Isu Kudeta Partai Demokrat

15 Tahun Kenal SBY, Pendiri Demokrat Ungkap Alasannya Bungkam Tak Pernah Protes: Sudah Maklum

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolase foto Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Pendiri Partai Demokrat Tri Yulianto.

TRIBUNWOW.COM - Pendiri Partai Demokrat Tri Yulianto mengungkap alasannya tidak dapat menyampaikan kritik kepada mantan Ketua Umum yang kini menjabat sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dilansir TribunWow.com, hal itu ia sampaikan dalam kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored, Kamis (4/3/2021).

Tri Yulianto diketahui telah dipecat karena diduga terlibat Gerakan Pengambilalihan Kekuasaan Partai Demokrat (GPK-PD) alias kudeta.

Ketum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dalam acara rapat pimpinan Ketua Umum Demokrat dengan jajaran Ketua DPD, Jakarta, 1 Februari 2021. (HO/ Tribunnews)

Baca juga: Dipecat dari Demokrat, Tri Yulianto Beberkan Sifat SBY: Kalau Mau Nabok Orang Tidak Langsung

Mulanya, ia mengakui tidak memiliki hak suara karena bukan DPP atau DPC Demokrat.

"Tapi ketika partai ini lama-lama keluar dari jalur, otomatis terpanggil naluri politik saya," kata Tri Yulianto.

"Acuan politik kita partai ini dibangun sebagai partai modern, partai terbuka, humanis, dan bukan partai keluarga. Bukan partai oligarki kekeluargaan, bukan dinasti," ungkapnya.

Yulianto sebagai satu di antara pendiri mengaku tahu persis komitmen awal yang ingin dibentuk dalam Demokrat.

Ia menyinggung elektabilitas Demokrat semakin turun saat ini.

Yulianto menyimpulkan publik memang tidak menerima kepemimpinan partai keluarga.

Diketahui kedua putra SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrat serta Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menjabat berbagai posisi strategis di partai.

Baca juga: SBY Disebut Tak Berjasa di Demokrat, Jansen Sitindaon Langsung Beberkan 4 Peran SBY untuk Partai

"Bapaknya ketua umum, anaknya sekjen. Rakyat enggak bodoh, baru pertama dalam sejarah politik Indonesia saat pemilu terbuka 1955, bapaknya ketua umum partai, anaknya sekjen," papar Yulianto.

"Terus kemarin hasil KLB (kongres luar biasa), bapaknya ketua majelis tinggi, anaknya ketua umum, anaknya yang satu menjadi ketua fraksi, merangkap wakil ketua umum, wakil banggar," lanjut mantan anggota DPR ini.

Yulianto mengklaim banyak daerah yang merasakan kerisauan dan menyampaikan aspirasi mereka melalui politikus senior Demokrat.

Ia mengakui memang tidak pernah secara langsung protes kepada SBY.

Alasan utamanya adalah tidak pernah ada kesempatan berbicara kepada SBY, bahkan setelah 15 tahun saling mengenal.

Halaman
123