Travel
Kampung Batik Kauman Surakarta, Warisan Keraton yang Kini Menyusuri Dunia Digital
Dari gang bersejarah di Surakarta, Kampung Batik Kauman kini menenun kisah baru, bagaimana warisan keraton bertahan dan beradaptasi di era digital.
Penulis: Magang TribunWow
Editor: Yonatan Krisna
Selain marketplace, mereka juga aktif di Instagram untuk promosi.
"Di Instagram kami posting model-model baru, lumayan banyak yang tanya lewat chat," ujarnya.
Ibu Win mengakui, menjual batik online memiliki tantangan tersendiri. "Batik itu orang lebih suka lihat langsung dulu.
Kalau cuma lihat foto di HP, detail motifnya ndak terlalu kelihatan," ungkapnya.
Meski begitu, ia tetap optimis. "Yang online juga ada pembelinya kok, terutama yang sudah kenal produk kita. Mereka bisa repeat order tanpa harus ke Kauman lagi," katanya.
Untuk memudahkan transaksi, Batik Salsabila telah menyediakan pembayaran digital.
"Bisa Qris, ada EDC BCA juga. Jadi kalau wisatawan datang, mereka tinggal scan," ujar Ibu Win.
Sebagai kawasan wisata yang terhubung dengan Keraton Surakarta, Kampung Batik Kauman sangat bergantung pada wisatawan.
Lokasinya yang strategis membuat kawasan ini menjadi destinasi wajib wisatawan.
"Pembeli paling banyak itu wisatawan dari Jakarta, Bandung, Bali. Ada turis asing juga dari Eropa, Australia, Jepang, meski jarang.
Kalau orang Solo sendiri jarang beli," tutur Ibu Win.
Menurut Ibu Win, saat ini masih ada puluhan pengrajin dan penjual batik aktif di Kauman, turun dari ratusan toko di masa kejayaannya.
"Dulu lebih banyak, sekarang tinggal puluhan. Ada yang tutup karena ndak ada penerus, ada yang pindah usaha," ujarnya.
Para pelaku usaha tergabung dalam paguyuban yang saling mendukung.
"Kita ada paguyuban, sering kumpul-kumpul. Kalau ada pelatihan tentang cara foto produk, promosi di Instagram, kita belajar bareng-bareng," jelasnya.