Gejolak Rupiah
Ajak Tak Bandingkan dengan Krisis 1998, Said Didu: Fokus Cari Solusi, Bukan Solusi Bangku Kuliah
Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu, turut berkomentar soal pelemahan rupiah yang dikaitkan dengan krisis tahun 1998 dan 2008.
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Mantan Staf Khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu turut berkomentar soal pelemahan rupiah yang dikaitkan dengan krisis tahun 1998 dan 2008.
Hal ini diungkapkan Said Didu melalui Twitter miliknya, @saididu, Jumat (7/9/2018).
Said Didu mengatakan jika krisis tahun ini berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.
Oleh sebab itu, seharusnya difokuskan untuk mencari solusi yang efektif.
"Jangan habiskan waktu diskusi ttg perbedaan krisis 1998, 2008, 2018 dan cari kambing hitam. Jelas beda tapi setiap krisis spt ini sebaiknya fokus cari solusi efektif - bukan solusi bangku kuliah," tulis Said Didu.
Selain memberikan komentar melalui Twitter miliknya, Said Didu juga mengatakan perbedan gejolak rupiah di tahun 1998 ketika menjadi narasumber di acara Rosi, Kompas TV, Rabu (6/9/2018).
• Tanggapi Ancaman Sri Mulyani pada Spekulan, Kwik Kian Gie: Keterangan Menkeu Aneh
Awalnya, mantan staf khusus Menteri ESDM itu mengatakan bahwa ada faktor yang berbeda terkait gejolak rupiah di tahun 1998 dan 2018.
Perbedaan antara 1998 dan 2018 adalah terkait kondisi pangan nasional, saat ini kondisi pangan di Indonesia masih cenderung stabil dibandingkan tahun 1998.
Said didu mengatakan selama pangan masih ada, gejolak ini akan aman-aman saja.
Dalam acara tersebut, Said Didu juga menjelaskan tentang krisis yang terjadi pada tahun 1998, 2008 dan 2018.
Di tahun 1998 badai datang dari utara, semua negara di Asia Tenggara terkena dampaknya dan Indonesia terkena dampak terakhir.
Masalah yang terjadi di tahun 1998 adalah kondisi pangan tidak stabil sehingga terjadi gejolak sosial yang tinggi sehingga berakibat lengsernya Presiden Soeharto.
Di tahun 2008, badai yang terjadi tidak terlalu kuat dan pada saat itu kondisi fiskal dan ekonomi Indonesia masih cukup bagus sehingga Indonesia masih punya uang untuk buyback saham dan mengatasi persoalan Ekonomi.
Kemudian di tahun 2018, gejolak ekonomi terjadi di berbagai negara seperti krisis di Argentina dan Turki, tapi kondisi ekonomi negara-negara di Asia lebih kuat sehingga gejolak ini masih bisa terbendung.
• Nilai Tukar Rupiah Menguat, Rachland Nashidik: Hanya Menggeliat
Dijelaskan oleh Said Didu bahwa negara-negara di Asia mengalami depresiasi rata-rata 2 persen sedangkan Indonesia mengalami depresiasi yang cukup besar sekitar 7 persen.