Breaking News:

Omnibus Law

Agenda Peringatan Hari Buruh 1 Mei 2020, Komunitas Kaum Pekerja Desak Pembatalan RUU Cipta Kerja

Pada 1 Mei 2020, masyarakat Indonesia memperingati Hari Buruh Internasional, salah satu agenda yang disorot adalah penolakan RUU Cipta Kerja.

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
Tribunnews/JEPRIMA
Massa buruh melakukan aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) di depan Gedung DPR/MPR, Jakarta Pusat, Rabu (12/2/2020). Tuntutan mereka meminta RUU Omnibus Law dibatalkan jika merugikan kelompok buruh mereka pun kecewa karena buruh tidak dilibatkan dalam pembahasan draftnya. Tribunnews/Jeprima 

"Omnibus Law (Cipta Kerja) juga dibuat dengan melanggar hukum. Prosesnya tidak transparan, melibatkan satgas yang syarat kepentingan."

"Omnibus Law (Cipta Kerja) hanya akan membuat rakyat semakin miskin serta tergantung pada mekanisme kebijakan ekonomi yang memperdalam jurang kesenjangan sosial," imbuhnya.

Sementara dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (1/5/2020), beberapa peraturan yang menjadi kontroversi tersebut antara lain adalah Pasal 78 yang tertuang dalam omnibus law Bab IV soal Ketenagakerjaan.

Dalam pasal 78 nomor 1 poin b disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 4 jam dalam 1 hari dan 18 jam dalam 1 minggu.

Sementara bila mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, pasal 78 Nomor 1 poin b disebutkan, waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14 jam dalam 1 minggu.

Selain itu ada juga Pasal 79 yang mengatur mengenai waktu istirahat dan cuti yang wajib diberikan oleh pengusaha.

Waktu istirahat diberikan minimal setengah jam setelah bekerja selama 4 jam berturut-turut dan tidak termasuk dalam jam kerja.

Selanjutnya pada poin b, disebutkan bahwa istirahat mingguan diberikan 1 hari untuk 6 hari kerja dalam seminggu.

Pada peraturan lalu yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2003, diatur bahwa dalam seminggu, jatah istirahat mingguan bisa 1 hari untuk 6 hari kerja atau 2 hari untuk 5 hari kerja.

Dibandingkan dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini, peraturan dalam Omnibus Law Cipta Kerja justru mengalami bebrapa penyusutan.

Di dalam UU No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pemerintah mengatur mengenai kewajiban pemberi kerja agar tetap membayarkan upah kepada pekerja yang sakit, hari pertama dan kedua masa haid hingga melahirkan.

Namun di dalam Omnibus Law Cipta Kerja, hal tersebut dihilangkan.

Pemerintah juga berencana menghapus ketentuan mengenai hak pekerja, yang tertuang dalam Pasal 159 UU Nomor 13 Tahun 2003.

Dimana dalam pasal tersebut diatur mengenai pekerja yang mendapatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara tidak semestinya, dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan industrial.

Untuk pengaturan cuti, tak ada perbedaan yang diatur dalam Omnibus Law Cipta Kerja dengan UU Nomor 13 Tahun 2003.

Dimana hak cuti diberikan untuk pekerja paling sedikit 12 hari setelah yang bersangkutan bekerja selama 12 bulan secara terus menerus. (TribunWow.com/ Via)

Halaman 3/3
Tags:
Hari BuruhHari Buruh InternasionalOmnibus Law
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved