5 Fakta Wawancara Eksklusif Intisari dengan Aidit, Tokoh PKI Ikut Berjuang Memerdekakan Indonesia!
Pada saat itu, Intisari berkesempatan untuk mewawancarai pemimpin PKI, Aidit di Kantor CC PKI di Jalan Raya Kramat, Jakarta Pusat.
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
Pada tahun 1937, Bung Aidit tiba di Jakarta dan masuk sekolah dagang sambil mengikuti kursus bahasa-bahasa asing.
Namun sayangnya karena biaya macet, ia tidak menamatkan sekolahnya tersebut.
Malah, ia sempat bekerja sebagai pembuat lubang kancing pada tukang jahit. Ia juga gemar ke museum sambil membaca buku-buku.
Ia sering membaca buku-buku sosiologi dari penulis-penulis seperti Marxis, Adler, Vierkandt, Max Weber, Le Bon, Rolandhols, Kautzky.
Wanita 47 Tahun sudah Menopause Tiba-tiba Hamil Lagi, Ternyata Hal Ini yang Dilakukan Sebelumnya!
Namun, pandangan para tokoh tersebut tidak memuaskan hatinya. Berlainan saat ia membaca buku Manifesto Komunis dan buku-buku Marx dan Lenin lainnya.
Aidit dikenal sebagai sosok yang berjiwa dinamis dan memiliki intelegensia yang tinggi.
Dinamik pemuda ini disalurkan pada kehidupan organisasi. Ia memasuki Persatuan Tumur Muda.
Anggotanya dari berbagai macam golongan termasuk keturunan Arab dan Tionghoa.
Bosan dengan Jacket Jeans-mu yang Polos? Yuk Bikin Painted Denim!
"Sejak dulu saya menentang rasisalisme" katanya.
Ia juga berkenalana dengan Wikana pemimpin Gerindo. Ia juga kenal dengan Amir Sjarifudin SH.
“Besar pengaruhnya terhadap saya. Ia seorang intelektual yang militan, yang mengintegrasikan diri dengan massa rakyat. Pejuang gigih melawan fasisme. Berwibawa dan berwatak.” ucapnya.
Resmi menjadi anggota partai komunis pada zaman Jepang dengan Widarta sebagai perantaranya pada tahun 1943 saat ia berusai 20 tahun.
Ia bergabung di PKI, karena partai ini menentang fasisme Jepang secara konsekuen.