Kasus Korupsi
KPK OTT Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah, Denny Siregar: Cuma Dapat Ikan Teri, Kapan Balik Modalnya?
Pegiat Media Sosial, Denny Siregar turut mengomentari Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Pegiat Media Sosial, Denny Siregar turut mengomentari soal Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel), Nurdin Abdullah, yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dilansir TribunWow.com, Nurdin ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap senilai Rp 2 miliar untuk proyek infrastruktur.
Terkait penangkapan itu, Denny Siregar lantas menyoroti kinerja KPK.

Baca juga: Nominal Gaji Nurdin Abdullah, Gubernur Sulsel yang Mengaku Tidak Tahu setelah Ditangkap KPK saat OTT
Baca juga: Kronologi Nurdin Abdullah Ditangkap, Jubir Bantah Ada OTT: Jam 2 Pagi Dijemput, Tak Digeledah
Hal itu dituliskannya dalam kaun Twitter @Dennysiregar7, Sabtu (27/2/2021).
"Makin kesini, uang yang dikorupsi makin kecil aja... Gak sebanding ma resikonya," cuit Denny.
Tak hanya itu, Denny menganggap kini KPK hanya mampu mengungkap kasus korupsi kecil seperti Nurdin.
Menurut Denny, KPK hanya ahli dalam hal sadap menyadap.
Hal itulah yang menurutnya menyebabkan KPK tak mampu mengungkap kasus korupsi yang canggih.
"Kenapa @KPK_RI kalo nangkep cuman dapet ikan teri, tapi kalau @KejaksaanRI selalu nangkep ikan paus ??
Karena @KPK_RI dari dulu bisanya cuman nyadap2 doang, trus OTT. Beritanya yg digedein. Gak sanggup kembangkan kasus korupsi yg canggih..
Komisi Penyadapan Korupsi, tepatnya," tulis Denny.
Baca juga: Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah Terjaring OTT KPK, Punya Harta Rp 51,M Termasuk 54 Bidang Tanah
Baca juga: KPK Benarkan Tangkap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dalam OTT
Masih soal penangkapan Nurdin, Denny lantas kembali melanjutkan cuitannya.
Ia menuliskan, kinerja KPK tak sebanding dengan anggaran operasional yang diberi pemerintah.
Dengan anggaran operasional yang tinggi, KPK disebutnya hanya bisa mengungkap kasus korupsi kecil.
"Anggaran operasional @KPK_RI disetujui Rp 1,3 triliun atau seribu tiga ratus milyar rupiah..
Dapetnya kasus 1 milyar, 2 milyar.. Kapan balik modalnya ??," cuitnya.
Meski mengaku mendukung KPK menangkap pejabat korup, Denny berharap lembaga antirasuah itu bisa bekerja lebih baik.
Terutama, mengungkap kasus korupsi canggih yang hingga kini belum terbongkar.
"Gini lho pemberantasan korupsi itu. Yang diselidiki yang model operasionalnya canggih. Saya dukung @KPK_RI jg tangkep pejabat2 korupsi itu. Tapi mbok ya jangan gitu2 aja kerjanya. OTT oke, tp yg rumit jgn lupa.
Coba ke balaikota deh, disana banyak kasus," sambungnya.
Konferensi Pers KPK
Dikutip dari Kompas.com, KPK telah menetapkan Nurdin sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan suap terkait pengadaan infrastruktur di Sulawesi Selatan.
Sebelumnya OTT telah dilakukan terhadap Direktur PT Agung Perdana Bulukumba Agung Sucipto (AS) dan Sekretaris Dinas PUTR Provinsi Sulawesi Selatan Edy Rahmat (ER).
“Pada sekitar pukul 02.00 Wita, NA (Nurdin Abdullah) juga diamankan di rumah jabatan dinas Gubernur Sulsel,” kata Ketua KPK Firli Bahuri, Minggu (28/2/2021).
Dugaan penerimaan uang proyek tersebut diberikan oleh Agung kepada Nurdin melalui Edy.
Sekitar pukul 20.24 WIB, Agung menuju sebuah rumah makan di Makassar, tempat Edy sudah menunggu.
Keduanya lalu menuju Jalan Hasanuddin, Makassar.
AS lalu menyerahkan proposal terkait beberapa proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan, Tahun Anggaran 2021 kepada ER.
Baca juga: Bongkar Oknum Petinggi Garuda Terima Suap Pengadaan Pesawat, Erick Thohir Tegas Putuskan Kontrak
Pada pukul 21.00 WIB, Irfan yang merupakan sopir Edy mengambil koper yang diduga berisi dari dalam mobil Agung untuk dipindahkan ke bagasi milik Edy.
“Selanjutnya, sekitar pukul 23.00 Wita, AS diamankan saat perjalanan menuju ke Bulukumba. Sedangkan sekitar pukul 00.00 Wita, ER beserta uang dalam koper sejumlah sekitar Rp2 miliar turut diamankan di rumah dinasnya,” papar Firli.
KPK awalnya menangkap enam orang, tetapi hanya tiga yang ditetapkan sebagai tersangka.
Masing-masing tersangka, Nurdin Abdlulah dan Edy berperan sebagai penerima, sedangkan Agung sebagai pemberi.
Nurdin Abdullah dan Edy disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sementara itu Agung Sucipto disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (TribunWow.com)