Guru Segala Cuaca Anak-anak di Pedalaman Papua, Bukan Sekadar Mata Pelajaran Semata
Kisah perjuangan guru di pedalaman Papua, tepatnya di Kabupaten Maapi, Papua Selatan yang berjuang mendidik anak pedalaman Papua.
Penulis: Adi Manggala Saputro
Editor: adisaputro
“Awal datang di bulan September 2019. Dan sudah 2 tempat tugas yang saya tempati yang pertama itu di SD Amajaman, Kampung Masin, Distrik Obaa. Yang kedua di SMP Negeri 1, Venaha, Distrik Venaha, masing-masing sekolah sudah 3 tahun,” jelas Lukman.
Awalnya, Lukman datang di pedalaman Papua karena turut serta dalam program Pemerintah Kabupaten Maapi yang bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada.
Program itu dinamakan Guru Penggerak Daerah Terpencil atau disingkat GPDT.
“Jadi awal mula datang itu karena ada program dari Pemerintah Kabupaten MAAPI berkerjasama dengan Universitas Gajah Mada dengan nama Guru Penggerak Daerah Terpencil atau yang disingkat GPDT,” ujarnya.
Lukman menceritakan, sebelum mengikuti program GPDT, dirinya pernah bekerja sebagai security di salah satu rumah sakit.
Padahal saat itu, dirinya sudah mendapatkan gelar sarjana pendidikan (S.Pd).
“Ya saya juga kurang ini ya kadang saya tidak tahu juga nasib saya, karena awalnya kan. Ini saya kerja di rumah sakit sebagai security Walaupun sudah sarjana SPD kan. Terus tiba tiba mencoba melamar itu dan juga saya juga datang itu dengan apa ya, dengan pertimbangan berat itu. Tidak bisa karena kita sudah nyaman, terus mau menjelajah ke jauh dari tempat tinggal kita kan khawatir juga apalagi kondisi Papua saat itu,” bebernya,
Pria berusia 30 tahun itu menceritakan, awalnya, ia hanya di kontrak selama 2 tahun.
Setelah itu, Lukman bisa kembali ke Tegal dan meniti karier berikutnya di Jawa.
Namun, Lukman mengaku pilih untuk menetap karena ia merasa anak-anak didiknya di pedalaman Papua sangat membutuhkannya.
“Tujuan awal kan karena kontrak di itu kan kontraknya hanya 2 tahun, jadi 2 tahun kita bisa pulang lah begitu. Tapi ternyata setelah 2 tahun dan hati ini kayak tidak bisa keluar begitu karena merasakan anak-anak kan butuh sosok guru. Butuh bimbingan jadi kayak mau keluar dari Papua itu susah. Awalnya memang bisa pulang setiap 2 tahun. Jadi awalnya kan kontrak 2 tahun terus tahun terakhir yang 2021, kontrak mau habis ikut seleksi P3K dan lolos.”
“Terus 2022 itu kita menggantung, status kita menggantung antara terima SK atau kontrak yang GPDT itu diputuskan jadi menggantung. Satu tahun itu kita bimbang, mau pulang takut nanti terima SK. Kan begitu jadi ya, mengajar seperti biasa saja di tahun itu. Dan ternyata di tahun 2023 ada SK keluar. Akhirnya pindah ke sini di 2023. Di tempat tugas yang kedua,” ungkap Lukman.
Keluarnya SK PPPK di tahun 2023 membuat Lukman yang awalnya mengajar di Distrik Obaa dipindah tugaskan ke Distrik Venaha.
Di mana, jarak dari tempat tinggalnya ke distrik atau pusat kota sangat jauh.
Berbeda dengan saat dirinya masih mengajar di Distrik Obaa.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wow/foto/bank/originals/Lukman-Papua-22.jpg)