"Bahkan korban disuruh vaksin dulu, baru diterima laporan dugaan percobaan pemerkosaan itu," kata Qodrat.
Seharusnya, kata Qodrat, polisi menerima terlebih dahulu laporan yang diajukan pelapor.
"Sertifikat vaksin itu bukan untuk menghalangi orang untuk mendapatkan keadilan," tambah Hendra.
Baca juga: Sama-sama ASN, Begini Nasib Terlapor dan Pelapor Kasus Rudapaksa Anak di Luwu Timur, Ibu Korban Cuti
Lapor ke Polda juga Ditolak?
Karena tidak bisa membuat laporan, pihak LBH dan korban perkosaan langsung melaporkan kasus rudapaksa itu ke Polda Aceh.
Di sanam korban tidak perlu menunjukkan sertifikat vaksin seperti yang dilakukan di Polresta Banda Aceh.
Namun, laporan tetap ditolak polisi lantara terduga korban tidak mengetahui wajah pelaku perkosaan.
Sontak, hal tersebut membuat Qodrat selaku pendamping hukum korban geram.
"Saat dilapor ke Polda, memang pelapor diterima. Tapi tidak diterbitkan Surat Tanda Bukti Lapor (STBL) karena menurut polisi korban tidak tahu pelakunya," ujar Qodrat.
Menurut Qodrat, kepolisian tidak seharusnya menolak laporan karena alasan pelaku tidak diketahui.
Sebab sudah kewajiban Kepolisian adalah menerima laporan dan melakukan penyelidikan untuk mencari pelaku.
"Tindakan Polda Aceh menolak mengeluarkan STBL karena pelakunya tidak diketahui sangat kita sayangkan. Artinya polisi lah yang berhak mencari tahu," ucapnya.
Klarifikasi Kapolresta Banda Aceh
Terkait hal tersebut, Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Joko Krisdiyanto SIK, melalui Kabag Ops, AKP Iswahyudi SH, buka suara.
Pihaknya ingin meluruskan informasi terhadap tudingan Polresta yang disebut menolak laporan korban dugaan percobaan pemerkosaan, pada Senin (18/10/2021).