Virus Corona
Cegah Risiko Fatal, IDI Anjurkan Lakukan Persiapan yang Benar saat Pasien Covid-19 Isolasi Mandiri
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberi perhatian khusus pada banyakya pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri.
Penulis: Afzal Nur Iman
Editor: Elfan Fajar Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memberi perhatian khusus pada banyakya pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri.
Wakil Ketua Umum PB IDI Slamet Budiarto menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pasien Covid-19 yang meninggal ketika menjalani isolasi mandiri.
"Awalnya isolasi mandiri itu hanya pada pasien atau penderita Covid-19 dengan gejala ringan yaitu hanya demam satu, dua hari, batuk pilek ringan, kemudian saturasi oksigennya masih di atas 95, kemudian frekuensi napasnya masih di bawah 20, itu isolasi mandiri," jelasnya dalam tayangan Youtube tvOneNews, (10/7/2021).
Namun karena pasien Covid-19 yang melonjak akibat varian Delta, dikatakan bahwa rumah sakit mulai memilih bagi mereka yang kriteria sedang, berat ke kritis baru dimasukkan ke rumah sakit.
Baca juga: Perburuk Kondisi, Hindari Kebiasaan Buruk Ini saat Isolasi Mandiri karena Covid-19, Termasuk Merokok
Sehingga pasien Covid-19 dengan gejala sedang ke ringan tidak mendapat akses ke rumah sakit dan melakukan isolasi mandiri di rumah.
Menurutnya risiko akan terjadi ketika pasien Covid-19 tidak mendapat akses konsultasi terhadap fasilitas layanan kesehatan.
"Jadi bingung mau bertanya ke siapa, mau keluar tidak boleh, nah itu serba bingung seperti itu, sehingga mereka bertahan apa adanya dengan sakit sedang," Jelasnya.
Dia juga menjelaskan perbedaan varian Delta dengan varian sebelumnya adalah rata-rata terjadi perburukan di saturasi oksigen.
Pasien yang datang ke rumah sakit sudah memiliki saturasi oksigen di angka 80 persen, dia menyebut jarang yang masih di angka 90 persen sudah ke rumah sakit.
Menurutnya hal itu yang membuat angka kematian cukup tinggi.
"Kalau yang sebelumnya dua minggu bisa selesai, ini bisa mencapai tiga minggu sampai satu bulan, tentunya harus ada persiapan untuk isolasi mandiri," jelasnya.
Baca juga: Jangan Disamakan, Ini Bedanya Isolasi Mandiri dengan Karantina Mandiri terkait Covid-19
Baca juga: 5 Hal Penting yang Harus Dilakukan saat Isolasi Mandiri karena Covid-19, Jangan Malas-malasan
Berikut beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum isolasi mandiri:
1. Harus ada pengukur suhu tubuh dan saturasi oksigen.
2. Menyiapkan obat-obatan.
3. Melapor terlebih dahulu ke fasilitas layanan kesehatan seperti puskesmas
Hal ini menjadi penting untuk mendiagnosa penyakit Covid-19 yang diderita oleh pasien.
Sehingga dokter akan menentukan pasien layak atau tidak dalam menjalankan isolasi mandiri.
Jika memang ruang perawatan di rumah sakit penuh dan terpaksa harus menjalani isolasi mandiri akan mendapat pemantauan dari tenaga kesehatan.
Menurutnya salah satu faktor yang menjadi kesalahan dalam isolasi mandiri adalah pasien Covid-19 tidak melapor dan tidak mendapat akses menuju layanan kesehatan.
Sebelumnya, Ketua Umum Pengurus Besar IDI Dr. Daeng M Faqih menyebut bahwa pasien yang bisa menjalankan isolasi mandiri hanya pasien tanpa gejala atau pasien dengan gejala ringan tanpa memiliki penyakit penyerta (komorbid).
Pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri juga masih rentan mengalami perburukan kondisi yang membuatnya sewaktu-watktu harus mendapat pertolongan medis.
Tetapi ada sejumlah kasus di mana pasien Covid-19 meninggal ketika sedang menjalani isolasi mandiri.
"Mungkin memang agak berat faktanya, tapi kasus isoman meninggal itu karena seharusnya dibawa ke rumah sakit, bukan lagi isoman," katanya, dikutip dari Kompas.com, Kamis (22/07/2021).
"Banyak keluarga tidak mengerti bahwa kondisi pasien memburuk, misalnya saja saturasi rendah," jelasnya.
Baca juga: Bisakah Penderita Penyakit Jantung Menerima Vaksin Covid-19? Simak Penjelasannya
Untuk itu, Dr. Daeng meminta agar pasie Covid-19 harus tetap rutin berkonsultasi dengan dokter meski menjalani isolasi mandiri.
Agar dokter bisa memastikan kondisi kesehatan pasien dan tidak terjadi keterlambatan saat memberi pertolongan.
Baca juga: Memiliki Banyak Khasiat, Madu Justru Tak Disarankan WHO untuk Dikonsumsi saat Pandemi Covid-19
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Usia 12-17 Tahun Dimulai, Berikut Kondisi Anak yang Tak Dianjurkan untuk Divaksin
Ada beberapa gejala yang biasanya terjadi pada pasien Covid-19 ketika mengalami perburukan kesehatan.
Diantaranya adalah seperti gangguan pernapasan, pnemonia, radang tenggorokan, napas cepat, bernapas pendek-pendek dan frekuensi napas tidak normal.
Pasien Covid-19 juga perlu memantau kondisinya dengan mengukur suhu tubuh, saturasi oksigen, dan frekuansi napas secara rutin.
Untuk mengukur suhu tubuh dan frekuensi oksigen dibutuhkan alat khusus yaitu termomeret untuk suhu tubuh dan oksimeter untuk mengukut saturasi oksigen.
Sedangkan mengukur frekuensi oksigen bisa dilakukan secara manual, caranya dengan menghitung naik-turunnya dada ketika bernapas.
Frekuensi pernapasan normal manusia seharusnya 24 kali per menit.
Jika lebih tinggi dari itu, artinya pasien telah mengalami gangguan pernapasan.
Daeng mengatakan gangguan napas artinya level pasien sudah naik menjadi bergejala sedang dan tidak lagi layak menjalani isoman.
Selain itu ada tanda bahaya lain yang bisa dikenali oleh pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri, yaitu dengan membirunya kulit.
Simak Tayangan Selengkapnya dari tvOneNews di:
(Tribunwow.com/Afzal Nur Iman)
Baca Artikel Terkait Covid-19 Lainnya