Polisi Tembak Polisi
Jawaban ART Ferdy Sambo Berubah-ubah Setiap Ditegur, Hakim Ingatkan Ancaman Pidana: Pikirkan Dulu
ART Susi memberikan jawaban yang berbeda-beda setiap kali dirinya ditegur oleh hakim.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Susi beberapa kali memberikan keterangan berbeda-beda dalam proses sidang kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J pada sidang Senin (31/10/2022).
Susi yang dihadirkan sebagai saksi diketahui bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART) keluarga Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi alias PC.
Dikutip TribunWow dari Kompastv, awalnya Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santosa menanyakan kapan PC pindah ke Saguling.
Baca juga: Mau Memaafkan jika Ferdy Sambo Berlutut seperti Bharada E, Keluarga Brigadir J: Hukum Tetap Berjalan
Susi lalu menjawab dengan cepat bahwa PC pindah ke Saguling 2021 tapi lupa bulan apa.
"Cepat sekali saudara mengatakan lupa," kata hakim.
"Ini pertanyaan saya pelan-pelan lho, bukan ngejar saudara."
Kemudian saat kembali ditanya, Susi baru menjawab bahwa PC pindah ke Saguling sesudah lebaran tahun 2021.
Hakim lalu menanyakan apa alasan PC pindah.
"Saya tidak tahu itu," kata Susi.
"Tidak tahu? Tidak tahu atau tidak mau tahu," ujar hakim.
"Tidak tahu," kata Susi.
Hakim kemudian menanyakan apakah Sambo ikut pindah ke Saguling atau menetap di Bangka.
"Pindah ikut ke Saguling," kata Susi.
"Yang ini saudara cepat jawabnya, yang tadi lupa, mana yang benar? Saudara disumpah lho," saut hakim.
Hakim kembali menanyakan soal Sambo apakah ikut pindah ke Saguling atau tidak.
"Ikut," jawab Susi singkat.
Hakim kemudian memeringatkan jika keterangan Susi berbeda dengan saksi lainnya maka Susi dapat dikenakan ancaman hukuman pidana.
"Pikirkan dulu, jangan jawab cepat-cepat, saya enggak nanya langsung buru-buru jawab," ucap hakim.
Saat ditanya lagi soal Sambo apakah ikut pindah atau tidak, Susi tetap menjawab ikut.
Susi lalu terdiam cukup lama saat ditanya apakah Sambo tinggal di sana setiap hari atau tidak.
"Yang ini saudara jawabnya susah," ujar hakim.
"Tidak juga," jawab Susi.
"Seberapa sering Ferdy Sambo tinggal di Saguling?" tanya hakim.
"Atau tidak pernah sama sekali, semenjak Putri Candrawathi pindah."
"Sering ke Saguling," kata Susi.
Susi menjelaskan bahwa Sambo tidur di Saguling.
Hakim lalu melihat keanehan dari Susi yang terus-terusan memberikan jawaban berbeda-beda.
"Tadi saudara bilang tidak sering, jawaban saudara berubah-ubah, ada apa?" kata hakim.
"Nanti kami panggil saksi-saksi lain, kalau keterangan saudara berubah, saya perintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk memproses saudara," tegas hakim kepada Susi.
Saat ditanya kembali seberapa sering Sambo ke Saguling, Susi mengaku tidak tahu seberapa sering.
"Saya tidak tahu seberapa seringnya, tapi sering datang," kata Susi.
Susi lanjut mengaku tidak tahu dalam seminggu berapa kali Sambo berkunjung ke Saguling.
Baca juga: Pakar Sebut Dugaan Pelecehan Brigadir J ke Putri Candrawathi Tak Akan Ringankan Hukuman Ferdy Sambo

Salahkan Perintah Atasan
Di sisi lain, bermacam-macam cara dilakukan para terdakwa obstraction of justice kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J dalam persidangan.
Dilansir TribunWow.com, sejumlah pejabat Polri bekas anak buah Ferdy Sambo tersebut berupaya meringankan hukuman dan lepas dari dakwaan.
Namun alasan yang digunakan tak jauh-jauh dari dalih diperintah atasan hingga mengaku tak tahu soal pelanggaran terkait bukti CCTV.
Mereka adalah Brigjen Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Arif Rachman Arifin, Chuck Putranto, Irfan Widyanto, dan Baiquni Wibowo.
Sebagai informasi, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widyanto, dan Baiquni Wibowo telah resmi diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH) dari Polri.
Sementara Hendra dan Arif direncanakan baru akan menjalani sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) pekan depan.
Hendra yang sebelumnya menjabat sebagai Karo Paminal Divpropam Polri sempat menjadi sorotan.
Pasalnya, ia diperintah Ferdy Sambo untuk ke Jambi menemui keluarga Brigadir J dan diduga melakukan intimidasi.
Dalam dakwaan, Ferdy Sambo yang dulunya adalah Kadiv Propam Polri bergelar Irjen, memerintahkan Hendra memeriksa rekaman CCTV pada Sabtu (9/7/2022).
Bersama Agus, Hendra meminta bantuan AKBP Ari Cahya alias Acay, yang kemudian memerintah anak buahnya, Irfan, untuk melakukan skrining tersebut.
Namun, seperti dikutip dari Kompas.com, baik Hendra maupun Agus mengaku sama-sama tidak tahu jika bukti CCTV kematian Brigadir J tersebut ternyata dihilangkan.
"Pada prinsipnya, kami itu tidak pernah tahu (penghilangan CCTV), dan kami tidak pernah tahu siapa yang mengkopinya, kemudian siapa yang menontonnya," aku Hendra dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Kamis (27/10/2022).
"Kami berdua (Agus Nurpatria) ini dari awal hanya melaksanakan perintah dari FS (Ferdy Sambo) untuk cek dan amankan CCTV, cuman sebatas itu saja."

Baca juga: IPW Ungkap 2 Dugaan Nama Fahmi Alamsyah Hilang dari Dakwaan Ferdy Sambo, terkait Koneksi dan Bukti
Sementara itu, Chuck Putranto yang mengopi kamera CCTV di dekat TKP pembunuhan mengaku melakukan perbuatannya karena berada di bawah tekanan.
"Perbuatan yang saat ini dituduh sebagai tindak pidana terhadap terdakwa adalah murni sebagai bentuk menjalankan perintah atasan dan terdakwa dalam keadaan tertekan oleh atasan," ucap kuasa hukum Chuck Putranto dalam sidang Rabu (26/10/2022).
Hal senada diungkapkan pihak Baiquni yang mengaku terpaksa menghapus rekaman CCTV detik-detik pembunuhan Brigadir J.
"Posisi Baiquni Wibowo adalah sebagai orang yang disuruh melakukan karena perintah atasan selaku pejabat pemerintah penyelenggara yang disertai sebuah ancaman dari Irjen Pol Ferdy Sambo melalui saudara Arif Rachman Arifin dan saudara Chuck Putranto kepada saudara terdakwa Baiquni," ungkap pengacaranya.
Sang pengacara menekankan bahwa Baiquni sama sekali tak memiliki niat ataupun kepentingan sehingga melakukan penghapusan bukti.
Ia semata-mata melakukan perbuatannya karena tak berani melanggar perintah Ferdy Sambo.
Arif Rachman juga mengalami nasib sama dengan rekannya tersebut.
Lantaran merasa terintimidasi oleh Ferdy Sambo, Arif Rachman terpaksa menghapus bukti CCTV dan mematahkan laptop yang berisi rekaman detik-detik pembunuhan.
"Arif Rachman selaku pejabat pemerintah pelaksana dalam melaksanakan segenap tindakan sebagaimana didakwakan jaksa dilakukan sebagaimana perintah Ferdy Sambo," kata pengacara Arif Rachman, Jumat (28/10/2022).
"Terdakwa mematahkan laptop tersebut karena merasa masih di bawah tekanan," imbuhnya dalam pesidangan.
Sementara, Irfan sebagai pihak yang mengganti DVR CCTV bukti pembunuhan mengaku tak tahu bahwa barang tersebut berhubungan dengan kasus Brigadir J.
Polisi yang menjadi lulusan Akpol terbaik 2010 tersebut hanya menjalankan perintah dari Acay yang juga mendapat instruksi dari Hendra.
"Acay mengatakan bahwa kalaupun ada perintah dari Propam, atau dari Paminal yang mengatakan 'amankan' dan 'koordinasikan' dengan penyidik," tutur pengacara Irfan, Rabu (26/10/2022).
"Maka yang dipahami oleh orang reserse (Irfan) adalah 'ambil dan serahkan pada penyidik'. Apapun perintahnya dimaknai seperti itu dan dilaksanakan oleh terdakwa Irfan itu tidak salah dan sangat benar."
Baca juga: Ekspresi Janggal Ferdy Sambo seusai Habisi Brigadir J, Buat Anak Buah Ketakutan: Wajahnya Merah
Mantan Anak Buah Ferdy Sambo Kompak Lempar Kesalahan
Sejumlah polisi bekas anak buah Ferdy Sambo, sepakat membebankan kesalahan pada sang mantan Kadiv Propam Polri.
Dilansir TribunWow.com, baik Brigjen Hendra Kurniawan, Baiquni Wibowo, Chuck Putranto hingga Arif Rahman mengaku melakukan aksi obstraction of justice karena perintah Ferdy Sambo.
Disinyalir, mereka berusaha lepas tanggung jawab dan justru mengalihkannya ke pundak Ferdy Sambo.
Baca juga: Ferdy Sambo dan PC Tetap Tak akan Bebas meski Ada Motif Pelecehan, Hakim: Dia Sadar Bukan Gila
Sebagaimana diketahui, Ferdy Sambo memerintah bawahannya untuk melenyapkan sejumlah barang bukti.
Hal ini dilakukan demi menutupi kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang diinisiasi Ferdy Sambo.
Namun, Pakar hukum pidana Suparji Ahmad menilai para anak buah tersebut tak bisa sepenuhnya lepas tangan.
Meskipun ia mengakui, ada sejumlah celah yang bisa digunakan untuk meringankan hukuman masing-masing.
"Celah tentunya ada, tergantung nanti bagaimana meyakinkan majelis hakim," tutur Suparji dikutip kanal YouTube metrotvnews.com, Rabu (19/10/2022).
"Tetapi pola untuk mengatasnamakan semata-mata perintah jabatan, tidak sepenuhnya optimis bisa melepaskan atau membebaskan dari tanggung jawab hukumnya."

Baca juga: Bukan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi Justru Pelaku Utama? Pengacara Brigadir J: Perannya Jelas
Dijelaskan bahwa pelimpahan kesalahan pada Ferdy Sambo merupakan satu strategi pengacara untuk membebaskan kliennya.
Walau dinilai berat, peluang untuk membebaskan satu atau seluruh terdakwa obstruction of justice bisa saja dilakukan.
"(Bagi) penasihat hukum, sebuah keniscayaan untuk berusaha semaksimal mungkin membebaskan atau meringankan kliennya," kata Suparji.
"Tetapi secara normatif, teoritis, saya kira memang agak berat, tapi tentunya peluang itu ada."
Sementara itu, mantan Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri (Kompol) Baiquni Wibowo disinyalir memiliki peluang bebas lebih besar.
Pasalnya, ia sempat mempertanyakan perintah Ferdy Sambo meski kemudian diintimidasi dan terpaksa menurut.
Menurut Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto, yang hadir dalam kesempatan yang sama, menilai sikap Baiquni bisa saja meringankan hukumannya.
"Sikap kritis yang disampaikan menurut saya bisa menjadi faktor yang dipertimbangkan oleh hakim. Artinya dia tidak mata buta perintah A langsung dilaksanakan," kata Benny Mamoto.
"Namun, karena ia berada di bawah tekanan maka ia harus melakukan apa yang diperintahkan."(TribunWow.com/Anung/Via)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jurus Para Mantan Anak Buah Ferdy Sambo Mencoba Berkelit dalam Sidang", "AKP Irfan Tak Bisa Menolak saat Diperintah Ferdy Sambo Ganti DVR CCTV Bukti Pembunuhan Yosua" dan "Dakwaan Jaksa, Ferdy Sambo Minta Anak Buah Tutupi Kematian Brigadir J: Pastikan Semuanya Sudah Bersih"