Terkini Nasional
BNPT Ungkap Alasan Kelompok Teroris Kerap Libatkan dan Rekrut Perempuan: Biasanya Totalitas
BNPT alasan kelompok teroris kerap melibatkan atau merekrut perempuan. Perempuan dinilai cenderung lebih peka dan perasa.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ahmad Nurwakhid mengungkapkan alasan kelompok teroris kerap melibatkan atau merekrut perempuan.
Dikutip dari Kompas.com, Ahmad Nurwakhid mengatakan, perempuan cenderung lebih peka dan perasa.
Selain itu, kata Nurwakhid, perempuan cenderung memiliki sikap militan dan patuh pada pemimpin.

Baca juga: Namanya Disebut-sebut Beri Ilmu Kebal Terduga Teroris, Abah Popon Akui Difitnah: Jujur Sedikit Kaget
"Biasanya perempuan totalitas kalau sudah berbuat atau melakukan tindakan itu (terorisme)," kata Nurwakhid dalam diskusi daring, Rabu (7/4/2021).
Menurut Nurwakhid, sifat perasa, totalitas dan patuh pada pimpinan ini membuat perempuan lebih mudah untuk dipengaruhi.
Kemudian, kelompok teroris menganggap aparat keamanan lalai atau abai dengan perempuan karena kecenderungan menjaga sikap, terutama terhadap perempuan berhijab.
Nurwakhid mencontohkan kasus penyerangan di Mabes Polri, Jakarta pada akhir Maret.
Ia menduga pemeriksaan aparat di pos penjagaan tidak terlalu ketat ketika pelaku hendak masuk ke area Mabes Polri.
"Karena memang screening akan lebih ketat kalau (terhadap) laki-laki. Tapi kalau perempuan ada sikap enggan, sungkan, enggak enak dan sebagainya," ujarnya.
Baca juga: Disebut-sebut Ajari Terduga Teroris Ilmu Kebal, Abah Popon Merasa Difitnah: Tidak Bisa
Alasan lainnya, kata Nurwakhid, kelompok teroris berharap perempuan dapat meneruskan atau menyebarkan paham ekstremisme yang dianut kepada generasi penerus.
Sebab, Nurwakhid menuturkan, salah satu tujuan dari kelompok teroris adalah mendirikan negara berbasis ideologi khilafah.
"Sehingga perempuan ini diharapkan memiliki potensi untuk regenerasi baik di dalam rekrutmen, memengaruhi anak, keluarga atau pun lingkungannya," ucap Nurwakhid.
Pada akhir Maret lalu, terjadi dua peristiwa teror di Indonesia.
Pelaku berinisial L berusia 26 tahun dan istrinya, YSR, melakukan teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, Minggu (28/3/2021) pagi.
Kemudian, perempuan berinisial ZA menjadi pelaku penyerangan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (31/3/2021).
ZA diketahui berusia 25 tahun.
Pelaku bom bunuh diri di Makassar diduga merupakan jaringan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang berafiliasi ke Negara Islam di Irak dan Suriah atau Islamis State of Iraq and Suriah (ISIS).
Sementara, pelaku teror di Mabes Polri diduga pendukung ISIS.
Dugaan itu berasal dari hasil pendalaman polisi yang menemukan unggahan bendera ISIS di akun Instagram milik pelaku.
Baca juga: Sosok Abah Popon Asal Sukabumi Masih Misteri, Didatangi Terduga Teroris untuk Minta Ilmu Kebal
Kata BIN soal Aksi Terorisme
Dua serangan teror yang terjadi dalam beberapa hari belakangan ini, yakni di Gereja Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, dan Gedung Mabes Polri, Jakarta Selatan turut dikomentari Badan Intelijen Negara (BIN).
Kedua serangan itu memiliki kesamaan yakni para pelakunya berasal dari kalangan milenial atau pemuda.
BIN menyebut, para teroris biasanya cenderung introvert seusai terpapar radikalisme.
Hal itu disampaikan oleh Deputi VII BIN, Wawan Purwanto dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi tvOne, Minggu (4/4/2021).
Wawan mengatakan, jaringan teroris memang sengaja menargetkan untuk merekrut anak muda karena lebih energik dan tidak memiliki beban.
"Kaum muda ini lebih berani dan mereka masih mencari jati diri," terangnya.
Ia mengatakan, bibit teroris sengaja dijauhkan dari keluarga mereka supaya tidak ada yang menyetop.
"Karena biasanya keluarganya mesti ngerem (membatasi -red)," kata Wawan.
Wawan juga menjelaskan, paham radikalisme mudah berkembang di kalangan masyarakat yang tidak berpikir rasional, dan menelan mentah-mentah informasi yang ada.
"Yang radikal akan tumbuh subur di masyarakat yang tidak kritis," ujarnya.
Berdasarkan penjelasan Wawan, warga yang sudah terpapar paham radikalisme cenderung menjadi pribadi yang introvert.
"Mereka lantas memusuhi keluarga yang lain, yang tidak sepaham, termasuk orangtuanya, biasanya menjadi menyendiri, introvert, kemudian suka ada perubahan perilaku," kata Wawan.
Wawan mengatakan, penyebaran paham radikalisme juga kini lebih mudah menyebar lewat sarana media sosial (medsos).
ZA Menutup Diri saat Dewasa
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan keterangan warga setempat, para pelaku teror di Mabes Polri dan Gereja Katedral Makassar sama-sama dikenal tertutup dan jarang bersosialisasi.
Dikutip dari TribunJakarta.com, ZA disebut mulai berubah ketika mulai beranjak dewasa.
Hal tersebut diungkapkan oleh Tioria (56) selaku tetangga ZA di Gang Takwa, Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur.
"Saat masih SD, almarhum (Zakiah) sering bermain dengan anak-anak lainnya di lingkungan ini. Tapi sejak duduk di bangku SMP, dia sempat menghilang sudah jarang terlihat," ungkap Tioria ditemui di dekat lingkungan rumah Zakiah Kamis (1/4/2021).
Baca juga: Reaksi Ahok saat Namanya Disebut-sebut dalam Surat Wasiat Teroris ZA: Tak Usah Dibesar-besarkan
Tioria menduga ZA dipengaruhi oleh pihak luar karena keluarga dan lingkungan tempat ZA tumbuh besar normal-normal saja.
"Kalau disini lingkungan biasa-biasa saja. Ada arisan, ada pengajian rutin antara RT, ada kumpul-kumpul. Orang tua almarhum juga selalu terlibat dalam setiap kegiatan," kata Tioria.
Keterangan serupa diberikan oleh CC selaku rekan ZA saat berkuliah di Universitas Gunadarma.
"Dulu mah baik. Supel lagi. Terus baik suka mengajari teman," ucap CC melalui pesan singkat kepada TribunJakarta.com, pada Kamis (1/4/2021).
CC pun terkejut dan tidak mengerti mengapa ZA di-drop out di tengah masa studi.
ZA diketahui hanya mengikuti perkuliahan hingga semester 5 sebelum akhirnya DO. (*)
Berita lain terkait Kasus Terorisme
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menurut BNPT, Ini Alasan Kelompok Teroris Kerap Rekrut Perempuan"