Terkini Nasional
Kompolnas Sebut Pemberian Surat Jalan untuk Djoko Tjandra Memalukan Institusi dan Anggota Polri
Sekretaris Kompolnas, Bekto Suprapto memberikan tanggapan terkait diperolehnya surat jalan untuk buronan kelas kakap, Djoko Tjandra.
Penulis: Elfan Fajar Nugroho
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Sekretaris Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Bekto Suprapto memberikan tanggapan terkait diperolehnya surat jalan untuk buronan kelas kakap, Djoko Tjandra.
Sebelumnya, Djoko Tjandra yang merupakan buronan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali bisa mendapatkan surat jalan dikeluarkan oleh Brigjen Pol Prasetyo Utomo selaku Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Dilansir TribunWow.com, dalam acara Apa Kabar Indonesia Malam, Kamis (16/7/2020), Bekto Suprato menilai peristiwan tersebut jelas mencoreng nama institusi Polri.

• Mendebat Pengamat Kepolisian soal Red Notice Djoko Tjandra, MAKI: Ada Penyalahgunaan Wewenang
Menurutnya, tidak hanya mencoreng nama institusi, tetapi juga membuat semua anggota Kepolisian Indonesia, termasuk juga para purnawirawan merasa malu.
"Peristiwa ini sangat memalukan institusi Polri, bukan hanya institusi Polri, semua anggota Polri," ujar Bekto Suprapto.
"Bukan hanya anggota Polri, keluarga Polri merasa tercoreng, bukan hanya anggota keluarga Polri, Purnawirawan Polri dengan keluarganya semua merasa ini adalah peristiwa yang sangat memalukan," imbuhnya.
Maka dari itu, dirinya memberikan apresiasi kepada Kapolri, Jenderal (Pol) Idham Azis.
Apresiasi tersebut diberikan menyusul sikap tegas dan cepat dari Idam Aziz dalam mengambil keputusan.
Dirinya telah Brigjen Pol Prasetyo Utomo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Prasetyo Utomo disebut menyalahgunakan wewenang dengan mengeluarkan surat jalan kepada Djoko Tjandra tanpa sepengetahuan atasan.
"Kita bersyukur Pak Kapolri begitu cepat, sigap, tegas, langsung diamankan," kata Bekto Suprapto.
• Johnson Panjaitan Bantah Argumen Sahroni soal Pencopotan Jabatan terkait Surat Jalan Djoko Tjandra
Sementara itu, menanggapi soal kabar pancabutan red notice yang dilakukan oleh NCB Interpol Indonesia, menurutnya ada miskomunikasi.
Dikatakannya bahwa masa berlaku red notice terhadap setiap buronan adalah selama 5 tahun.
Setelah itu, Interpol Pusat akan menunggu konfirmasi dari Interpol Indonesia terkait tindak lanjutnya.
Dengan begitu, dirinya menyakini tidak ada pencabutan red notice yang dilakukan oleh NCB Interpol Indonesia.
"Saya berbicara tentang fakta dulu, yang pertama pencabutan surat red notice itu tidak ada," terang Bekto Suprapto.
"Kenapa tidak ada? Surat red notice itu sesuai dengan ketentuan di interpol itu hanya berlaku selama lima tahun," jelasnya.
"Itu diajukan 2009, sehingga 2014 itu sudah otomatis di Interpol itu dihapus."
Menurutnya dugaan yang terjadi adalah tidak adanya koordinasi yang baik antara Interpol Indonesia dengan pihak-pihak terkait, seperti Polri, Kejaksaan, hingga Kementerian Hukum dan HAM.
"Masalahnya kenapa tidak ada koordinasi, kenapa tidak ada komunikasi antara kejaksaan dengan Polri, kemudian dengan Kemenkumham," ungkapnya.
"Mosok enggak ada komunikasi, itu kan berlakunya lima tahun," pungkasnya.
• Diduga Hapus Red Notice Buron Djoko Tjandra, Brigjen Pol Nugroho Wibowo Diperiksa Propam
Simak videonya mulai menit ke-09.56:
Kata Maki Soal Red Notice Djoko Tjandra: Ada Penyalahgunaan Wewenang
Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia, Boyamin Saiman melakukan debat dengan Pengamat Kepolisian, Irjen Pol Purn. Sisno Adiwinoto.
Boyamin Saiman mendebat Sisno Adiwinoto soal dicabutnya red notice untuk buronan terpidana kasus hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra.
Dilansir TribunWow.com, atas kejadian tersebut, Boyamin Saiman menilai ada penyalahgunaan wewenang di NCB Interpol Indonesia.
Hal ini disampaikan dalam acara Kabar Petang 'tvOne', Kamis (16/7/2020).
Mulanya Sisno Adiwinoto memberikan penjelasan terkait alasan sudah dicabutnya red notice untuk Djoko Tjandra.
Ia mengatakan bahwa yang bertugas mencabut atau tidaknya red notice kepada seseorang buron adalah Interpol Pusat.
Sedangkan menurutnya, untuk Interpol negara, misalnya Indonesia hanya memberikan surat rekomendasi saja.
"Red notice itu bukan Interpol Indonesia yang ngeluarin, kita hanya mengirim surat ke Interpol Pusat," ujar Sisno Adiwinoto.
Mendengar hal itu, Boyamin lantas menyebut bahwa ada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Interpol Indonesia.
• Akui Djoko Tjandra Dapat Surat Bebas Covid-19 dari Pusdokkes, Polri: Dokter Tak Tahu Siapa, Disuruh
Alasannya menurutnya adalah karena Interpol Indonesia telah memberikan keputusan terkait status Djoko Tjandra tanpa meminta pertimbangan pihak lain, khususnya tim penyidik.
Oleh karenanya, dirinya meminta supaya dilakukan pemeriksaan terhadap sekretaris NCB Interpol Indonesia yang telah mengirimi surat pencabutan red notice untuk Djoko Tjandra.
"Justru itu NCB Interpol Indonesia itu mengirim surat ke imigrasi untuk minta dicabut cekalnya Djoko Tjandra, ini yang juga penyalahgunaan wewenang," sanggah Boyamin.
"Makanya saya minta kepada Kapolri untuk mengecek sekretaris NCB Interpol," pintanya.
Menanggapi hal itu, Sisno Adiwinoto mengatakan bahwa hal itu memang sedang didalami, terkait apakah adanya keterlibatan NCB Interpol terhadap kasus Djoko Tjandra.
"Iya pak tapi ada informasi lain, itu kan sedang diproses, didalami," kata Sisno Adiwinoto.
Meski begitu, dirinya menjelaskan bahwa masa berlaku red notice setiap buronan adalah lima tahun, sehingga harus ada konfirmasi lebih lanjut untuk nasib selanjutnya.
Maka dari itu, dikatakannya bahwa pihak Interpol Indonesia telah mengirimi surat dan disebutnya sudah dikonfirmasikan kepada pihak terlibat, seperti KPK, Jaksa dan lain sebagainya.
• Kesaktian Buron Djoko Tjandra Bebas Masuk Indonesia, Terhapusnya Red Notice dan Dapat Surat Jalan
"Setiap lima tahun data itu sistem otomatis pak, biasanya menjelang lima tahun Interpol Pusat mengingatkan ke Interpol negara, misalnya Indonesia," jelasnya.
"Ini red notice ini akan berakhir, bagaiamana tindak lanjutnya, mau diperpanjang atau tidak," imbuhnya.
"Nah, Interpol Indonesia mengirim surat info kepada yang meminta."
"KPK, Jaksa atau siapa, diberitahu, ini red notice yang sudah 5 tahun mau diperpanjang tidak, sampai di mana kasusnya."
Pernyataan tersebut langsung dibantah oleh Boyamin dengan mengatakan bahwa Jaksa Agung telah memberikan klarifikasi dan membantah telah memberikan rekomendasi untuk pencabutan red notice Djoko Tjandra.
Ia mengatakan Jaksa Agung menegaskan bahwa red notice Djoko Tjandra harusnya berlaku selama buronan belum tertangkap.
"Kemarin Kejaksaan Agung sudah jawab Pak, surat dari Kadivhubinter itu sudah dijawab bahwa Djoko Tjandra masih dicekal, masih jadi DPO," ungkapnya.
"Kejaksaan Agung begitu, tapi nyatanya NCB Interpol ngirim suratnya kepada imigrasi meminta dicabut cekalnya," pungkasnya.
Simak videonya mulai menit ke-9.00:
(TribunWow/Elfan Fajar Nugroho)