Polemik Pejabat Negara
3 Kebijakan Bahlil Lahadalia yang Dinilai Kontroversial: Monopoli BBM sampai Batasi Gas LPG
Simak 3 kebijakan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang kerap jadi sorotan.
Penulis: Magang TribunWow
Editor: Tiffany Marantika Dewi
2. Kebijakan Pembatasan Gas LPG 3 kg
Dilansir dari Tribunnews, pada 1 Februrai 2025, Bahlil Lahadalia mengeluarkan kebijakan soal pembatasan pembelian gas LPG 3 kg.
Gas LPG 3 kg tidak dijual lagi di pengecer, melainkan lewat pangkalan resmi.
Selain itu, masyarakat yang membeli harus menunjukkan NIM dan KTP.
Hal ini mengakibatkan antrean pembelian gas LPG 3 kg mengular di beberapa daerah.
Kebijakan itu banyak dikecam karena disebut akan berpotensi mematikan UMKM.
Pengamat ekonomi dan energi dari UGM, Fahmi Radhi, melalui Kontan mengatakan jika aturan ini sulit diterapkan bagi pengusaha kecil karena mereka butuh modal besar untuk menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina.
"Mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina karena dibutuhkan modal yang tidak kecil untuk membayar pembelian LPG 3 dalam jumlah besar," ujar Fahmi.
Ia menilai, seharusnya ada tahap transisi yang diberikan pemerintah agar tidak segera memunculkan kelangkaan LPG 3 kg yang ekstrem.
Baca juga: BREAKING NEWS Daftar 5 Menteri Dicopot, Reshuffle Kabinet Prabowo: Sri Mulyani Diganti Purbaya Yudhi

3. Kebijakan Pertambangan Nikel di Raja Ampat
Menteri Bahlil membuat polemik yang ramai digaungkan di media sosial hingga aktivis Greenpeace soal izin penambangan di Raja Ampat.
Greenpeace mengungkap jika penambangan itu ilegal karena terjadi di sejumlah pulau-pulau kecil di Raja Ampat.
Padahal berdasarkan Undang-Undang, pulau kecil itu masuk katergori yang tidak boleh ditambang.
Namun, saat itu Bahlil tetap memberikan izin tambang hingga muncul #SaveRajaAmpat untuk melawan kebijakan Bahlil.
Pada 5 Juni, Bahlil menghentikan sementara aktivitas penambangan.
Menanggapi keputusan ini, pengamat maritim Dewan Pakar Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Marcellus Hakeng Jayawibawa, melalui Tribunnews menilai jika seharusnya pertambangan ditiadakan sama sekali di Raja Ampat.