Kasus Novel Baswedan
Penyerang Novel Baswedan Ditangkap, Reza Indragiri Ungkit Hubungan Polri dan KPK: Getir tapi Nyata
Psikolog Forensik, Reza Indragiri mengungkap dugannya terkait penyebab di balik tersangka yang berteriak Novel Baswedan sebagai pengkhianat.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel mengungkap dugannya terkait penyebab di balik tersangka yang berteriak Novel Baswedan sebagai pengkhianat.
Dilansir TribunWow.com, Reza Indragiri menyinggung hubungan Polri dan KPK yang sempat dikabarkan memanas.
Melalui tayangan YouTube Talk Show tvOne, Senin (30/12/2019), Reza Indragiri mengungkapkan dugaan soal keterlibatan institusi Polri di balik pernyatan tersangka penyiraman Novel Baswedan itu.
Hal itu disampaikannya karena kedua tersangka, RM dan RB, merupakan anggota aktif Polri.
• Bahas Kasus Novel Baswedan, Mantan Penyidik Polri Sebut 3 Syarat Kesuksesan Proses Penyidikan
• Penyerang Novel Baswedan Disebut Bisa Bebas dari Jerat Hukum, Berikut Keterangan Pakar Hukum Pidana
Reza Indragiri mulanya menyinggung soal institusi besar di balik kedua tersangka dan Novel Baswedan.
"Jadi ketika kemudian salah satu pihak mengatakan pihak lain berkhianat, mengingat mereka berasal dari dua institusi yang berbeda," kata Reza.
"Maka menarik sesungguhnya kalau dikaji secara psikologi ketika disebut nama tertentu, misalnya Novel (disebut) pengkhianat."
Lantas, Reza pun mempertanyakan soal sikap emosional tersangka yang langsung berteriak mengatakan Novel Baswedan sebagai pengkhianat.
Reza menduga apa yang disampaikan oleh tersangka merupakan representasi dari 'isi kepala' Polri.
"Itu merupakan representasi isi kepala dua orang saja, RM dan RB saja atau sesungguhnya itu suasana batiniah yang sifatnya umum yang dialami oleh seluruh kolega RM dan RB?," ucap Reza.
"Itu tentu saja harus diselidiki."
Sekali lagi, Reza menyinggung kemungkinan terlibatnya institusi besar di balik penyerangan Novel Baswedan itu.
"Sekali lagi saya mengajak perbincangan ini bukan hanya tentang individu tapi tentang institusi," ujar Reza.
"Karena implikasinya besar di situ."

• Bahas Motif Penyerang Novel Baswedan, Ahli Psikologi Forensik Soroti Sejarah Kelam KPK vs Polri
Lebih lanjut, Reza menyoroti soal kepindahan Novel Baswedan dari Polri ke KPK.
"Demikian pula dikatakan Novel pengkhianat sesungguhnya apa yang ada di kepala RM dan RB?," ujarnya.
"Mereka sungguh-sungguh punya sentimen negatif hanya pada individu bernama Novel Baswedan ataukah kepada seluruh personel Polisi yang kemudian bekerja yang kemudian dianggap tanda petik mengganggu institusi polri?," imbuhnya.
Melanjutkan penjelasannya, Reza kemudian mengungkap dugaannya soal vonis yang akan dijatuhkan pada kedua tersangka.
Disebutnya, vonis terhadap kedua tersangka bukanlah hal terpenting.
"Kemudian mereka berada di KPK, dua hal ini penting dikaji sebutlah beberapa pekan atau bulan yang akan datang akan jatuh vonis," ujarnya.
" Mungkin kita bayangkan RM dan RB bersalah, mungkin tak bersalah, selesai secara hukum barangkali selesai sampai di situ."
Menurutnya, yang lebih penting adalah imbas yang ditimbulkan dari penangkapan penyerang Novel Baswedan.
Reza mengkhawatirkan hubungan Polri dan KPK kembali merenggang pasca penangkapan kedua tersangka.
"Tapi imbas secara psikologis imbas secara emosional yang melibatkan dua institusi saya khawatir akan berkepanjangan," kata Reza.
"Memori kita menyimpan sekian banyak peristiwa yang maaf kata, 'Getir namun nyata' terkait relasi antar dua institusi ini."
Simak video berikut ini menit 2.55:
Penyerang Novel Bisa Bebas?
Setelah tertangkapnya dua pelaku penyerang Penyidik Senior KPK Novel Baswedan, muncul spekulasi bahwa masih ada dalang utama di balik aksi penyiraman air keras tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh Novel Baswedan yang menduga bahwa kedua orang tersebut hanyalah suruhan.
Pakar hukum pidana Teuku Nasrullah mengatakan kedua pelaku penyerangan tersebut bisa saja bebas apabila mereka melakukan aksi kriminal tersebut di bawah perintah seseorang yang tidak bisa ditolak.
• Bandingkan Novel Baswedan dengan Munir, Komisioner Kompolnas Sebut Ada Kemungkinan Dendam Pribadi
Nasrullah kemudian menganalisa apa yang terjadi pada kasus Novel Baswedan.
Menurutnya tetap ada kemungkinan keterlibatan aktor intelektual dalam kasus tersebut.
"Dalam teori hukum pidana ada aktor intelektual, tetapi ketika dirumuskan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, aktor intelektual itu masuk ke dalam kategori menyuruh melakukan atau membujuk melakukan," papar Nasrullah.
"Kita tidak tahu apakah kedua orang ini tunggal, mereka dua orang saja."
"Atau ada pihak lain yang membujuk mereka melakukan atau menyuruh mereka melakukan," tambahnya.
Nasrullah mengatakan apabila pelaku melakukan tindakan kriminal karena dibujuk, maka masih dapat dikenakan hukuman.
"Persoalannya adalah, ketika kita mengatakan oh ini ada orang lain yang membujuk melakukan, maka si terbujuk, si pelakunya tidak bisa menghindar dari hukum pidana," ujarnya.
Lain halnya ketika pelaku melakukan aksi kriminal karena berada di bawah tekanan yang kuat.
Nasrullah menjelaskan apabila pelaku melakukan tindakan kriminal karena kondisinya tidak bisa menolak perintah, maka yang dihukum hanyalah orang yang memberikan perintah tersebut.
• Soroti Penggunaan Pasal Pengeroyokan terhadap Tersangka, Novel Baswedan: Sangat Tidak Pas, Salah
"Tapi kalau menyuruh melakukan, ada syarat dalam hukum pidana, bahwa orang yang disuruh ini dia tidak bisa melawan," terang Nasrullah.
"Kalau dia dibujuk, dia tetap dihukum sebagai pelaku, tapi kalau orang yang disuruh melakukan dia tidak bisa dihukum."
"Yang bisa dihukum adalah orang yang melakukan," lanjutnya.
Nasrullah kemudian mencontohkan bagaimana orang yang ditodong dengan pistol, akan melakukan apa yang diperintahkan oleh pemegang pistol tersebut.
Apabila penodong memerintahkan orang tersebut untuk bertindak kriminal, maka yang dapat dikenakan hukuman hanya penodongnya saja.
(TribunWow.com/Jayanti Tri Utami/Anung Maulana)