Konflik Rusia Vs Ukraina
Imigran Asia di Rusia Ditekan untuk Ikut Wajib Militer, Berikut Pengakuan Tentara Putin di Ukraina
Warga negara Asia yang tinggal di Rusia dikabarkan mendapat tekanan untuk ikut berperang di Ukraina.
Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Warga negara Asia yang tinggal di Rusia dikabarkan mendapat tekanan untuk ikut berperang di Ukraina.
Diprediksi munculnya tekanan ini karena militer Moskow mengalami kerugian yang lebih besar dari perkiraan.
Hal ini diperkuat pengakuan seorang tentara Rusia yang mengaku bergabung agar mendapat hak khusus.

Baca juga: Ungkit Kesaksian Pengungsi, Rusia Minta Media Barat Adil Beritakan Ukraina: Setop Sebar Kebohongan
Baca juga: Sewa 400 Tentara Bayaran, Rusia Janjikan Bonus Besar jika Bisa Bunuh Presiden Ukraina
Dilansir TribunWow.com dari The Moscow Times, Kamis (17/3/2022), surat kabar Ukrainska Pravda membocorkan data pribadi 120.000 tentara Rusia yang bertempur di Ukraina.
Daftar berisi 6.616 halaman nama personel militer, nomor registrasi, dan tempat pelayanan yang tidak belum dapat diverifikasi itu berisi beberapa nama etnis Asia Tengah.
Valentina Chupik, seorang advokat hak-hak sipil yang terkenal karena pekerjaannya membela hak-hak migran di Rusia, membenarkan bahwa lebih dari selusin orang Asia Tengah telah meminta nasihat hukumnya.
Hal ini menyusul adanya tekanan untuk mendaftar wajib militer secara kontrak di lembaga perekrutan tentara Rusia sejak 26 Februari.
Chupik mengatakan dia menerima telepon dari 10 warga Tajikistan dan Uzbekistan yang tinggal di Rusia.
Mereka mengaku telah menerima panggilan telepon dari perwakilan firma hukum imigrasi.
Petugas itu mengaku dapat mempercepat proses menerima kewarganegaraan Rusia jika mereka mendaftar untuk layanan kontrak.
"Ini bohong besar, undang-undang tidak mengizinkan ini," kata Chupik.
"Saya memberi tahu orang-orang ini bahwa [penelepon] itu adalah penipu.”
Taktik lain melibatkan tenda tentara di beberapa stasiun metro Moskow, di mana para perekrut mencoba membujuk para imigran untuk mendaftar ke "Tentara Sukarelawan Republik Rakyat Donetsk.
"Mereka menargetkan para migran. Menjanjikan bahwa mereka dapat memperoleh kewarganegaraan Rusia hanya dalam enam bulan," kata Chupik.
"Saya pikir pemerintah Rusia menggunakan tenaga kerja migran sebagai umpan meriam di Ukraina."
"Para migran ini mungkin didaftarkan oleh Kementerian Pertahanan dan oleh perusahaan militer swasta."
Sebelumnya, sebuah video seorang pria Uzbekistan yang diduga mengemudikan truk militer Rusia ke Ukraina dibagikan secara luas melalui aplikasi perpesanan Telegram.
Pria yang tampaknya berusia 50-an dan mengenakan seragam kamuflase, mengatakan di depan kamera bahwa dia direkrut karena pengalamannya melayani di Afghanistan.
Ia juga mengaku tidak punya pilihan selain mendaftar.
"Ada banyak orang Uzbek di sini yang datang untuk ambil bagian dalam perang. Ada juga orang dari Tajikistan. Kami punya kontrak," kata pria itu.
Setelah dilakukan penyelidikan, pria itu mengkonfirmasi bahwa dia telah ditawari kontrak tiga bulan dengan gaji bulanan 50.000 rubel (Sekira Rp 6,5 juta) dan janji kewarganegaraan Rusia.
Tawaran pekerjaan itu datang dari situs web pendaftaran pekerjaan bernama UzMigrant.
Bakhrom Ismailov, direktur perusahaan UzMigrant, membual dalam video berbahasa Uzbekistan pada 20 Februari.
"Layanan kontrak di tentara Rusia akan memungkinkan seseorang memperoleh kewarganegaraan Rusia dalam tiga bulan," kata Ismailov.
Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-22, Gedung Teater Dibom hingga Perkembangan Kondisi 2 Negara
Baca juga: Sebut Sampah dan Pengkhianat, Putin Ancam Warga Rusia yang Menentang Perang Ukraina
Rusia Dituding Kerahkan Pasukan Suriah
Hingga Selasa (8/3/2022), Rusia diketahui belum berhasil merebut Kiev/Kyiv sejak operasi militer spesial dilaksanakan oleh Presiden Vladimir Putin pada Kamis (24/2/2022) lalu.
Kini Rusia dituding tengah sibuk merekrut prajurit dari negara lain untuk membantu invasi di Ukraina.
Tuduhan ini disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Amerika Serikat (AS).
Dikutip TribunWow.com dari Aljazeera.com, salah satu negara yang prajuritnya direkrut oleh Rusia adalah Suriah.
Seperti yang diketahui, pada tahun 2015 silam, Rusia turut terlibat dalam perang sipil di Suriah dan berada di sisi Presiden Bashar al-Assad.
Sumber dari Kemenhan AS mengatakan, Putin saat ini sedang dalam misi melakukan perekrutan.
"Pemerintah Rusia merekrut prajurit Suriah untuk memperkuat pasukan mereka di Ukraina, kami meyakini ada kebenaran dalam informasi tersebut," ujar juru bicara Pentagon, John Kirby.
Selama konflik ini terjadi Rusia dan Ukraina saling adu klaim menyatakan bahwa pihak lawan merekrut pasukan militer dari berbagai pihak.
Putin sempat disebut telah menyewa tentara bayaran untuk menghabisi nyawa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Dikutip dari Sky News, info ini didapat dari sebuah sumber yang diwawancarai oleh media asal Inggris, The Times.
Terkait informasi ini, pemerintah Ukraina disebut telah menyadari adanya keberadaan tentara bayaran di negara mereka.
Respons pemerintah Ukraina adalah melaksanakan kebijakan jam malam di Kiev/Kyiv untuk menyisir agen-agen sabotase dari Rusia.
Sementara itu, tentara bayaran yang diperintahkan untuk membunuh Zelensky diketahui didatangkan dari Afrika oleh Grup Wagner, sebuah milisi swasta yang dimiliki oleh rekan dekat Putin.
Sumber yang diwawancarai The Times menyebut pada Januari 2022 lalu, ada 2-4 ribu tentara bayaran yang masuk ke Ukraina.
400 di antaranya datang dari Belarus dan memiliki tujuan ke Kiev.
Para tentara bayaran yang berada di Kiev dijanjikan oleh pemerintah Rusia bonus besar apabila bisa menghabisi nyawa Zelensky dan 23 tokoh lainnya yang menjadi target.
Di sisi lain, media massa asal Rusia yakni Russian Today (RT.com) memberitakan bagaimana pemerintah Ukraina melepaskan sejumlah narapidana sebagai prajurit tambahan.
Para narapidana sebelumnya telah diseleksi terlebih dahulu.
Narapidana yang dipilih untuk dilepaskan adalah mereka yang memiliki latar belakang militer hingga pengalaman bertarung.
Dikutip dari RT.com, Minggu (27/2/2022), info ini diungkapkan oleh Andrey Siniuk selaku pejabat di kantor kejaksaan saat diwawancarai oleh stasiun televisi Hromadske.
Seperti yang diketahui, Presiden Rusia Vladimir Putin mengumumkan operasi militer spesial di Ukraina dengan dalih membantu warga Republik Donbass di Donetsk dan Lugansk yang memberontak dari pemerintah Ukraina dan menyatakan kemerdekaan.
"Ini merupakan masalah rumit yang diselesaikan di level tinggi," ujar Siniuk.
Siniuk menyampaikan, satu dari beberapa narapidana yang dilepaskan bernama Sergey Torbin.
Sergey Torbin adalah seorang tentara veteran yang berpartisipasi dalam konflik melawan Republik Donetsk dan Republik Lugansk.
Torbin dipenjara selama enam tahun pada tahun 208 karena aksinya membunuh seorang aktivis kemanusiaan dan anti korupsi bernama Kateryna Handziuk dengan cara disiram air keras.
Torbin kemudian diberikan hak untuk memilih narapidana lainnya sebagai anggota tim pasukan melawan Rusia.
Kemudian narapidana lain yang dibebaskan adalah ekstentara bernama Dmitry Balabukha yang dipenjara selama sembilan tahun karena menikam pria hingga mati di tahun 2018 lalu.(TribunWow.com/Via/Anung)