak Dapat Gaji hingga Jadi Buruh Bangunan untuk Cari Uang

Seorang asisten profesor di universitas di Kabul terpaksa menjadi pekerja bangunan karena selama berbulan-bulan tidak mendapatkan gaji dan sulit uang.

Penulis: Alma Dyani Putri
Editor: Elfan Fajar Nugroho
YouTube/Al Jazeera English
Uang kertas Afghani, Afghanistan. Seorang asisten profesor di universitas di Kabul terpaksa menjadi pekerja bangunan karena selama berbulan-bulan tidak mendapatkan gaji dan kesulitan keuangan. 

Namun, uang tersebut habis beberapa minggu yang lalu.

Bahkan, istrinya yang sedang hamil besar telah melewatkan dua janji pertemuan dengan dokter.

"Situasinya makin buruk, kami tidak punya roti. Kami hanya menanak nasi dan kemudian nasi juga habis," ujarnya.

Baca juga: Larangan Taliban Buat Harga Opium Melonjak, Pedagang di Afghanistan: Haram tapi Tak Ada Pilihan Lain

Baca juga: Taliban Tak Segera Bayar Tagihan Listrik, Afghanistan Terancam Bisa Kembali ke Abad Kegelapan

Tawhidyar mengatakan dia membawa karung bahan bangunan di lokasi konstruksi ketika seorang teman memotretnya.

Kemudian, dia menulis pesan emosional di media sosial Facebook, yang juga menampilkan gambar tersebut pada pertengahan Oktober lalu.

"Saya sedang berpikir tentang di mana saya berada dalam batas hidup saya,” tulisnya.

Postingan itu dengan cepat menjadi viral dengan ribuan kali dibagikan di media sosial.

Beberapa temannya juga mengulurkan tangan untuk menyatakan simpati dan menawarkan bantuan keuangan.

Tawhidyar mengaku meminjam Rp 4,2 juta kepada teman dekatnya yang bersikeras memintanya mengambil uang tersebut.

"Tapi berapa lama saya akan meminjam? Saya sudah memiliki hutang ribuan dolar."

Namun, postingan tersebut tidak bertahan lama.

Dia yang khawatir akan adanya serangan balasan dan peringatan dari warga Afghanistan pendukung Taliban, telah menghapus postingan tersebut serta menonaktifkan akun Facebook miliknya.

Di sisi lain, Syed Bashir Aalemy, Kepala Departemen Bahasa Inggris di Universitas tempat Tawhidyar bekerja, mengatakan dia telah bekerja sebagai sopir taksi selama beberapa minggu terakhir.

"Tidak ada cara lain," kata Aalemy.

Dia menambahkan bahwa dengan semakin tingginya harga bahan bakar, kemungkinan pekerjaan tersebut juga akan menghilang.

Halaman
123
Tags:
AfghanistanKabulUniversitas ParwanCovid-19Taliban
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved