Terkini Nasional
Pihak Kontra Draft RUU PKS Curiga Usulnya Diabaikan DPR, LBH APIK: Itu Prasangka Ada Negosiasi
Ketua Perhimpunan GiGa Indonesia Euis Sunarti menduga ada kecurangan yang membuat DPR menolak usul mereka pada RUU PKS.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
Selain soal kedip dan siulan, Aiman juga bertanya apakah RUU PKS pro dengan LGBT.
"Kemudian yang dianggap kontroversi di RUU PKS ini pertama adalah melegalkan LGBT jadi di sini disebutkan bahwa ada pasal yang menyampaikan bahwa tidak boleh melakukan serangan terhadap hasrat yang tidak jelas, hasral seksual tidak jelas kemudian ini dianggap sebagai ke arah LGBT, jadi tidak boleh sama sekali melakukan penyerangan ke sana."
"Kemudian yang kedua adalah kedip dan siul itu hanya bisa kena pidana, kalau selama ini katakanlah mengedip lawan jenis atau sesama jenis misalnya tidak kena pidana, ini kedip lawan jenis atau sesama jenis bisa kena pidana, termasuk juga bersiul, benarkan hal-hal yang demikian jadi kontroversi?" tanya Aiman.
Ketua Komisi VIII DPR fraksi PAN, Yandri Susanto justru tak menjawab pertanyaan itu.
Ia hanya mengatakan bahwa RUU PKS ini mengandung hal-hal yang sangat detail.
Terkait LGBT, ada yang merasa RUU PKS ini mendukung tindakan tersebut.
Namun, ada pula yang merasa tidak demikian.
"Ini memang banyak sekali karena mengatur hal-hal sangat detil sifatnya," ucap Aiman.
"Sekali lagi memang perdebatan masalah RUU ini pro LGBT, tapi ada yang mengatakan tidak pro LGBT," kata Yandri.
• Usul Tunda Bahas RUU PKS hingga 2021, Komisi VIII DPR: Pembahasannya Agak Sulit
Menurutnya, setiap orang maupun setiap organisasi masayarakat memiliki pandangannya sendiri terkait masalah orientasi seksual di Indonesia.
"Pertama kan masalah orientasi seks, yang menjadi persoalan sangat serius karena itu menyangkut cara pandang, tafsir, masing-masing individu negara Indonesia, masing-masing ormas, tentu itu banyak perbedaan," katanya.
Seperti adanya perbedaan budaya di Aceh dan Papua terkait aurat.
Sehingga RUU PKS membutuhkan pembahasan yang cukup panjang.
"Kalau di Aceh orang membuka aurat menjadi masalah, kalau di Papua justru membuka aurat yang ditunggu-tunggu misalnya koteka ini akan menjadi perdebatan sangat panjang."
"Nah oleh karena itu, hal-hal yang sangat detail ini mau diatur sedemikian rupa perlu diskusi yang panjang," jelas Yandri. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Gipty)