Tips Kesehatan
Dokter Spesialis Paru Jelaskan Virus Corona: Sudah Teridentifikasi dan Makin Banyak Orang Terinfeksi
Dokter Spesialis Paru-paru RS Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan, menjelaskan virus corona tidak sefatal virus SARS.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Novel coronavirus (virus corona jenis baru) yang muncul dari Wuhan, China, diketahui menyerang organ pernapasan manusia.
Meskipun demikian, menurut Dokter Spesialis Paru-paru RS Persahabatan Jakarta, Erlina Burhan, virus tersebut tidak sefatal virus SARS.
Diketahui, Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) yang juga menjangkit organ pernapasan sempat mewabah pada tahun 2003.
• Tak Khawatir Potensi Terkena Penyebaran Coronavirus, Pemprov Bali Enggan Batasi Wisatawan China
Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Wiendra Waworuntu, awalnya menjelaskan virus corona.
Menurut Wiendra, virus corona serupa dengan MERS (Middle East Respiratory Syndrome) yang beredar di Timur Tengah dan SARS yang beredar di China.
"Jadi, coronavirus sejenis itu. Satu famili," kata Wiendra Waworuntu dalam tayangan Sapa Indonesia Malam di KompasTV, Kamis (23/1/2020).
Wiendra Waworuntu menjelaskan virus corona adalah virus jenis baru.
"Jadi dia tidak pernah ada, kemudian ada," kata Wiendra.
"Jadi karena dia baru, tidak pernah ada, maka dia disebut (virus) baru. Novel coronavirus 2019 bahkan," jelasnya.
Awalnya, virus ini disebut sebagai pneumonia Wuhan karena belum diidentifikasi jenisnya.
Menurut Dokter Erlina Burhan, terjadi mutasi genetik dari virus yang tadinya hanya ada di hewan tersebut.
"Terjadi mutasi genetik dari suatu virus yang tadinya hidup di hewan lalu menular bisa hidup di manusia," kata Erlina dalam tayangan yang sama.
"Untuk (virus) dari hewan bisa hidup di manusia harus ada penyesuaian dan itu biasanya mutasi," lanjutnya.
• Bandara SMB II Palembang Siagakan Thermal Scanner untuk Cegah Virus Corona Masuk ke Indonesia
Erlina menjelaskan tingkat mutasi pada virus corona berbeda dengan yang ada di virus MERS atau SARS.
"Tentu saja karena sesuatu yang baru, data terus dicari, terus diteliti, supaya kita lebih tahu lagi ini apa," jelas Erlina.