Terkini Nasional

Soal Kebiri Kimia untuk Predator Anak, Komnas HAM Ajukan Keberatan: Bukan Berarti Kami Tak Peduli

Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Claudia Noventa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani tata cara kebiri kimia untuk pelaku kekerasan seksual terhadap anak, termasuk pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi.

Lihat videonya mulai menit ke-2.30:

Beda Respos Komnas PA dan Komnas Perempuan

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menandatangai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.

Menanggapi hal itu, banyak pihak yang masih memperdebatkan, khususnya soal hukuman kebiri.

Bahkan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Nasional Perempuaan memiliki respons yang berbeda.

Baca juga: Isi PP yang Diteken Jokowi soal Kebiri Kimia untuk Predator Seksual Korban Anak, Dilakukan 2 Tahun

Baca juga: IDI Sebut Pasien yang Sudah Sembuh dari Covid-19 Masih Perlu Divaksinasi meski Punya Antibodi

Dilansir TribunWow.com dalam acara Apa Kabar Indonesia Pagi, Senin (4/1/2021), Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengaku memberikan sambutan positif atas hukuman tersebut.

Menurutnya, hukuman kebiri akan memberikan efek jera sehingga bisa menyelamatkan nasib anak-anak Indonesia dari para predator seksual.

"Dengan ditandatanginya PP 70 Tahun 2020 ini adalah hadiah untuk anak-anak Indonesia dan hadiah juga untuk para pekerja perlindungan anak di Indonesia," kata Arist.

"Karena ini sudah ditunggu-tunggu lama," imbuhnya.

"Jadi sekali lagi Komnas Perlindungan Anak mengucapkan kepada Presiden Republik Indonesia yang akhirnya pada tanggal 7 Desember kemarin menandatangani Peraturan Pemerintah sebagai implementasi dari Undang-undang 17 Tahun 2016," jelasnya.

Menyadari bahwa hukuman kebiri masih menimbulkan pro dan kontra karena dinilai bertentangan dengan hak hidup seseorang, Arist meminta kepada semua pihak untuk melihatnya dari perspektif perlindungan anak.

Dirinya tidak ingin jika perspektifnya justru malah pada pelaku kekerasan seksual.

"Saya kira ini perspektifnya itu jangan perspektifnya (pelaku) punya hak hidup dan sebagainya," ungkap Arist.

"Orang yang melakukan itu punya hak hidup apakah korbannya juga tidak mempunyai hak hidup."

Halaman
123