Kalimantan Timur Ibu Kota Baru
Lubang Tambang di Kaltim Sudah Telan 36 Korban Jiwa, Warga: Saya Lihat Cucu Mengambang di Danau
Setidaknya 36 orang yang di bawah umur tewas di lubang tambang bekas galian batu bara di berbagai wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) sejak 2011.
Editor: Rekarinta Vintoko
"Pikiran saya tidak karuan. Malam itu kami masih tidur bareng. Sorenya dia sudah tidak ada," kata Purwanti.
"Itu jelang Lebaran. Dia ajak kami ke Ramayana, tapi ayahnya bilang hari Rabu saja. Ternyata Rabu sore itu dia meninggal."
"Saya minta dimimpikan anak saya, ingin sekali, tapi tidak ada. Mungkin di sana kehidupannya sudah lebih nyaman," ujarnya.
Saat berita ini terbit, belum ada satu orang pun yang dipidana atas kejadian tersebut.
Purwanti adalah generasi ketiga transmigran di Samarinda.
Seperti dirinya, sebagian besar warga Kecamatan Palaran adalah anak-cucu pendatang yang dipindahkan pemerintahan Orde Baru dari Jawa. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai peladang.
Natasya bukan korban jiwa terakhir di lubang tambang Kaltim. Agustus lalu, pemuda bernama Hendrik Kristiawan (25 tahun) kehilangan nyawa di bekas galian batu bara yang urung direklamasi di Kecamatan Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara.
Samboja adalah lokasi yang dipilih pemerintah untuk menjadi ibu kota baru Indonesia. Wilayah itu bersebelahan dengan Sepaku, kecamatan di Kabupaten Penajam Paser Utara, yang juga bakal menjadi pusat negara.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mencatat, sejak 2011 korban tewas di lubang tambang tersebar di Samarinda (21 orang), Kutai Kartanegara (13), Kutai Barat (1) dan Penajam Paser Utara (1).
"Angka-angka itu tidak kecil. Ini pelanggaran HAM berat, meski Komnas HAM belum berani menyatakan itu," kata koordinator Jatam wilayah Kaltim, Pradarma Rupang.
"Ini pembunuhan terstruktur akibat kelalaian industri dan pemerintah memastikan keselamatan publik," ujarnya menuding.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan 4/2014 menyebut reklamasi bekas galian tambang sebagai upaya menata dan memulihkan kualitas lingkungan agar kembali berfungsi sesuai peruntukannya.
Seluruh perusahaan pemegang izin usaha pertambangan, baik yang bersifat umum atau khusus, wajib mereklamasi lahan yang mereka gali dalam setiap tahapan operasional.
• Profil Bambang Brodjonegoro, Menristek dan Kepala Badan Riset yang Dulu Urus Ibu Kota Baru
Lahan yang telah pulih harus mereka kembalikan ke pejabat penerbit izin: bupati, wali kota, gubernur atau menteri.
Rupang menuding, tidak sedikit perusahaan yang melanggar jarak minimal pertambangan dengan permukiman, yaitu 500 meter.