Breaking News:

Sidang Sengketa Pilpres 2019

Refly Harun Kritik Hukum Acara MK: Misalnya Kehadiran Said Didu, Sudah Capek Tunggu sampai Subuh

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan kritik kepada sistem Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menerima materi gugatan pemohon di sidang.

Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Lailatun Niqmah
Tribunnews.com/ Danang Triatmojo
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun memberikan kritik terkait sistem Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menerima materi gugatan pemohon di sidang sengketa Pilpres 2019.

Hal ini diungkapkan Refly Harun saat menjadi narasumber dalam program Apa Kabar Indonesia Malam, tvOne, Minggu (23/6/2019).

Refly memberikan kritik terkait hukum acara MK.

Menurutnya, seharusnya MK jelas mengenai materi gugatan apa yang diterima dan akan dipertimbangkan di awal sidang.

"Saya justru mengkritik MK yang tidak memperbaiki hukum acaranya sendiri, harusnya MK itu jelas," ujar Refly.

"Kalau mau kita sengketa pilpres, itu Anda mau apa, apakah Anda mau kuantitatif dulu, apa Anda mau kualitatif, kalau kuantitatif dulu, ada enggak buktinya, kan begitu," ungkapnya.

BW: Tunjukkan pada Saya Ada Tidak Pemilu di Dunia Korbannya Lebih dari 700, dan Itu Ada di Indonesia

Ia menilai, apabila satu poin gugatan meragukan untuk bisa dibuktikan pemohon, seharusnya hakim MK menolak di awal.

"Kalau enggak ada buktinya yang real, sudah lewatkan, tidak usah dibuktikan, daripada membuktikan sesuatu yang tidak dianggap," papar Refly.

Menurut Refly, misalnya mengenai Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang disebutkan pemohon tidak wajar, hakim MK tidak akan mempertimbangkan hal itu.

"Karena soal DPT dan lainnya, itu soal yang tidak pernah diterima MK. Karena MK selalu berpikir, DPTnya bermasalah, tapi MK selalu menanyakan DPT itu menguntungkan kubu siapa," ujar Refly.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019).
Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun dalam diskusi Menakar Kapasitas Pembuktian MK, di Jakarta Pusat, Kamis (13/6/2019). (Tribunnews.com/ Danang Triatmojo)

Lantas ia beranggapan, hukum acara MK saat ini lucu, karena pemohon memberikan keterangan saksi, baru dipertimbangkan oleh hakim MK.

"Kalau sekarang lucu, ini ada hal-hal yang dibuktikan, tetapi kita tidak tahu diterima MK atau tidak pembuktiannya, bukan soal dikabulkannya ya," kat Refly.

"Misalnya mengenai kehadiran Said Didu, berbicara soal jabatan Ma'ruf Amin, itu saja belum jelas diterima atau tidak dalam putusan akhir, perbaikan permohonan itu dipertimbangkan atau tidak."

Jelang Sidang Putusan MK, Elite Politik Diharapkan Tak Provokasi Publik

"Coba bayangkan, tetapi dia sudah capek-capek nunggu sampai subuh," tambahnya.

"Nah ini persoalan menurut saya. Ke depan memang harus tegas MK ini, daripada ya seperti enggak jelas, bilang saja misalnya 'kami Mahkamah Kalkulator' tidak mempertimbangkan hal lain selain hitungan, misalnya begitu."

"Atau kami Mahkamah Progresfif, kalau Anda bisa membuktikan ada kecurangan yang substantif, merusak sendi pemilu yang jurdil, maka kami bisa mengabulkannya, kan mestinya begitu," pungkas Refly.

Lihat videonya di menit ke 51:40

Mahfud MD Sebut Kubu Prabowo-Sandi Tak Bisa Buktikan Dalilnya

Dalam acara tersebut, Mantan Ketua MK Mahfud MD juga memberikan tanggapan mengenai jalannya sidang sengketa Pilpres 2019.

Menurut Mahfud MD, dalam sidang yang sudah berlangsung, kubu pemohon, yakni Prabowo-Sandiaga, tidak dapat membuktikan dalilnya.

Mahfud awalnya menyinggung soal klaim Prabowo-Sandi soal kesalahan angka perolehan suara yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Sebagaimana diketahui, Prabowo-Sandi mengklaim, pihaknya menang dengan perolehan 52 persen suara, sementara Joko Widodo-Ma'ruf dengan 48 persen.

Jelang Putusan Sidang MK, Ini Komitmen Bersama Masing-masing Pihak

Mahfud menyebutkan, klaim tersebut sama sekali tidak dibuktikan dalam persidangan itu.

"Itu sama sekali tidak dibuktikan. Dan juga apa dalilnya? Kemudian buktinya apa? Sama sekali tidak disebut," kata Mahfud.

Karena tidak ada bukti, Mahfud lantas menilai, keputusan KPU tentang angka tersebut harus dianggap benar.

Selain itu, Mahfud juga menyoroti soal klaim bahwa ada kecurangan pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif.

"Itu juga dalam catatan saya ya, tidak ada yang secara langsung bisa dibuktikan oleh pemohon 02," kata Mahfud.

"Semuanya laporan-laporan atau indikasi kecurangan, tetapi berapa dan di mana, siapa yang melakukan langsung kecurangan yang berpengaruh terhadap jalannya pemilu itu juga tidak terbuktikan," sambungnya.

Isi Pembicaraan Mahfud MD dan Ahli dari TKN Jokowi-Maruf sebelum Bersaksi di Sidang MK

Mahfud juga menyinggung soal keponakannya yang menjadi saksi dari kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hairul Anas.

Mahfud MD dalam pemaparannya menyebutkan bahwa pernyataan Hairul Anas bukan merupakan bukti.

"Hairul Anas mengatakan di dalam TOT (Training of Trainer) itu TKN mengatakan bahwa di dalam demokrasi biasa curang gitu, saya kira itu juga bukan bukti," kata Mahfud MD.

"Itu adalah konstatasi yang dikatakan oleh siapa saja," sambung dia.

Hairul Anas, keponakan Mahfud MD yang jadi saksi dari kubu Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.
Hairul Anas, keponakan Mahfud MD yang jadi saksi dari kubu Prabowo-Sandi dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. (Tribun Jabar - YouTube GerindraTV)

Keponakannya Jadi Saksi 02, Mahfud MD Sebut Pernyataan Hairul Anas Tak Bisa Buktikan Ada Kecurangan

Dijelaskan Mahfud, di dalam ilmu politik selalu dikatakan bahwa pemilu itu selalu diwarnai dengan kecurangan di mana-mana.

"Di Amerika pun kemarin diisukan, dikonstatasikan bahwa ada campur tangan IT dari Rusia. Isu-isu seperti itu selalu muncul," ucap Mahfud.

Menurut Mahfud, sang keponakannya ini tak bisa membuktikan apakah pelatihan tersebut mengajarkan peserta atau tidak.

"Tetapi, yang bersangkutan sama sekali tidak bisa membuktikan apa betul dilatih untuk curang. Itu hanya kan mengatakan bahwa di pemilu itu banyak curang," ujar Mahfud.

"Kira-kira kalau disambungkan kan ada dua kemungkinan, satu 'marilah mau curang ini caranya begini', atau 'maka kita jangan curang tapi menempuh cara ini'.

"Bahkan ketika saksi itu (Hairul Anas) ditanya oleh hakim, apakah Anda mendengar sendiri bahwa diajak curang, katanya tidak," jelas dia.

Beri Saran ke Kubu 01, Mantan Ketua MK Mahfud MD: Tak Perlu Jawab Apapun dari Kesaksian Kubu 02

Mahfud lantas menyoroti kesaksian saksi dari kubu Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang menyebut bahwa Hairul Anas tak hadir dalam TOT sesi tersebut.

Karena itu, jelas Mahfud, kesaksian Hairul Anas terkait Staf Kepresidenan Moeldoko menggunakan kata 'mungkin', yang menandakan ketidakyakinan.

"Menurut kesaksian dari TKN, dari panitianya, yang bersangkutan tidak hadir dalam TOT itu meskipun terdaftar peserta tapi pada sesi itu tidak hadir," papar Mahfud.

"Oleh sebab itu ketika di persidangan kan hanya mengatakan 'mungkin Pak Moeldoko'. Sebenarnya tidak bilang Pak Moeldoko."

"Yang dia katakan itu bisa diambil saja dari bahan (materi -red) yang diberikan itu," imbuhnya.

Soal Sidang Sengketa Pilpres 2019, Pengamat Nilai Hakim MK Banyak Beri Kelonggaran

Atas alasan tersebutlah, Mahfud memaparkan, meskipun dimungkinkan pernyataan tersebut benar adanya, namun kesaksian tersebut tak bisa menjadi bukti.

"Bukti dalam hukum itu harus jelas. Ngajak curangnya gimana? Ngajak curang pun belum tentu salah kalau itu tidak dilaksanakan di dalam praktik, apa lagi ini tidak," kata Mahfud.

Simak videonya mulai menit 2.45:

(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah/Ananda Putri Octaviani)

WOW TODAY:

Tags:
Refly HarunSidang Sengketa Pilpres 2019Mahkamah Konstitusi (MK)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved