TRIBUNWOW.COM - Beberapa pemain naturalisasi turut memberikan suaranya soal wacana adanya pembatasan pemain naturalisasi, tiga pemain dari tiga klub yakni Persib Bandung, Persis Solo dan Borneo FC paling vokal.
Dilansir TribunWow.com, munculnya draft pembahasan regulasi soal pembatasan pemain naturalisasi menarik banyak atensi para pemain sepak bola di Indonesia.
Terutama para pemain naturalisasi yang merasa dirugikan dengan wacana adanya regulasi pembatasan pemain naturalisasi dalam satu klub di Liga 1 2022/2023.
Rencananya, pembatasan kuota pemain naturalisasi per klub di Liga 1 musim depan akan dibuat maksimal 2 pemain.
Baca juga: Tolak Keras Pembatasan Pemain Naturalisasi, Gelandang Persib Bandung Tekankan Sila ke-5 Pancasila
Sedangkan di gelaran Liga 2 2023/2024 bakal dicetuskan satu pemain per tim.
Di sisi lain, sejauh ini sudah ada lima pemain yang telah buka suara melakukan protes keras maupun sindiran yang ditujukan kepada para pemangku kebijakan di PSSI.
Lantas, siapa deretan pemain yang turut angkat bicara soal penolakan regulasi pembatasan pemain naturalisasi di gelaran Liga 1 2023/2024?
1. Irfan Bachdim (Persis Solo)
Terkini, pemain Persis Solo, Irfan Bachdim turut angkat bicara soal pendapatnya terkait wacana kebijakan pemain naturalisasi.
Dalam unggahannya di Instagram pribadi @ibachdim Selasa (7/3/2023), Irfan Bachdim turut menyuarakan protes kerasnya terhadap wacana regulasi pembatasan pemain naturalisasi.
Menurut winger Persis Solo tersebut, adanya wacana regulasi pembatasan naturalisasi sangat disayangkan karena sejatinya pemain tersebut sudah memilih menjadi Warga Negara Indonesia.
Hal itu berarti, secara hak, mereka juga mendapatkan perlakuan yang sama dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.
"Sekarang saya akan berbicara tentang peraturan yang mungkin akan terjadi di liga kita musim depan.
Mungkin ada orang seperti saya yang berdarah Indonesia dan sangat bangga menjadi orang Indonesia. Kenapa kita berbeda sekarang?
Kemudian ada pemain yang menikah dengan perempuan Indonesia dan punya anak Indonesia, kenapa mereka berbeda?