Konflik Rusia Vs Ukraina

Bantah Klaim PBB, Jubir Rusia Tegaskan Putin Belum Setujui Rencana Evakuasi di Mariupol

Penulis: Noviana Primaresti
Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Rusia Vladimir Putin saat bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di Moskow, Rusia, pada Selasa (26/4/2022). Terbaru, Jubir Putin bantah adanya persetujuan evakuasi di pabrik baja Azovtal, Mariupol, Rabu (27/4/2022).

TRIBUNWOW.COM - Rusia menampik adanya kesepakatan antara pihaknya dan PBB mengenai evakuasi di pabrik baja Azovtal, Mariupol.

Ditegaskan Presiden Rusia Vladimir Putin belum memberikan jawaban pasti mengenai tawaran Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres.

Hingga saat ini, Rusia belum bersedia memberikan jawaban pasti mengenai penyelesaian krisis kemanusiaan di Mariupol.

Diketahui, Guterres dan Putin bertatap muka secara langsung pada Selasa (26/4/2022).

Penampakan kompleks pabrik baja Azovtal yang terletak di wilayah kota Mariupol, Ukraina. (Website azovstal.metinvestholding.com/ru)

Baca juga: Video Aksi Adik Kadyrov Sergap Pasukan Ukraina yang Berkeliaran di Pabrik Azovtal Mariupol

Baca juga: Wanita dan Anak-anak Terjebak di Bunker, Rezimen Azov Sebar Video Penampakan Terkini Mariupol

Dalam kesempatan tersebut, Guterres membahas mengenai koridor kemanusiaan yang melibatkan PBB dan Komite Internasional Palang Merah (ICRC) bersama tentara Ukraina serta Rusia di Mariupol.

Mengenai hal ini pihak PBB menilai Putin secara prinsip sudah menyetujui usulan tersebut.

Namun, Sekretaris Pers Presiden Rusia Dmitry Peskov, menekankan tidak ada kesepakatan khusus untuk melibatkan PBB dan ICRC dalam evakuasi warga sipil dari Azovstal.

"Topik ini memang disuarakan oleh Bapak Guterres, dan akan dikembangkan lebih lanjut, tidak ada kesepakatan khusus di bidang ini,” tegas Peskov dilansir RIA Novosti, Rabu (27/4/2022).

Sebelumnya, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengumumkan hasil kesepakatan setelah ikut menghadiri pertemuan Putin dan Guterres.

Ia menjelaskan bahwa Putin pada prinsipnya menyetujui keterlibatan PBB dan Komite Internasional Palang Merah untuk melakukan evakuasi di Mariupol.

Terutama di pabrik baja Azovtal yang diklaim menjadi tempat perlindungan 1.000 warga yang termasuk di antaranya adalah wanita dan anak-anak.

Baca juga: Meja Raksasa Putin Jadi Sorotan saat Temui Sekjen PBB, Disebut Berhias Emas dengan Harga Fantastis

Namun, belum ada kesepakatan resmi mengenai kapan koridor kemanusiaan itu mulai dibuat.

"Diskusi lanjutan akan dilakukan dengan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan dan Kementerian Pertahanan Rusia," kata Dujarric dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Selasa (26/4/2022).

Dalam pidato yang disiarkan televisi, Putin mengatakan kepada Guterres bahwa dia masih memiliki harapan agar negosiasi berjalan guna mengakhiri konflik.

"Meskipun operasi militer sedang berlangsung, kami masih berharap bahwa kami akan dapat mencapai kesepakatan di jalur diplomatik," kata Putin.

"Kami sedang bernegosiasi, kami tidak menolak (pembicaraan)."

Putin mencatat bahwa negosiator Rusia dan Ukraina telah membuat terobosan dalam pembicaraan mereka di Istanbul, Turki, bulan lalu.

Dia mengklaim, bahwa pihak Ukraina kemudian menarik kembali beberapa kesepakatan tentatif yang dicapai di Istanbul.

Secara khusus, Putin mengatakan para negosiator Ukraina telah mengubah posisi mereka mengenai masalah status Krimea dan wilayah separatis di Ukraina timur.

Mereka justru menawarkan untuk menyerahkan keputusan itu kepada presiden negara-negara tersebut untuk didiskusikan.

Presiden Rusia menuduh bahwa pergeseran pendirian Ukraina itu menyulitkan diadakannya perundingan kesepakatan di masa mendatang.

Baca juga: Menlu Rusia Ungkap Potensi Perang Nuklir bila Kondisi Ini Terjadi: Banyak Pihak akan Menyukainya

Baca juga: Invasi Rusia ke Ukraina Hari ke-62, Moldova Diserang hingga Sekjen PBB Temui Putin

PBB Putuskan Turun Tangan Atasi Krisis Ukraina

Hampir dua bulan berlalu, perang antara Rusia dan Ukraina tak juga mereda.

Alih-alih, situasi makin memanas ketika kini Rusia mengklaim berhasil kuasai Mariupol, kota pelabuhan utama Ukraina.

Menanggapi hal tersebut, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun tak tinggal diam dalam mencari upaya perdamaian.

Dilansir TribunWow.com dari Aljazeera, Kamis (21/4/2022), Antonio Guterres, sekretaris jenderal PBB, meminta adanya pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Pertemuan itu rencananya digelar secara terpisah di ibu kota negara masing-masing untuk mencoba merundingkan diakhirinya perang yang hampir dua bulan berlangsung.

Juru bicara PBB Stephane Dujarric, mengatakan bahwa Guterres telah mengirim surat ke misi PBB di Rusia dan Ukraina.

Ia meminta Putin untuk menerimanya di Moskow dan meminta Zelensky untuk menyambutnya di Kyiv.

"Sekretaris Jenderal mengatakan, pada saat bahaya dan konsekuensi besar ini, dia ingin membahas langkah-langkah mendesak untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina dan masa depan multilateralisme berdasarkan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional," kata Dujarric di sebuah pernyataan, Rabu (20/4/2022).

Ini dilakukan setelah sehari sebelumnya, Guterres menyerukan gencatan senjata empat hari selama Pekan Suci Kristen Ortodoks untuk memungkinkan evakuasi warga sipil dan pengiriman bantuan kemanusiaan ke daerah-daerah yang terkena dampak parah.

"Kebutuhan kemanusiaan sangat mendesak. Orang-orang tidak memiliki makanan, air, persediaan untuk merawat yang sakit atau terluka atau hanya untuk hidup sehari-hari," kata Guterres di New York.

Diketahui, invasi Rusia pada 24 Februari ke Ukraina telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan lebih dari 12 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan.

Sementara, sekitar lima juta penduduk telah meninggalkan Ukraina.

Sejak memulai apa yang disebutnya operasi khusus untuk demiliterisasi Ukraina, Rusia telah membom kota-kota Ukrana.

Puing-puing berserakan dan ratusan mayat sipil telah ditemukan di kota-kota setelah pasukan Rusia mundur dari daerah dekat Kyiv.

Moskow, yang pekan ini meluncurkan serangan skala penuh di timur Ukraina, membantah menargetkan warga sipil.

Tanpa memberikan bukti, Rusia menuding bahwa bukti-bukti kekejaman di Ukraina hanyalah rekayasa. (TribunWow.com/Via)

Berita terkait Konflik Rusia Vs Ukraina