Hukuman Kebiri Pedofil
Hukuman Kebiri Kimia Aris si Pemerkosa Anak Disebut Langgar Sumpah Dokter, Bisakah Diterapkan?
Hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto kepada pelaku pemerkosaan anak, Aris, belum bisa dieksekusi karena hal ini.
Editor: Lailatun Niqmah
Pidana kurungan tersebut, menurut Kasi Intel Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Nugroho Wisnu, sesungguhnya lebih ringan dari tuntutan semula yakni 17 tahun.
"Pada putusan pertama di Pengadilan Negeri Mojokerto, terdakwa ajukan banding. Setelah banding diputus di Pengadian Tinggi Surabaya menguatkan PN. Setelah putusan di PT, terdakwa tidak lagi ajukan upaya hukum. Jadi sudah incraht atau memiliki kekuatan hukum tetap," kata Nugroho Wisnu.
Sementara itu, Juru bicara Kejaksaan Agung, Mukri, menyebut vonis kebiri kimia Aris menjadi yang pertama kali dijatuhkan oleh hakim sejak dilegalkan Presiden Joko Widodo lewat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Mukri mengatakan karena vonis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto tersebut wajib dijalankan, maka Kejaksaan akan segera menyusun petunjuk teknisnya termasuk memutuskan siapa tenaga medis yang akan melakukan hukuman kebiri kimia dengan berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Koordinasi diperlukan lantaran IDI masih menyatakan menolak terlibat sebagai eksekutor karena bertentangan dengan Sumpah Dokter dan Kode Etik Kedokteran Indonesia.
"Intinya dalam hal ini, kalaupun ada statement IDI (menolak), kita akan jelaskan. Nanti kita koordinasikan lebih lanjut. Kalau mereka tidak bisa, kita gunakan tenaga kesehatan lain," ujar Mukri kepada BBC Indonesia, Senin (26/8).
"Kan di situ (Perppu) nggak disebut eksekusi menggunakan IDI," tukasnya.
• Aris Pemerkosa 9 Anak Asal Mojokerto Tolak Dikebiri, Mengaku Lebih Baik Dihukum Mati
Kebiri kimia melanggar sumpah dokter
Wacana hukum kebiri kimia pertama kali mencuat pada pemerintahan mantan presiden Susilo Bambang Yudhyono.
Lantas pada Mei 2016, usulan ini kembali menguat menyusul kasus pemerkosaan terhadap Yuyun, seorang siswa SMP di Bengkulu.
Yuyun menjadi korban oleh pelaku yang berjumlah 14 orang.
Pada 25 Mei 2016, Presiden Joko Widodo menandatangani Perppu tentang Perlindungan Anak yang menyebut tiga tambahan hukuman yakni kebiri kimia, pengumuman identitas ke publik, dan pemasangan alat deteksi elektronik.
Jokowi berharap, Perppu itu membuat efek jera terhadap pelaku.
Namun demikian hukuman kebiri kimia menjadi problematis lantaran masih mendapat penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Ketua Majelis Pengembangan Profesi Kedokteran IDI, Pudjo Hartono, mengatakan pihaknya mendukung penghukuman seberat-beratnya terhadap pelaku kejahatan pemerkosaan dengan landasan dampak terhadap korban yang dialami seumur hidupnya.