Pilpres 2019
Kartu Pra Kerja Jokowi, Bisakah Tepat Sasaran?
Kartu Pra Kerja yang diwacanakan calon presiden petahana Joko Widodo akan sulit untuk diawasi penggunaannya dan efektivitasnya.
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Kartu Pra Kerja yang diwacanakan calon presiden petahana Joko Widodo akan sulit untuk diawasi penggunaannya dan efektivitasnya, ujar Triyono, Peneliti Ketenagakerjaan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Presiden Joko Widodo mewacanakan distribusi Kartu Pra Kerja untuk masyarakat yang belum mendapatkan pekerjaan, jika ia terpilih menjadi presiden lagi.
Ia berujar pemegang kartu akan diberi pelatihan untuk mempersiapkan diri di dunia kerja dan tunjangan dalam kurun waktu tertentu.
• Kritisi Kartu Pra Kerja Jokowi, Dahnil Anzar: BPJS Saja Tidak Terbayar
Penerimanya, ujar Jokowi, akan dibatasi kuota.
Juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Arya Sinulingga, menjelaskan bahwa Kartu Pra-Kerja adalah program andalan Jokowi yang ditujukan untuk mengurangi pengangguran dan mewujudkan keadilan sosial.
Program ini, ujarnya, akan menyasar dua golongan, yaitu pekerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan perguruan tinggi yang belum bekerja.
Arya mengatakan pelatihan keterampilan akan dilakukan di Balai Latihan Kerja (BLK) selama dua sampai tiga bulan, di mana dalam proses itu peserta akan diberi tunjangan.
Untuk mantan pekerja yang kena PHK, mereka akan tetap diberi tunjangan maksimal tiga bulan setelah proses pelatihan selesai.
Sementara itu, lanjutnya, lulusan sekolah menengah atau perguruan tinggi akan menerima tunjangan maksimal selama setahun setelah memulai pelatihan, selama mereka belum mendapat pekerjaan.
"Kita belum tahu berapa besaran honornya. Targetnya mungkin, sekitar dua juta orang yang akan menerima pelatihan itu di tahun 2020," ujarnya.
• BPN Prabowo-Sandi Sebut Kartu Pra Kerja Jokowi Membebani Keuangan Negara
'Beri anggaran ke BLK, bukan individu'
Triyono, peneliti ketenagakerjaan Pusat Penelitian Kependudukan LIPI melansir data Badan Pusat Statistik di bulan Agustus 2018, yang menyebut bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) nasional mencapai 5,34% atau 7 juta jiwa.
Alumni SMK berkontribusi pada 11% dari angka itu, katanya.
Triyono mengatakan program peningkatan keterampilan sangat penting, khususnya bagi para lulusan SMK.
"Sekitar 70 hingga 80% lulusan SMK harus dilatih kembali sebelum terjun ke dunia kerja," ujarnya.