Pemilu 2019
Mahkamah Konstitusi Kabulkan Uji Materi Sejumlah Pasal di UU Pemilu, KPU Berencana Ubah PKPU
KPU berencana mengeluarkan surat edaran atau mengubah peraturan setelah MK mengabulkan uji materi atas sejumlah pasal dalam UU Pemilu.
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
Sementara, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan keterangan ini akan berbentuk dalam surat keterangan (Suket) KTP.
Menurutnya, hal ini sebenarnya sudah berlaku saat penyelenggaran pilkada serentak.
"Jadi ini mereka yang sudah terekam, sudah punya NIK, tetapi KTP fisiknya belum ada," kata Bahtiar saat dihubungi BBC News Indonesia, Kamis (28/03).
Bahtiar menambahkan, saat ini pihaknya menunggu keputusan dari KPU untuk melakukan perekaman dan memasukkan pemilih ke dalam DPT.
• Daftar 51 Lembaga Pemantau Pemilu 2019 yang Terverifikasi oleh Bawaslu
Seperti apa putusan MK atas uji materi UU Pemilu?
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian gugatan dalam UU Pemilu. MK memutuskan KTP elektronik tidak menjadi satu-satunya syarat untuk melakukan pemungutan suara. Alternatifnya diganti dengan surat keterangan Dukcapil.
"Tidak ada identitas lainnya yang setara dengan KTP elektronik. Sangat kecil peluang menyalahgunakan. Sudah tepat dan proporsional," kata Palguna saat membacakan pertimbangan MK.
Selain itu, MK memutuskan pemilih dalam kondisi sakit, terkena bencana, masuk penjara atau dinas luar kota untuk masuk dalam DPT tambahan paling lambat 7 hari sebelum pemungutan suara berlangsung.
Sebelumnya, dalam UU Pemilu, DPT tambahan dibatasi sampai 30 hari sebelum pemungutan suara.
MK juga menambah waktu penghitungan suara 1 hari plus 12 jam setelah pemungutan suara berlangsung. MK juga menegaskan agar KPU bisa membuat TPS khusus di lokasi-lokasi yang terkonsentrasi dengan pemilih, seperti di dalam penjara.
• Pemilu Libatkan Pemantau Asing, Pengamat Politik Minta Masyarakat Lebih Percaya pada KPU dan Bawaslu
Keputusan itu diambil dalam pembacaan putusan uji materi Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, Kamis (28/03) sekitar pukul 13.30 WIB di Gedung MK, Jakarta.
Dalam pertimbangannya, Hakim MK I Gede Palguna mengatakan hak pilih tidak bisa dibatasi oleh syarat tertentu, seperti dilaporkan wartawan Muhammad Irham untuk BBC News Indonesia.
Akan tetapi, menurut majelis hakim, KTP elektronik merupakan identitas resmi penduduk yang wajib dibawa ke mana-mana dan dapat dipertanggungjawabkan pemiliknya.
"Tidak ada identitas lainnya yang setara dengan KTP elektronik. Sangat kecil peluang menyalahgunakan. Sudah tepat dan proporsional," kata Palguna saat membacakan pertimbangan MK.
Namun, untuk menekan jumlah angka golput karena tidak memilik KTP Elektronik, MK mengatakan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil perlu mengeluarkan pengganti KTP elektronik sebagai syarat pemilih untuk memungut suara.