Kabar Tokoh
Pernyataannya di ILC Dinilai Memperkeruh Suasana, Mahfud MD: Saya Minta Maaf Bukan karena Salah
Mantan Ketua MK Mahfud MD menyampaikan permintaan maaf terkait pernyataannya di program Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (19/3/2019) lalu.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Rekarinta Vintoko
“Saya harus tegaskan di sini. Apa yang berlaku pada Prof. Yudian tadi, juga berlaku untuk semua rektor,” kata beliau. Tepuk tangan kembali riuh.
Saya kira, banyak pihak merasa lega dengan tanggapaan Pak Menteri yang melengkapi pernyataan Prof. Yudian malam itu.
Kejadian di atas mungkin tidak akan saya tulis, andai tidak ada OTT KPK terhadap politisi Romahurmuziy yang disusul serangkaian berita media yang cenderung menyudutkan Kemenag RI.
Tayangan ILC di TV One minggu lalu makin memperkeruh suasana, terutama pernyataan Mahfud MD bahwa ada orang yang mengatakan padanya, seorang calon rektor diminta membayar Rp 5 miliar oleh pihak tertentu.
Mahfud mungkin tidak salah dengar. Hanya, apakah masuk akal, orang mau membayar Rp 5 miliar untuk menjadi rektor?
Berapa sih gaji rektor? Bagaimana cara dia mengembalikan uang sebanyak itu jika nanti sudah dilantik? Dengan korupsi?
Nalar sederhana saja akan mengatakan, hal itu kemungkinannya sangat tipis. Dalam Ilmu Hadis, ini namanya kritik matan, kritik terhadap makna sebuah pernyataan.
Selain kritik matan, yang penting juga adalah kritik sanad, yakni sumber informasi.
Tampaknya asal mula informasi Mahfud adalah dari orang yang tidak berhasil menjadi rektor. Karena itu, informasi tersebut perlu diklarifikasi.
Akan lebih berimbang jika Mahfud juga bertanya kepada calon rektor lainnya atau ILC menghadirkan dan memberi kesempatan kepada pihak berwenang di Kemenag untuk menanggapi.
Karena ILC bisa ditonton di mana-mana, bahkan kemudian beredar di media sosial untuk seluruh dunia, wajar jika hal ini laksana bola liar.
Meskipun Mahfud hanya mengatakan, ada informasi bahwa calon rektor dimintai Rp 5 miliar, imajinasi orang bisa tergiring untuk menuduh bahwa orang yang akhirnya dilantik Menteri Agama menjadi rektor adalah yang (mungkin) mau membayar Rp 5 miliar!
Kita memang tidak tahu seberapa liar imajinasi itu berputar di benak publik.
Namun, reaksi keras Rektor UIN Alauddin Makasar dan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bisa dipahami, karena pemilihan rektor di dua kampus itu disebut-sebut Mahfud.
Ada kekhawatiran, martabat dua UIN yang hebat itu (keduanya terakreditasi A) akan tergerus. Bahkan, STAIN, IAIN dan UIN lain pun bisa terbawa-bawa.
Karena itu, baik kalangan elit ataupun publik, lebih khusus lagi media massa, diharapkan menampilkan berita dan narasumber yang berimbang dari pihak-pihak terkait, agar masyarakat bisa melihat gambaran yang lebih utuh.
Kita punya dua mata, dua telinga, dua kaki, dua tangan, dan dua lubang hidung yang harus digunakan serempak jika kita ingin menangkap dan memahami realitas dengan lebih tepat.
Sikap berimbang itu lebih wajib lagi bagi warga Kemenag sendiri. Jika memang ada korupsi, tentu wajib disesali dan diperbaiki.
“Allah tidak menzalimi mereka, tetapi merekalah yang menzalimi diri sendiri,” kata Alqur’an.