Hukuman Kebiri Pedofil
Hukuman Kebiri Kimia Aris si Pemerkosa Anak Disebut Langgar Sumpah Dokter, Bisakah Diterapkan?
Hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto kepada pelaku pemerkosaan anak, Aris, belum bisa dieksekusi karena hal ini.
Editor: Lailatun Niqmah
Hanya saja, hukuman kebiri oleh dokter berarti melanggar sumpah sokter dan kode etik kedokteran Indonesia.
"Masalah hukuman tambahan yaitu kebiri yang rasanya buat kami dari IDI karena kita bekerja dalam koridor etik, sumpah, itu yang tidak memungkinkan," ujar Pudjo Hartono kepada BBC Indonesia.
"Saat kita melakukan kajian tahun 2016, dengan referensi macam-macam apakah tindakan dengan suntik itu bisa menyelesaikan masalah? Itu kan masih tanda tanya," sambungnya.
"Jadi intinya kita semua harus ketemu lagi untuk membahas masalah ini."
Sementara itu, dokter ahli andrologi Prof Dr dr Wimpie Pangkahila, menjelaskan kebiri kimia berarti menyuntikkan zat kimia anti-androgen ke tubuh seseorang.
Tujuannya menurunkan hormon testosteron dengan begitu gairah seksual akan hilang.
Akan tetapi, efek dari pemberian suntikan itu, kehidupan orang tersebut secara keseluruhan akan terganggu.
"Misalnya yang ringan, dia bertambah gemuk, lemak makin banyak, otot berkurang. Kemudian tulang keropos. Kalau diteruskan akan terjadi kurang darah. Fungsi kognitif terganggu. Hidupnya jadi tidak bagus," jelas Wimpie Pangkahila kepada BBC Indonesia.
Agar betul-betul hormon testosteron tersebut menurun atau hilang, kata Wimpie, penyuntikkan dilakukan berkali-kali. Biaya yang dikeluarkan pun, bervariatif.
"Tergantung jenis obatnya, ada yang murah atau terjangkau. Kalau pakai obat yang harga terjangkau, mungkin lima kali (suntik) mulai terasa."
Tapi, ia mewanti-wanti bahwa seseorang yang telah disuntik kebiri bisa kembali normal.
"Kalau misalnya orang itu ke dokter terus dokter tidak tahu dia sedang dihukum (kebiri), dia lalu minta pertolongan maka dokter itu bisa mengembalikan hormon itu asal belum terlalu buruk," jelasnya.
"Jadi kalau dikembalikan, kembali lagi dia."
Kejaksaan disarankan minta fatwa ke MA
Pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Eva Ahyani Djulfa, mengatakan hukuman kebiri kimia terancam kandas jika tidak ada dokter yang mau melaksanakan.