Breaking News:

Terkini Nasional

Pihak Kontra Draft RUU PKS Curiga Usulnya Diabaikan DPR, LBH APIK: Itu Prasangka Ada Negosiasi

Ketua Perhimpunan GiGa Indonesia Euis Sunarti menduga ada kecurangan yang membuat DPR menolak usul mereka pada RUU PKS.

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Ananda Putri Octaviani
Capture YouTube Najwa Shihab
Perdebatan terjadi antara Ketua Perhimpunan Giga Indonesia Euis Sunarti (kiri) dan Peneliti LBH APIK Dian Novita (kanan) tentang RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, dalam acara Mata Najwa, Rabu (8/7/2020). 

TRIBUNWOW.COM - Ketua Perhimpunan Penggiat Keluarga (GiGa) Indonesia Euis Sunarti menduga ada kecurangan yang membuat DPR menolak usul mereka pada Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Namun Peneliti Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Dian Novita menyebutkan tuduhan itu hanya prasangka.

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam tayangan Mata Najwa di kanal YouTube Najwa Shihab, Rabu (8/7/2020).

Sejumlah perempuan dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) melakukan aksi damai saat Car Free Day di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/8/2019).
Sejumlah perempuan dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) melakukan aksi damai saat Car Free Day di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/8/2019). ((WARTAKOTA/Angga Bhagya Nugraha))

DPR Tunda RUU Kekerasan Seksual karena Sulit dan Waktu Sempit, Siti Aminah: Saya Tak Habis Pikir

Sebelumnya Euis menyampaikan ada sejumlah poin yang diusulkan tetapi ditolak pembahasannya untuk masuk dalam draft RUU PKS.

Usul tersebut termasuk definisi kekerasan seksual yang dinilai sudah cukup dimuat dalam Undang-undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), sehingga tidak perlu diulang lagi.

Ia menduga ada negosiasi antara pihak pengusung RUU PKS dengan Komisi VIII DPR.

"Draft terakhir itu memang sepertinya sudah mengakomodasi, tapi kemudian sepertinya ada negosiasi lagi dengan para pengusung," ungkap Euis Sunarti.

"Kita tidak tahu draft terakhirnya seperti apa," tambahnya.

Mendengar hal itu, Dian Novita langsung membantah.

Ia menegaskan pernyataan Euis adalah kecurigaan semata.

"Itu prasangka, Bu, namanya. Ada negosiasi lagi 'kan di belakang? Negosiasinya di mana?" sanggah Dian Novita.

"Anda 'kan enggak tahu apa yang kami tahu. Boleh Anda menyampaikan itu asumsi, kami punya buktinya," kata Euis.

Presenter Najwa Shihab menengahi dan meminta Dian menegaskan jawabannya.

"Anda membantah itu? Tidak ada negosiasi?" tanya Najwa Shihab.

Dian menyebutkan tidak pernah ada diskusi di belakang mengenai pembahasan RUU PKS.

Sebagai pihak pengusung, Dian menegaskan hanya menyampaikan aspirasi tentang pentingnya pengesahan RUU PKS.

Usul Tunda Bahas RUU PKS hingga 2021, Komisi VIII DPR: Pembahasannya Agak Sulit

"Tidak ada negosiasi. Kalau namanya masyarakat menyampaikan aspirasi, sama, kelompok Bu Euis juga seperti itu," jelas Dian Novita.

"Sama, kami juga melakukan itu," tegasnya.

Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (Pusako Unand) Feri Amsari menjelaskan tugas DPR adalah menengahi pihak pro dan kontra dalam pembahasan suatu RUU.

"Sebenarnya yang membuat saya bingung adalah DPR. Tadi Bu Euis sudah bilang bahwa masukan mereka sudah ditampung dalam draft pemerintah," kata Feri Amsari.

Ia menyoroti dicabutnya RUU PKS dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas karena dinilai pembahasannya terlalu sulit.

"Pertanyaannya, setelah ditampung dan pihak-pihak sudah memberikan masukan masing-masing, ada draft yang disepakati banyak pihak yang bertentang," papar Feri.

"Kenapa tidak dibahas dan dilanjutkan dalam Prolegnas?" tanya dia.

Lihat videonya mulai menit 11:20

Pidana dalam RUU PKS

Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) menuai kontroversi.

Meski demikian DPR kini tengah menarik RUU PKS dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas (2020).

Beberapa hal yang menjadi kontroversial terkait apakah berkedip dan bersiul ke lawan jenis bisa terkena pidana.

 Sederet Alasan DPR Usul Tunda Bahas RUU PKS, dari Sulit Dibahas hingga Membebani DPR

Seperti yang ditanyakan oleh Presenter Aiman di acara 'Sapa Indonesia Malam' Kompas TV, pada Kamis (3/7/2020).

Selain soal kedip dan siulan, Aiman juga bertanya apakah RUU PKS pro dengan LGBT.

"Kemudian yang dianggap kontroversi di RUU PKS ini pertama adalah melegalkan LGBT jadi di sini disebutkan bahwa ada pasal yang menyampaikan bahwa tidak boleh melakukan serangan terhadap hasrat yang tidak jelas, hasral seksual tidak jelas kemudian ini dianggap sebagai ke arah LGBT, jadi tidak boleh sama sekali melakukan penyerangan ke sana."

"Kemudian yang kedua adalah kedip dan siul itu hanya bisa kena pidana, kalau selama ini katakanlah mengedip lawan jenis atau sesama jenis misalnya tidak kena pidana, ini kedip lawan jenis atau sesama jenis bisa kena pidana, termasuk juga bersiul, benarkan hal-hal yang demikian jadi kontroversi?" tanya Aiman.

Ketua Komisi VIII DPR fraksi PAN, Yandri Susanto justru tak menjawab pertanyaan itu.

Ia hanya mengatakan bahwa RUU PKS ini mengandung hal-hal yang sangat detail.

Terkait LGBT, ada yang merasa RUU PKS ini mendukung tindakan tersebut.

Namun, ada pula yang merasa tidak demikian.

"Ini memang banyak sekali karena mengatur hal-hal sangat detil sifatnya," ucap Aiman.

"Sekali lagi memang perdebatan masalah RUU ini pro LGBT, tapi ada yang mengatakan tidak pro LGBT," kata Yandri.

 Usul Tunda Bahas RUU PKS hingga 2021, Komisi VIII DPR: Pembahasannya Agak Sulit

Menurutnya, setiap orang maupun setiap organisasi masayarakat memiliki pandangannya sendiri terkait masalah orientasi seksual di Indonesia.

"Pertama kan masalah orientasi seks, yang menjadi persoalan sangat serius karena itu menyangkut cara pandang, tafsir, masing-masing individu negara Indonesia, masing-masing ormas, tentu itu banyak perbedaan," katanya.

Seperti adanya perbedaan budaya di Aceh dan Papua terkait aurat.

Sehingga RUU PKS membutuhkan pembahasan yang cukup panjang.

"Kalau di Aceh orang membuka aurat menjadi masalah, kalau di Papua justru membuka aurat yang ditunggu-tunggu misalnya koteka ini akan menjadi perdebatan sangat panjang."

"Nah oleh karena itu, hal-hal yang sangat detail ini mau diatur sedemikian rupa perlu diskusi yang panjang," jelas  Yandri. (TribunWow.com/Brigitta Winasis/Gipty)

Tags:
RUU PKSDPRLembaga Bantuan Hukum (LBH)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA
KOMENTAR

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved