Breaking News:

Virus Corona

Efikasi Sinovac Turun setelah 6 Bulan, Kemenkes Tegaskan Vaksin Booster hanya untuk Tenaga Kesehatan

Efikasi atau efektivitas vaksin Covid-19 jenis Sinovac mulai menurun setelah 6 bulan sejak penyuntikan dosis kedua.

Youtube FMB9ID_IKP
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi dalam dialog Update Percepatan Vaksinasi Covid-19 yang ditayangkan dalam Youtube FMB9ID_IKP pada Selasa (27/7/2021). Efikasi Sinovac Turun setelah 6 Bulan, Kemenkes Tegaskan Vaksin Booster hanya untuk Tenaga Kesehatan 

TRIBUNWOW.COM - Efikasi atau efektivitas vaksin Covid-19 jenis Sinovac mulai menurun setelah 6 bulan sejak penyuntikan dosis kedua.

Menyikapi menurunnya efikasi Covid-19 Sinovac, diperlukan penyuntikan dosis ketiga sebagai booster.

Hanya saja dari Kementerian Kesehatan menyebut bahwa untuk saat ini, dosis ketiga hanya diperuntukkan untuk tenaga kesehatan (nakes) dan tenaga pendukung kesehatan lainnya.

Baca juga: Bagaimana Risiko Penularan Covid-19 Lewat Uang Tunai? Berikut Penjelasannya

Baca juga: Ini Alasan Mengapa Perlu Mengganti Sikat Gigi dan Alat Mandi seusai Isolasi Mandiri Covid-19

Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, dr Siti Nadia Tarmizi, dalam keterangan resmi Kementerian Kesehatan, Senin (2/8/2021) pagi.

"Suntikan ketiga atau booster hanya diperuntukan untuk tenaga kesehatan, termasuk tenaga pendukung kesehatan," kata dr Siti Nadia Tarmizi, Senin (2/8/2021) pagi.

Ia mengatakan, ketentuan ini berlaku bagi nakes yang sebelumnya telah menjalani vaksinasi dosis pertama dan kedua.

Jumlah nakes maupun pendukung nakes yang dibidik untuk vaksinasi booster ini diperkirakan mencapai sekitar 1,5 juta orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Nadia menjelaskan beberapa faktor mengapa nakes diprioritaskan untuk menerima vaksinasi booster.

Di antaranya keterbatasan pasokan vaksin dan masih ada sekitar lebih dari 160 juta target penduduk yang belum mendapatkan vaksinasi.

Karena itu, katanya, vaksinasi booster tidak diberikan kepada masyarakat umum.

"Kami memohon agar publik dapat menahan diri untuk tidak memaksakan kepada vaksinator untuk mendapatkan vaksin ketiga," ujar dr Nadia.

"Masih banyak saudara-saudara kita yang belum mendapatkan vaksin, mohon untuk tidak memaksakan kehendak," kata dr Nadia.

Baca juga: Komorbid Diabetes pada Pasien Covid-19 Punya Risiko 3 Kali Lipat Bergejala Berat

Baca juga: Wiku Adisasmito Tegaskan Vaksinasi Covid-19 Bisa Cegah Munculnya Varian Baru Virus Corona

Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Nomor: HK.02.01/1/1919/2021 tentang Vaksinasi Dosis Ketiga Bagi Seluruh Tenaga Kesehatan, Asisten Tenaga Kesehatan dan Tenaga Penunjang yang Bekerja di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

Rekomendasi yang diberikan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) saat ini adalah booster bisa menggunakan platform yang sama maupun berbeda.

Merek vaksin yang digunakan untuk booster ini merupakan jenis yang telah mendapatkan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Dari vaksin Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna dan Pfizer yang telah mendapatkan EUA, katanya, pemerintah memutuskan untuk menggunakan vaksin Moderna yang menggunakan platform mRNA.

"Kita dapat menggunakan platform yang sama atau berbeda untuk vaksinasi dosis ketiga. Pemerintah telah menetapkan akan menggunakan vaksin Covid-19 Moderna untuk suntikan ketiga untuk tenaga kesehatan, dikarenakan kita tahu bahwa efikasi dari Moderna ini paling tinggi dari seluruh vaksin yang kita miliki saat ini," kata dr Nadia.

Meski demikian, katanya, pemberian vaksin booster ini tetap akan memperhatikan kondisi kesehatan nakes.

Seperti reaksi alergi, maka tidak boleh mendapatkan vaksin dengan platform mRNA.

Baca juga: Dianjurkan Dikonsumsi saat Isolasi Mandiri, Ini Peran Vitamin C bagi Kesehatan Pasien Covid-19

Namun nakes tetap bisa menggunakan jenis vaksin yang sama dengan saat penerimaan dosis pertama dan kedua.

Vaksin Moderna yang akan digunakan sebagai booster untuk tenaga kesehatan ini berkode mRNA-1273.

Metode penyuntikkannya dilakukan secara intramuskular dengan dosis 0,5 ml sebanyak 1 kali.

Vaksin ini tersedia dalam bentuk suspensi beku dengan kemasan 14 dosis per vial.

Sedangkan penyimpanan, distribusi maupun penggunaan vaksin ini telah diatur dalam SE Ditjen P2P No. HK.02.01/1/1919/2021.

Vaksin ini perlu disimpan secara terpisah dalam rak atau keranjang vaksin yang berbeda agar tidak tertukar dengan vaksin yang rutin diberikan kepada masyarakat seperti Sinovac maupun AstraZeneca. Selain itu, ini juga dilakukan untuk menghindari kerusakan.

Vaksinasi booster bagi nakes ini telah dimulai pada 23 Juli 2021 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, kemudian dilanjutkan di unit pelaksana teknis vertikal Kemenkes, khususnya di rumah sakit vertikal.

Lalu akan secara bertahap dilaksanakan di seluruh fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) di Indonesia.

dr Nadia, yang juga sebagai Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, berharap vaksinasi booster ini bisa dilaksanakan segera sehingga akan cepat selesai.

Ia mengingatkan Kepala Dinas Kesehatan, Drektur rumah sakit atau puskesmas, pimpinan klinik maupun pimpinan fasyankes untuk segera melakukan perbaikan data ke Kemenkes jika ada ketidaksesuaian data penerima vaksinasi booster.

"Kalau dia adalah tenaga kesehatan tapi tidak tercatat atau dia tercatat misalnya di pemberi pelayanan publik, maka dia bisa melakukan perubahan data ke Badan PPSDM Kesehatan melalui email sdmkesehatan@pedulilindungi.id untuk melakukan perbaikan data," ujar Nadia.

Baca juga: Pembekuan Darah Bisa Terjadi pada Pasien atau Penyintas Covid-19, Kenali Cara Mencegahnya

Survei BPS

Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut sebagian besar responden atau publik belum melakukan vaksinasi karena takut akan efek samping setelah vaksinasi.

"20 persen dari responden yang belum melakukan vaksin itu, khawatir dengan efek samping dan juga tidak percaya dengan efektivitas vaksin," kata Kepala BPS Margo Yuwono secara virtual, Senin (2/8/2021).

Survei BPS terkait Perilaku Masyarakat pada Masa Pandemi Covid-19 dilakukan periode 13-20 Juli 2021, dengan 212.762 responden.

Hasil survei memperlihatkan, ada 32,5 persen dari responden yang belum divaksin itu karena alasan faktor kesehatan, ibu hamil, sarana dan akses jalan sulit.

Kemudian, 15,8 persen belum melakukan vaksin karena khawatir efek samping, dan 4,2 persen tidak ingin vaksin karena tidak percaya efektivitas vaksin.

Lalu, ada 26,3 persen responden masih mencari lokasi yang menyediakan kuota vaksinasi, dan 21,2 persen sudah terjadwal tetapi memang belum waktunya melakukan vaksinasi.

"Informasi yang dihasilkan merupakan gambaran individu yang berpartisipasi dalam survei online BPS, dan tidak mewakili kondisi seluruh masyarakat suatu daerah atau seluruh Indonesia," kata Margo.

Survei yang dilaksanakan BPS menggunakan metode non probality sampling yang disebarkan secara berantai (snowball).

Sebagian besar responden yaitu 55,2 persen perempuan, dan sisanya laki-laki, di mana asal responden berada Jawa-Bali adalah 71,3 persen. (Tribun Network/Fitri Wulandari/Seno Tri Sulistiyono/sam)

Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kemenkes: Jumlahnya Terbatas, Vaksinasi Booster Hanya untuk Tenaga Kesehatan

Sumber: Tribunnews.com
Tags:
Virus CoronaCovid-19VaksinKemenkesTenaga KesehatanSiti Nadia Tarmizi
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved