TRIBUNWOW.COM - Ahli Pidana dari Universitas Andalas, Elwi Danil menerangkan perbedaan prinsip pidana yang dapat diterapkan dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dilansir TribunWow.com, Elwi Danil menyatakan bahwa ada dua jenis kriteria mengenai pelaku dan kaki tangan di mata hukum pidana.
Di mana pelaku yang memerintahkan pembunuhan, dalam hal ini diduga sebagai terdakwa Ferdy Sambo, menjadi orang yang bertanggung jawab dan patut dihukum.
Baca juga: Romo Magnis Ungkap 2 Faktor yang Ringankan Hukuman Bharada E, Sebut Ferdy Sambo hingga Waktu Insiden
Sementara pelaku yang hanya diperintah, dalam hal ini Richard Eliezer alias Bharada E tidak bisa dimintai pertanggung jawaban.
Ironisnya, fakta hukum pidana ini disampaikan Elwi Danil saat hadir sebagai saksi ahli dari kubu Ferdy Sambo dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).
Menjawab pertanyaan pengacara Ferdy Sambo, Elwi Danil menjelaskan perbedaan antara prinsip penyertaan Doenpleger dan Uitlokking.
Di mana Doenpleger adalah adanya pelaku intelektual yang memerintahkan tindakan pidana.
"Kedua jenis penyertaan ini menempatkan adanya dua orang, di dalam Doenpleger adalah orang yang menyuruh melakukan dan orang yang disuruh melakukan," terang Elwi Danil dikutip kanal YouTube KOMPASTV.
Baca juga: Jelaskan Peran Ferdy Sambo hingga Bharada E, Ahli: Pasti Ada Aktor Intelektualnya, Pembuat Skenario
Sementara pada Uitlokking, seorang pelaku menggerakkan orang untuk melakukan tindak pidana.
Misalnya seperti pencucian otak dalam aksi terorisme atau pembunuh bayaran yang melakukan pidana dengan motivasi uang.
"Sedangkan dalam Uitlokking adalah orang yang menggerakkan untuk melakukan dan digerakkan untuk melakukan."
Menurut Elwi Danil, seorang pelaku yang terpaksa melanggar pidana karena diperintah tak bisa dikenai hukuman.
Alih-alih, pelaku yang memerintahlah yang harus bertanggung jawab atas tindak pidana tersebut.
"Kalau dalam Doenpleger, orang yang disuruh melakukan, tidak bisa dimintakan pertanggung jawaban pidana," beber Elwi Danil.
"Dia hanya semata-mata berkedudukan sebagai instrumen atau alat dari pelaku intelektual. Dan orang yang disuruh melakukan itu tidak bisa dipidana."
"Sedangkan yang dipidana adalah orang yang menyuruh melakukan," tegasnya.
Hal ini berbanding terbalik dengan Uitlokking di mana kedua pelaku, baik aktor intelektual maupun eksekutor dapat sama-sama dihukum.
"Berbeda dengan itu, dalam Uitlokking, dua-duanya bisa dihukum atau dipidana, baik orang yang menggerakkan ataupun yang digerakkan," tandasnya.
Baca juga: Sebut CCTV Bongkar Kebohongan Bharada E dan Romer, Arman Hanis: Ferdy Sambo Tak Pakai Sarung Tangan
Lihat tayangan selengkapnya dari menit pertama:
Nasib Richard Eliezer alias Bharada E masih belum bisa dipastikan dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Dilansir TribunWow.com, Bharada E yang menjadi eksekutor pertama, tak dijamin lolos dari hukuman meski telah berstatus Justice Collaborator.
Namun, dari persidangan yang dilakukan hari ini, Rabu (21/12/2022), pengacara Bharada E, Ronny Talapessy, meyakini ada peluang bagi kliennya untuk bebas.
Baca juga: Isi Chat Ferdy Sambo dan Bharada E seusai Kematian Brigadir J, atas Namakan Kapolri Bahas Ini
"Ini ada peluang untuk Richard Eliezer terkait dengan penghapusan pidana, pasal 48," terang Ronny yang dijumpai seusai persidangan di PN Jakarta Selatan.
"Nanti kami juga akan gali di persidangan berikutnya terkait perintah jabatan, ini akan kita gali."
Dalam sidang hari ini, dihadirkan ahli pidana dan ahli psikologi forensik yang memberikan profiling mengenai korban dan para terdakwa.
Disebutkan bahwa Bharada E adalah junior yang memiliki pangkat terendah di rumah terdakwa Ferdy Sambo.
Baca juga: Tak Ada DNA Ferdy Sambo di 2 Pistol Pembunuh Brigadir J, Lawyer Bharada E Justru Merasa Diuntungkan
Bharada E juga memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap otoritas sehingga tak mampu menolak perintah Ferdy Sambo untuk menembak.
Sehingga, muncul peluang besar agar Bharada E bisa bebas dari jerat hukum, apalagi mengingat ia adalah sosok whistle blower yang membongkar skenario sang jenderal.
"Tetapi fakta persidangan hari ini adalah menjelaskan mengenai keadaan terpaksa, keadaan memaksa, itu kan ada di pasal 48, dan diatur tentang penghapusan pidana," terang Ronny.
"Ini sesuai semua dengan fakta-fakta persidangan yang sudah ada," tandasnya.(TribunWow.com/Via)