Virus Corona
Soal PSBB di Jakarta, Mahfud MD: Ini Persoalan Kata-kata Bukan Tata Negara, Akibatnya Kacau
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD angkat bicara soal kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar di Jakarta.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Atri Wahyu Mukti
TRIBUNWOW.COM - Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD angkat bicara soal kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta pada Senin (14/9/2020).
Mahfud MD menilai bahwa ada kesalahpahaman kata-kata terkait PSBB di Jakarta.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas TV pada Minggu (13/9/2020), Mahfud MD mulanya menjawab pertanyaan soal PSBB di Jakarta.

• Dukung Anies Baswedan Berlakukan PSBB Jakarta, Ini Kata JK Riuh Pemprov DKI dan Pemerintah Pusat
Mahfud MD menegaskan bahwa sebenarnya PSBB masih terus berlangsung di Jakarta.
"Saya meluruskan pertanyaannya, 'Apakah Anda setuju dengan PSBB di Jakarta?', lebih banyak yang setuju."
"Pertanyaannya mungkin yang keliru, di Jakarta itu memang sedang PSBB," jelas Mahfud.
Mahfud menegaskan, PSBB tak pernah dicabut di Jakarta selama pandemi ini.
"Dan pemerintah itu tahu bahwa di Jakarta memang harus PSBB dan belum pernah dicabut."
"Enggak pernah dicabut. Yang sekarang persoalan di Jakarta itu bukan PSBB-nya, tapi tadi yang dikatakan Qodari itu rem daruratnya, tapi tetap PSBB," ujarnya.
Mahfud membenarkan bahwa masalah PSBB kewenangan daerah, namun pemerintah sebenarnya terus melakukan pembatasan tersebut dalam skala tertentu.
"Dalam rapat-rapat saya selalu mengatakan PSBB itu sudah merupakan kewenangan daerah."
"Sebenarnya kebijakan-kebijakan setiap saat di dalam range tertentu itu tetap dilakukan pemerintah."
"Misalnya, di daerah tertentu PSBB diberlakukan untuk satu kampung, di sana diberlakukan untuk satu pesantren, di sana diberlakukan pasar," terang menteri yang juga Pakar Hukum Tata Negara ini.
• Ancaman Anies Baswedan terkait PSBB: Jika Ditemukan Kasus Positif di Suatu Tempat, 1 Gedung Ditutup
Namun, kata-kata yang digunakan yakni PSBB total membuat ekonomi sempat terdampak.
Bahkan disebut-sebut negara sampai merugi hingga hampir Rp 300 triliun.