Breaking News:

Fahri Hamzah Soroti Inpres Penanganan Dampak Gempa NTB yang Telah Diteken Presiden Jokowi

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menuliskan kultwit panjang terkait instruksi presiden (Inpres) tentang penanganan dampak bencana gempa bumi di Lombok.

Penulis: Vintoko
Editor: Wulan Kurnia Putri
Grafis Tribunwow/Kurnia Aji Setyawan
Fahri Hamzah 

Melibatkan pemerintahan desa sangatlah penting, Desa adalah “unit terkecil” negara. Mereka memang korban, namun sebagai korban mereka memiliki “daya tahan” untuk bangkit dan terlibat aktif.

Disinilah letak peran penting Kementrian Desa bersama Kementrian Dalam Negeri, untuk memberikan regulasi dan kepastian pada aparatur desa untuk bertindak pada wilayah kewenangannya.

b. Yang juga terabaikan dalam Inpres ini adalah Kementrian Pariwisata. Dalam berbagai keterangan, salah satu alasan ditolaknya status bencana nasional adalah karena mengingat dampaknya bagi pariwisata.

Rocky-Ratna Tak Diizinkan Isi Diskusi, Sudjiwo Tedjo dan Syamsuddin Haris Beri Tanggapan

Secara faktual, wisatawan pada pusat-pusat gempa telah pergi digantikan oleh relawan yang datang. Memang hal ini akan memberikan tekanan bagi sektor pariwsata NTB karena sektoe pariwisata ini menggerakkan sektor ekonomi lainnya.

Disisi Pemda, utamanya Pemkab, akan ada tekanan pada pendapatan asli daerah, karena pajak hotel, pajak restoran dan sumber2 PAD lainnya tertekan. Di sisi masyarakat, mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan rumah tinggal. Ada ancaman kemiskinan dan pengangguran yang bertambah.

Maka dalam rencana kerja pemulihan, Kementerian Pariwisata harus terlibat aktif mengambil bagian secara serius dengan time table dan alokasi anggaran yang jelas. Karena bukan hanya rumah dan infrastruktur yang mesti ditangani, tapi yang juga perekonomian NTB seluruhnya.

Dan salah satu income terbesar NTB datang dari sektor pariwisata. 400 ribu pengungsi jika kehilangan sumber-sumber ekonomi dan titik produktifnya akan berkembang menjadi permasalahan yang serius bagi ekonomi NTB.

c. Saya juga merasa aneh Kementerian Bappenas tidak dilibatkan. Jika kita menganggap pemulihan Lombok-Sumbawa ini akan panjang, maka peran Bappenas sangat penting dalam mengintegrasikan langkah-langkah penanganan dalam perencanaan panjang yang lebih solid.

Penanganan gempa Lombok-Sumbawa mesti menjadi nomenklatur khusus dalam perencanaan nasional. Mesti dan harus. Saya mencoba membandingkan pengalaman penanganan bencana semasa pak SBY di Aceh dan Yogya.

DI Yogya, seluruh kerja kementrian diintegrasikan dalam Tim Koordinasi Rehabilitasi dan Rekonstruksi yang dikomandani langsung oleh Menko Perekonomian dengan wakil MenkoKesra. Gubernur DIY dan Jateng menjadi semacam ketua pelaksana.

Semua dihimpun dalam satu struktur kerja tersendiri, bukan dalam birokrasi normal. Jadi setiap keluh kesah terkait penanganan gempa Yogya, alamat dan tagihannya jelas.

Begitupun dengan penanganan pada dampak Tsunami Aceh, pada waktu itu, Presiden SBY menerbitkan Perpu No 2 Tahun 2005 tentang BRR yang menangani Aceh dan Nias. Presiden SBY merespon Aceh dengan Perpu BRR. Alokasi sumber dana dan sumber dayanya lebih spesifik.

Dalam Kepres Yogya dan Perpu Aceh, kita temukan “kepastian” birokrasi, dan “kejelasan” koordinasi.

Diluar soal kelembagaan penanganan pasca gempa. Yang juga mesti diperhatikan soal alokasi pembiayaan. Untuk tahun anggaran 2018, tidak ada APBN Perubahan. Provinsi NTB juga belum mengesahkan APBD Perubahan, begitu juga dengan kabupaten/kota terdampak.

Sumber pembiayaan ini mesti diperhitungkan secara serius. BNPB menaksir, kerugian 7,7 Triliun. Sebagian yang lain menaksir lebih besar.

Halaman
1234
Sumber: TribunWow.com
Tags:
Presiden Joko Widodo (Jokowi)Fahri HamzahNTB
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved