Fahri Hamzah Soroti Inpres Penanganan Dampak Gempa NTB yang Telah Diteken Presiden Jokowi
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuliskan kultwit panjang terkait instruksi presiden (Inpres) tentang penanganan dampak bencana gempa bumi di Lombok.
Penulis: Vintoko
Editor: Wulan Kurnia Putri
Oleh sebab itu, Atas Inpres yang telah diterbitkan oleh presiden. Saya punya beberapa catatan sebagai berikut, catatan ini tidak ditulis sembarangan tetapi hasil pengamatan data dan fakta lapangan:#GempaNTB
1. Politik kebijakan Presiden yang hanya mengeluarkan putusan berupa Instruksi Presiden adalah catatan yang harus digaris bawahi karena hal tersebut menujukkan tingkat keseriusan pemerintah pusat dalam menangani gempa Lombok Sumbawa.
Status Instruksi Presiden hanyalah dalam rangka memberikan landasan legal kepada kementerian untuk mengelola program regulernya dalam menangani gempa Lombok Sumbawa.
Tak ada struktur komando tunggal, empat Menko akan bekerja dengan irama dan dan nada birokrasi normal, demikian dengan kementerian akan bekerja dalam garis kordinasi normal.
Artinya Inpres yang baru ditandatangani oleh Presiden Jokowi tersebut hanyalah memuat daftar dan pembagian kerja melalui birokrasi normal, bukan melalui “birokrasi bencana” yang bisa menembus barier normatif birokratik untuk bisa mengakselerasi proses pemulihan.
Berbeda dengan politik kebijakan pemerintah dalam menangani gempa Aceh dan Jogja. Presiden SBY mengeluarkan Perppu Nomor 2 tahun 2005 Tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Kepres No. 9 Tahun 2006 Tentang Tim Kordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Jogja.
Inpres ini hanya sebatas mengkonsolidasi program reguler yang ada dikementerian tanpa ada struktur khusus, sumber pembiayaan jelas, dan target kerja sebagaimana dalam Perppu Aceh dan Kepres Jogja, ini penanda tingkat keseriusan pusat dalam memberi perhatian pada pemulihan NTB.
2. Instruksi Presiden 5/2018 ditujukan kepada 31 pihak terdiri dari 25 unsur kementrian/lembaga, dan 6 unsur pemerintah daerah yang terdiri dari pemerintah provinsi NTB beserta 5 bupati/walilkota sepulau Lombok.
Tidak disebutnya Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat secara ekplisit dalam Inpres ini mencipta protes keras dari masyarakat korban gempa di wilayah tersebut. Pusat seperti Gak paham ada pulau kelahiran saya ini.
Hampir tiap jam Saya mendapat laporan protes dari masyarakat NTB karena gempa 6.9 SR tanggal 19 Agustus justru memiliki daya rusak besar di dua kabupaten tersebut. Padahal Inpres dikeluarkan 4 hari pasca 2 Kabupaten di Pulau Sumbawa tersebut liuluh lantah.
Meski Saya menangkap bahwa Pemerintah tidak sedang mengesampingkan wilayah terdampak gempa lain di NTB, namun psikologi bencana membuat masyarakat sensitif dan merasa dianaktirikan.
Dari keterangan Posko BPDB per 22 Agustus 2018, kita dapatkan informasi gelombang gempa yang terakhir pada 19-20 Agustus, menyebabkan 7 korban meninggal dunia di Sumbawa dan KSB, 62 orang luka-luka, dan diperkirakan 6.236 rumah rusak.
Saya berharap pemerintah memiliki sensitifitas yang tinggi dalam membuat klausul kebijakan mengingat psikologi bencana membuat perasaan masyarakat dan korban sangat sensitif.
3. Inpres 5/2018 tidak menjangkau 3 unsur kementrian/lembaga yang hemat saya, penting untuk dilibatkan. 3 unsur kementrian tersebut adalah Kementrian Desa, BAPPENAS dan Kementrian Pariwisata.
a. Peran Kementrian Desa sangat penting karena lokasi gempa berada di wilayah-wilayah desa di Pulau Lombok-Sumbawa. Dari pemantauan yang Saya lakukan bersama tim, kita jumpai beberapa desa berinisiatif untuk menggunakan alokasi dana di desanya untuk menangani dampak gempa.