Virus Corona
Potensi Disfungsi Kognitif pada Long Covid-19, Tak Hanya Gejala Berat, Pasien Isoman Juga Bisa Kena
Pasien Covid-19 masih bisa mengalami gejala meski usai menjalani isolasi mandiri (isoman) atau dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Pasien Covid-19 masih bisa mengalami gejala meski usai menjalani isolasi mandiri (isoman) atau dinyatakan sembuh dari Covid-19.
Jika gejala berkempanjangan hingga lebih dari empat minggu, kondisi tersebut dinamakan long Covid.
Hasil penelitian yang dilaporkan di Alzheimer's Association International Conference (AAIC) 2021 melaporkan bahwa adanya potensi disfungsi kognitif sebagai gejala long Covid.
Baca juga: Kisah Anak Umur 12 Tahun Harus Dirawat di RS karena Covid-19 Varian Delta, Ini Gejala yang Dialami
Melansir situs resmi Alzheimer's Association International atau alz.org, penelitian tersebut menemukan hubungan antara COVID-19 dan defisit kognitif yang persisten, termasuk percepatan patologi dan gejala penyakit Alzheimer.
Selain gejala pernapasan dan pencernaan yang menyertai Covid-19, banyak orang dengan virus tersebut mengalami gejala neuropsikiatri jangka pendek dan/atau jangka panjang.
Hal itu termasuk kehilangan indera penciuman dan indera perasa atau pengecap, serta defisit kognitif dan perhatian, yang dikenal sebagai 'kabut otak'.
Bagi sebagian orang, gejala neurologis ini bertahan, dan para peneliti kini sedang berusaha untuk memahami mekanisme terjadinya disfungsi otak ini.
Termasuk kemungkinan dampaknya bagi kesehatan kognitif jangka panjang.
Sebagai informasi, para pemimpin ilmiah, termasuk Asosiasi Alzheimer dan perwakilan dari hampir 40 negara, dengan bimbingan teknis dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), adalah bagian dari konsorsium multidisiplin internasional untuk mengumpulkan dan mengevaluasi konsekuensi jangka panjang Covid-19 di pusat sistem saraf, serta perbedaannya di antar negara.
Temuan awal dari konsorsium ini yang dipresentasikan di AAIC 2021.
Dari Yunani dan Argentina menunjukkan orang dewasa yang lebih tua sering menderita gangguan kognitif persisten, termasuk kurang penciuman, setelah pemulihan dari infeksi Covid-19.
Hasil penting lainnya yang dilaporkan di AAIC 2021 meliputi:
Pertama, penanda biologis cedera otak, peradangan saraf, dan Alzheimer berkorelasi kuat dengan adanya gejala neurologis pada pasien Covid-19.
Kedua, individu yang mengalami penurunan kognitif pasca infeksi Covid-19 lebih cenderung memiliki oksigen darah rendah setelah aktivitas fisik singkat serta kondisi fisik keseluruhan yang buruk.
Baca juga: Bukan Hanya untuk Dapatkan Vitamin D, Ini Manfaat Berjemur bagi Pasien Covid-19 yang Isolasi Mandiri
Baca juga: Perlu Waspada, Kenali Perburukan Gejala dan Kapan Baiknya Pasien Covid-19 yang Isoman Dibawa ke RS
“Data baru ini menunjukkan tren yang mengganggu, yang menunjukkan infeksi Covid-19 yang mengarah pada gangguan kognitif yang bertahan lama dan bahkan gejala Alzheimer,” kata Heather M. Snyder, Ph.D., Wakil Presiden Hubungan Medis dan Ilmiah Asosiasi Alzheimer.
“Dengan lebih dari 190 juta kasus dan hampir 4 juta kematian di seluruh dunia, Covid-19 telah menghancurkan seluruh dunia."
"Sangat penting bagi kita untuk terus mempelajari apa yang dilakukan virus ini terhadap tubuh dan otak kita. Asosiasi Alzheimer dan mitranya memimpin, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian.”
Gabriel de Erausquin, MD, Ph.D., M.Sc., yang merupakan peneliti University of Texas Health Science Center di San Antonio Long School of Medicine, melaporkan penelitiannya.
Timnya mempelajari kognisi dan indra penciuman hampir 300 orang Amerika dewasa yang lebih tua dari Argentina yang memiliki Covid-19.
Peserta diobservasi dan dipelajari dalam rentan waktu antara tiga dan enam bulan setelah infeksi Covid-19.
Lebih dari separuh menunjukkan masalah terus-menerus seperti menjadi lebih sering lupa.
Sekitar satu dari empat memiliki masalah tambahan dengan kognisi termasuk bahasa dan disfungsi eksekutif.
Masalah tersebut dinilai berkaitan dengan kehilangan indera penciuman secara terus menerus.
Dan hal itu mungkin tidak ada hubungan dengan tingkat keparahan penyakit Covid-19.
Artinya semua pasien Covid-19 baik gejala ringan dan gejala berat sama-sama memiliki potensi.
“Kami mulai melihat hubungan yang jelas antara Covid-19 dan masalah dengan kognisi beberapa bulan setelah infeksi,” kata Erausquin.
“Sangat penting kami terus mempelajari populasi ini, dan yang lainnya di seluruh dunia, untuk jangka waktu yang lebih lama untuk lebih memahami dampak neurologis jangka panjang dari Covid-19.”
Selain penurunan disfungsi kognitif, ditemukan juga penanda biologis tertentu dalam darah yang merupakan indikator cedera di otak, peradangan saraf, dan penyakit Alzheimer.
Untuk mempelajari hal tersebut Thomas Wisniewski, MD, seorang profesor neurologi, patologi dan psikiatri di New York University Grossman School of Medicine, dan rekannya mengambil sampel plasma dari 310 pasien yang dirawat di New York.
158 pasien memiliki gejala neurologis dan 152 tanpa gejala neurologis.
Gejala neurologis yang paling umum adalah kebingungan karena ensefalopati toksik-metabolik (TME).
Kemudian ditemukan bahwa pasien Covid-19 mungkin memiliki percepatan gejala dan patologi terkait Alzheimer.
“Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mempelajari bagaimana biomarker ini memengaruhi kognisi pada individu yang memiliki Covid-19 dalam jangka panjang.”
George Vavougios, M.D., Ph.D., seorang peneliti dari University of Thessaly (UTH), dan rekannya mempelajari gangguan kognitif dan tindakan kesehatan terkait pada 32 pasien COVID-19 ringan hingga sedang.
Penelitian ini dilakukan setelah 32 pasien tersebut 2 bulan keluar dari rumah sakit.
Di antara mereka, 56,2 persen mengalami penurunan kognitif.
Gangguan memori jangka pendek dan gangguan multidomain tanpa defisit memori jangka pendek adalah pola dominan gangguan kognitif.
Skor tes kognitif yang lebih buruk berkorelasi dengan usia yang lebih tinggi, lingkar pinggang dan rasio pinggang-pinggul.
Setelah disesuaikan untuk usia dan jenis kelamin, memori dan skor berpikir yang lebih buruk secara independen terkait dengan tingkat saturasi oksigen yang lebih rendah selama tes berjalan 6 menit, yang biasanya digunakan untuk menilai kapasitas fungsional orang dengan penyakit kardiopulmoner.
"Otak yang kekurangan oksigen tidak sehat, dan kekurangan oksigen yang terus-menerus dapat berkontribusi pada kesulitan kognitif," kata Vavougios.
“Data ini menunjukkan beberapa mekanisme biologis umum antara spektrum diskognitif Covid-19 dan kelelahan pasca-Covid-19 yang telah dilaporkan secara anekdot selama beberapa bulan terakhir.” (Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya