Konflik Rusia Vs Ukraina
Ungkit Pengkhianatan di Tahun 2014, Rusia Sebut Negara-negara Barat Sudah Tak Bisa Dipercaya
Pemerintah Rusia menegaskan diplomasi antara pihaknya dan Ukraina tidak akan menggunakan negara-negara barat sebagai perantara.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pemerintah Rusia telah menegaskan akan melakukan negosiasi damai bersama Ukraina di Istanbul, Turki pada Selasa (29/3/2022) ini.
Terkait konflik yang saat ini terjadi, pemerintah Rusia menyatakan mendukung penyelesaian lewat jalur diplomasi.
Namun Rusia turut menegaskan pihaknya hanya mau melakukan negosiasi dengan Turki sebagai pihak penengah.
Baca juga: Roman Abramovich Diracuni demi Hambat Perdamaian Rusia-Ukraina? Intelijen AS Ungkap Keraguan
Baca juga: Dinilai Picu Radiasi Nuklir di Chernobyl, Pasukan Rusia Nekat Masuki Zona Terlarang
Dikutip TribunWow.com dari rt.com, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan negara-negara barat sudah tidak bisa lagi dipercaya.
"Kami siap untuk memberikan kesempatan bagi jalur diplomasi. Maka dari itu kita setuju untuk berbicara yang mana dilakukan di Istanbul," ujar Lavrov.
Pemerintah Turki sendiri adalah negara yang memiliki hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina.
Lavrov mengatakan, tidak perlu melibatkan Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) dalam perundingan damai.
Menurut Lavrov banyak kesepakatan diplomasi yang akhirnya hancur karena ulah negara-negara barat.
"Mereka tidak dapat dipercaya lagi," ujar Lavrov.
Lavrov lalu mengungkit kejadian tahun 2014 silam.
Ia menyoroti bagaimana saat itu Uni Eropa berperan sebagai penjamin atas kesepakatan antara mantan Presiden Ukraina Viktor Yanukovych dan demonstran Maidan di Kiev.
Lavrov menjelaskan, pada akhirnya Uni Eropa mengkhianati kesepakatan perjanjian tersebut.
Yanukovych diketahui berakhir disingkirkan dari kekuasaannya seusai terjadi bentrokan antara kubu Yanukovych dan demonstran.
Aksi ini berlanjut pada pemerintah Ukraina mengirim pasukan militer ke wilayah Donetsk dan Lugansk yang mana masyarakat di sana tidak sependapat dengan para demonstran.
Proposal Damai Zelensky
Sebelumnya Rusia telah menanggapi proposal dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terkait persyaratan perdamaian negaranya.
Pihak Presiden Rusia Vladimir Putin menyinggung soal proses pemungutan suara atau referendum yang diiniasi Zelensky.
Menurut Rusia, proses tersebut justru menciderai perundingan damai yang sudah berjalan.

Baca juga: Presiden Ukraina Zelensky Vs Presiden Rusia Putin, Mantan Komedian dan Eks KGB, Siapa Lebih Unggul?
Baca juga: Zelensky Siap Bertemu Empat Mata dengan Putin, Ini yang akan Dirundingkan Ukraina dan Rusia
Dilansir TribunWow.com dari Russia Today, Selasa (22/3/2022), Zelensky sebelumnya menawarkan untuk membuat amandemen perdamaian berdasar referendum.
Menurut Presiden 44 tahun tersebut, rakyat Ukraina layak untuk menyampaikan aspirasinya.
Pasalnya, kesepakatan tersebut akan menjadi peristiwa bersejarah negaranya.
Namun, Rusia tegas menolak usulan tersebut lantaran merasa referendum yang digagas justru memperlambat upaya damai yang tengah berjalan.
"Kami yakin bahwa menempatkan keputusan (persyaratan damai) di depan publik pada saat ini hanya dapat merusak negosiasi yang sudah berjalan, (dan menyebabkan upaya ini) jauh lebih lambat dan kurang substansial dari yang kami inginkan," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada hari Selasa (22/3/2022).
Adapun tawaran Zelensky mengenai referendum itu disampaikan sehari sebelumnya.
Dilansir Ukrinform, Rabu (23/3/2022), Menurut Zelensky, masalah keamanan akan berkaitan dengan amandemen konstitusi dan perubahan dalam undang-undang Ukraina saat ini.
"Saya menjelaskan kepada semua kelompok perunding, ketika anda berbicara tentang semua amandemen ini, dan ini bisa menjadi sejarah, kita pada akhirnya harus mengadakan referendum," tegas Zelensky.
"Rakyat harus mengatakan dan memberikan jawaban untuk format kompromi tertentu. Dan apa yang mereka putuskan, akan menjadi hal penting dalam perundingan dan kesepemahaman antara Ukraina dan Rusia."
Baca juga: Bantah Propaganda Barat, Rusia Tegaskan Perkembangan Invasi Ukraina Berjalan Sesuai Rencana
Baca juga: Putin Disebut Kerahkan Lebih Banyak Pembunuh Bayaran Rusia untuk Lenyapkan Zelensky
Zelensky Tantang Putin untuk Bertemu Langsung
Sebelumnya, Zelensky mendesak Presiden Rusia Vladimir Putin untuk duduk untuk bersama dan berbicara langsung.
Menurut Zelensky, pertemua tatap muka tersebut menjadi satu-satunya cara mengakhiri perang yang berlangsung.
Ia juga menyindir kebiasaan Putin dan menyatakan pentingnya pembicaraan tersebut.
Dilansr Aljazeera, Jumat (4/3/2022), pernyataan tersebut diucapkan Zelensky dalam jumpa pers di kantornya yang dijaga ketat.
Meski telah ditawarkan untuk mengungsi, Zelensky tetap nekat bertahan di ibukota meski harus menghadapi serangan demi serangan dari Rusia.
Menurut Zelensky, perang yang terjadi bisa berhenti jika dirinya bertemu langsung dengan Putin.
"Bukannya aku ingin bicara pada Putin," kata Zelensky.
"Aku butuh bicara dengan Putin. Dunia butuh bicara pada Putin. Tak ada jalan lain untuk menghentikan perang ini."
"Apa yang kau inginkan dari kami? Tinggalkan tanah kami," serunya.
Sementara itu, sejumlah laporan beredar mengatakan bahwa Putin telah mengevakuasi keluarganya ke dalam bunker bawah tanah.
Sedangkan Putin sendiri tengah mengisolasi diri dan enggan ditemui.
Dalam sebuah foto yang beredar, terlihat Putin menerima para koleganya dengan duduk di ujung meja panjang.
Kebiasaan tersebut dijadikan bahan sindiran oleh Zelensky dan untuk mendorong agar Putin bersedia negosiasi langsung.
"Duduklah denganku untuk bernegosiasi, tak hanya dari jarak 30 meter," kata Zelensky dilansir Independent.co.uk, Kamis (3/3/2022).
"Aku tidak menggigit. Apa yang kau takutkan?"
"Kata-kata lebih penting dibandingkan tembakan," imbuhnya menekankan pentingnya diplomasi dibanding agresi.
Volodymyr Zelensky Jadi Target Nomor 1 Rusia
Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky menjadi sasaran nomor satu dari operasi militer yang dilancarkan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Zelensky dan keluarganya menjadi tokoh yang paling terancam keselamatannya, bila Rusia berhasil menginvasi Ukraina.
Namun meski kini pasukan Rusia telah merangsek ke ibukota Kiev, Zelensky tegas menyatakan tak akan meninggalkan negaranya.
Dilansir ABC News, Jumat (25/2/2022), invasi yang dilakukan Rusia sudah berhasil menduduki kawasan pembangkit listrik tenaga nuklir di Chernobyl.
Kini, sejumlah upaya terus dilakukan Rusia untuk dapat menduduki Kiev dan pangkalan udaranya.
Pada sebuah pidato menyentuh yang ditampil di televisi Ukraina setelah serangan hari pertama, Zelensky menyatakan adanya informasi dari pihak Rusia.
"Rusia sudah mengidentifikasikan saya sebagai target nomor 1, dan keluarga saya sebagai nomor dua," kata Zelensky.
"Mereka ingin menghancurkan Ukraina secara politik dengan menghancurkan kepala negara."
Meski tahu keselamatanya terancam, Zelensky bersumpah tak akan meninggalkan negaranya.
"Aku akan tetap berada di ibu kota. Keluargaku juga berada di Ukraina," tegas Zelensky dilansir Reuters, Jumat (25/2/2022).
Zelensky menegaskan akan tetap berada di Kiev dan akan terus mengunggah video dan seruan mengenai invasi yang terjadi.
Dalam pidatonya, Zelensky juga mengimbau masyarakat Rusia untuk membantu menghentikan perang tersebut.
Beberapa jam kemudian, misil-misil mulai ditembakkan oleh Rusia ke wilayah Kiev. (TribunWow.com/Anung/Via)