Kabar Tokoh
Fadli Zon Sebut Aturan BPJS yang Tak Lagi Gratis 100 Persen Belum Tentu Selesaikan Persoalan
Wakil Ketua DPR Fadli Zon tanggapi soal Permenkes No. 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon memberikan tanggapan terkait Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 51 Tahun 2018 tentang Pengenaan Urun Biaya dan Selisih Biaya dalam Program Jaminan Kesehatan.
Hal tersebut disampaikan Fadli Zon melalui video yang diunggah di akun Twitter DPR RI, @DPR_RI, Selasa (22/1/2019).
Fadli Zon menegaskan perlu adanya evaluasi terhadap kebijakan terkait BPJS tersebut.
Pasalnya, menurut Fadli Zon, ada banyak keluhan di masyarakat mengenai iuran hingga pelayanan BPJS.
• Lewat Aturan Baru BPJS, Pengguna Layanan Kesehatan Tak Lagi Bisa Seenaknya Ganti Kelas Perawatan
"Banyak keluhan-keluhan dari masyarakat yang terkait BPJS. Selain masalah iurannya, kemudian pelayanannya, dan terjadi komplain," kata Fadli Zon.
Fadli Zon menuturkan, komplain yang diterima terkait BPJS itu bukan hanya dari pasien, tapi juga dari dokter, rumah sakit, hingga komplain terkait utang.
Menurutnya, peraturan tersebut belum tentu menyelesaiakan persolan yang ada.
Sehingga, menurut dia, pihak-pihak terkait perlu mengkaji ulang Permenkes Nomor 51 Tahun 2018 dan mengevaluasi pelaksanaannya selama ini.
"Peraturan-peraturan seperti ini kan peraturan-peraturan yang tambal sulam, yang belum tentu nanti akan menyelesaikan persoalan. Apalagi disuruh biaya tambahan dan sebagainya. Jadi tidak ada kepastian hukum, tidak ada kepastian bagi pasien juga, dan ini memberatkan. Karena itu mungkin perlu dipikirkan kembali untuk dievaluasi," ujar Fadli Zon.
Sementara itu, diberitakan Kompas.com, Permenkes Nomor 51 Tahun 2018 adalah aturan baru yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan untuk mengatur aturan main soal urun biaya dan selisih biaya Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief menjelaskan bahwa Permenkes ini dikeluarkan karena ada beberapa jenis pelayanan kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan dalam program JKN-KIS.
"Urun biaya dikenakan kepada peserta yang dapat pelayanan tertentu yang bisa terjadi penyalahgunaan oleh peserta karena selera peserta," kata Budi di kantor pusat BPJS Kesehatan, Jakarta, Jumat (18/1/2019).
"Filosofinya, ini untuk menekan pelayanan yang sebetulnya tidak perlu. Kalau tidak diperlukan benar layanan ini, tidak usahlah. Bisa berobat saja," imbuhnya.
• Kemenkes Beri Pengecualian Tanggungan pada Aturan Baru BPJS Urun Biaya dan Selisih Biaya
Budi lantas menjelaskan urun biaya yang bisa dikenakan ke peserta adalah biaya pelayanan peserta yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan atas keinginan sendiri atau di luar rekomendasi dokter maupun rumah sakit.
Namun, terang Budi, layanan seperti itu tetap bisa dilakukan peserta BPJS.
Hanya saja peserta harus membayar sendiri biayanya.
Budi memaparkan, saat ini Kemenkes masih belum menentukan secara rinci jenis-jenis layanan apa saja yang termasuk dalam urun biaya.
Tiap kali peserta melakukan kunjungan untuk rawat jalan, akan ada biaya yang besarannya sudah disesuaikan dengan ketentuan:
- Sebesar Rp 20.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di rumah sakit kelas A dan rumah sakit kelas B
- Sebesar Rp 10.000 untuk setiap kali kunjungan rawat jalan di rumah sakit kelas C, rumah sakit kelas D, dan klinik utama
- Biaya paling tinggi sebesar Rp350.000 untuk paling banyak 20 kali kunjungan dalam jangka waktu tiga bulan.
Sedangkan untuk rawat inap, besaran urun biayanya adalah 10 persen dari biaya pelayanan.
Angkanya dihitung dari total tarif INA CBG's setiap kali melakukan rawat inap, atau paling tinggi Rp 30 juta.
• Kemenkes Beberkan Alasan Terapkan Aturan Baru BPJS dengan Beri Tanggungan Bayar bagi Pengguna
Selanjutnya, BPJS Kesehatan akan membayar klaim rumah sakit dikurangi besaran urun biaya tersebut.
Urun biaya dibayarkan oleh peserta kepada fasilitas kesehatan setelah pelayanan kesehatan diberikan.
Sementara itu, untuk selisih biaya, diterapkan kepada peserta yang mau ada kenaikan pelayanan kesehatan lebih tinggi dari haknya.
Misalnya, peserta kelas perawatan 3 ingin dirawat di kelas perawatan di atasnya.
Permenkes tersebut tidak melarang peningkatan hak kelas rawat di rumah sakit.
Namun, ada konsekuensi pembayaran selisih biaya yang harus ditanggung oleh peserta JKN-KIS yang bersangkutan.
Selain itu, peningkatan kelas perawatan hanya bisa dilakukan satu tingkat lebih tinggi dari kelas yang menjadi hak peserta.
• Daftar RS yang Tetap Layani BPJS Meski Tak Kantongi Akreditasi di Wilayah JABODETABEK
Untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 3 ke kelas 2, dan dari kelas 2 ke kelas 1, maka peserta harus membayar selisih biaya antara tarif INA CBG's antarkelas.
Sementara untuk peningkatan kelas rawat inap dari kelas 1 ke kelas di atasnya, seperti VIP, maka peserta harus membayar selisih biaya paling banyak 75 persen dari tarif INA CBG's kelas 1.
Sedangkan untuk rawat jalan, peserta harus membayar biaya paket pelayanan rawat jalan eksekutif paling banyak Rp 400.000 untuk setiap episode rawat jalan.
Baik urun biaya maupun selisih biaya tidak berlaku untuk Penerima Bantuan luran (PBI) dan penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah atau Pusat.
Meski rinciannya sudah dikeluarkan, pihak BPJS menyatakan aturan ini belum berlaku dan masih akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat.
(TribunWow.com)