Breaking News:

Tunjukkan Data hingga Bumi Goyang Jika NU Marah! Inilah Fakta-fakta Penolakan Full Day School

Berikut ini fakta-fakta penolakan dari berbagai pihak mengenai wacana sekolah lima hari atau full day school (FDS).

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Tinwarotul Fatonah
TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
UJIAN SEKOLAH - Siswa kelas VI mengerjakan soal mata pelajaran bahasa Indonesia saat mengikuti Ujian Sekolah/Madrasah Tahun Pelajaran 2016/2017 tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), di SD Negeri Rancamanyar III, Jalan Cilebak, Desa Rancamanyar, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Senin (15/5/2017). Ujian yang digelar serentak di seluruh Indonesia itu akan berlangsung hingga 17 Mei dengan mengujikan mata pelajaran bahasa Indonesia, matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA 

Zainut juga mempertanyakan kesiapan sarana dan prasarana di sekolah untuk menerapkan pendidikan delapan jam sehari.

"Misalnya hanya diberlakukan bagi sekolah yang sudah memiliki sarana pendukung yang memadai. Sedangkan bagi sekolah yang belum memiliki sarana pendukung tidak atau belum diwajibkan," kata dia.

Untuk itu Zainut meminta kebijakan ini dilakukan secara bertahap dan tidak diberlakukan untuk semua daerah, dengan maksud menghormati nilai-nilai kearifan lokal.

"Jadi daerah diberikan opsi untuk mengikuti program pendidikan dari pemerintah, juga diberikan hak untuk menyelenggarakan pendidikan sebagaimana yang selama ini sudah berjalan di masyarakat," kata Zainut.

Prihatin Nasib Lembaga Informal, Pria Ini Kirim Surat Terbuka untuk Jokowi Kritik Full Day School

3. Surat terbuka untuk Jokowi

Penolakan sekolah lima hari (FDS) juga dilakukan oleh M Rikza Chamami, seorang pengasuh Pondok Pesantren Al Firdaus YPMI yang berlokasi di Jalan Ngaliyan, Semarang, Jawa Tengah.

Ia mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), Rabu (14/6/2017) yang berisi kritikan atas kebijakan sekolah lima hari (FDS).

Berikut ini isi suratnya.

"Surat Terbuka Santri Mbeling Tabayun Full Day School Kagem Pak Jokowi
Semarang, 14 Juni 2017
Kepada yang terhormat
Bapak H Joko Widodo
Presiden Republik Indonesia
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Sugeng enjang Pak Presiden, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq dan i'anah dalam menjalankan tugas-tugas kenegaraan di bulan suci Ramadan ini.
Sebagai seorang santri, pertengahan Ramadan diyakini sebagai hari-hari mulia mendapatkan maghfirah Allah. Maka perkenankan saya menyampaikan surat terbuka ini dengan tetap mengharap maghfirah tanpa hoax.
Begini Bapak. Setelah Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2017 Tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru diterbitkan. Disusul dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah disahkan, maka terjadi banyak respon kaum santri Nusantara terkait full day school yang dikemas dengan sekolah lima hari (SLH).
Problemnya sangat sederhana. Yakni masih belum ada tabayun nasional teknis detail dari pelaksanaan SLH di tingkat teknis. Sehingga muncul kecemasan massif soal nasib lembaga pendidikan non formal dan informal yang diindikasikan akan tidak mendapatkan porsi (atau bahkan terancam tutup).
Kita sangat merasa eman-eman, gelombang Islamophobia semacam ini akan dijadikan pintu masuk serta menjadi ancaman kaum santri. Dan hanya Pak Jokowi yang bisa mencarikan solusi terbaik soal kebijakan baru SLH ini.
Pak Presiden sudah sangat kita pahami sebagai "Presiden Santri" karena sangat dekat dengan para Ulama Sejati dan sudah memberi hadiah Hari Santri untuk Indonesia. Maka sekali lagi Pak Presiden, kita ajak untuk memikirkan nasib dunia santri yang jelas-jelas menjadi kekuatan nasionalisme bagi NKRI.
Pripun mangke nasibipun lembaga-lembaga meniko Pak Presiden? (bagaimana nanti nasib lembaga-lembaga tersebut Pak Presiden?)
1. Pondok Pesantren: 13.904 lembaga, 3.201.582 santri, dan 322.328 ustaz;
2. Madrasah Diniyah Takmiliyah: 76.566 lembaga, 6.000.062 santri, dan 443.842 ustaz;
3. Pendidikan Al Qur'an (TKA, TPA, TQA): 134.860 lembaga, 7.356.830 santri, 620.256 ustaz.
Total: 225.330 lembaga, 16.558.44 santri, dan 1.386.426 ustad.

Giat restorasi pendidikan karakter dan revolusi mental yang sudah menjadi komitmen Kabinet Kerja sangat saya apreseasi, namun jika kebijakan itu masih membuat gap pada dunia pendidikan kaum santri, maka tugas kita bersama adalah mencari solusi yang terbaik.
Di akhir surat ini, saya mengharap dengan penuh hormat pada Pak Presiden untuk:
1. Membuat tabayun full day school berbasis SLH secara detail agar tidak menjadikan salah paham;
2. Membuat solusi terbaik agar SLH sama sekali bukan menjadi "virus pembunuh" bagi lembaga pendidikan santri;
3. Membuat kebijakan nasional pendidikan sesuai dengan nawacita yang menguntungkan semua pihak (tanpa kecuali) dalam rangka mencerdaskan bangsa;
4. Membatalkan SLH jika memang menjadi masalah serius dunia pendidikan Islam.
Demikian surat terbuka ini kami sampaikan.
Atas segala khilaf, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Wallah al muafaq 'ila 'akum altariq wassalamalaikum warahmatallahi wabarakatuh
Hormat saya,
M. Rikza Chamami
Pengasuh Pondok Pesantren Al Firdaus YPMI Ngaliyan Semarang."

Setelah Bikin Video Sekolah Gak Guna Kini Deddy Corbuzier Ajarkan Melawan Orang Tua!

4. Tweet kritikan dari Muhaimin

Kritikan terkait sekolah lima hari (FDS) juga datang dari Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa, Muhaimin Iskandar.

Pria yang akrab dipanggil 'Cak Imin' ini mengungkapkan kritikannya lewat media sosial Twitter miliknya.

Halaman
1234
Sumber: TribunWow.com
Tags:
Full Day SchoolMuhadjir EffendyMajelis Ulama Indonesia (MUI)Partai Kebangkitan BangsaMuhaimin Iskandar
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved