Terkni Nasional

DPR Tunda RUU Kekerasan Seksual karena Sulit dan Waktu Sempit, Siti Aminah: Saya Tak Habis Pikir

Editor: Lailatun Niqmah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sejumlah perempuan dari Gerakan Masyarakat Sipil untuk Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) melakukan aksi damai saat Car Free Day di Kawasan Bundaran HI, Jakarta, Minggu (25/8/2019). Dalam aksinya, mereka mensosialisasikan dan mendorong pengesahan RUU PKS untuk menjamin perlindungan bagi korban-korban kekerasan seksual.

Dalam RUU PKS, dimasukkan alat bukti tambahan antara lain keterangan korban, surat keterangan psikolog atau psikiater, rekam medis, rekaman pemeriksaaan dalam proses penyidikan, informasi elektronik, dokumen dan pemeriksaan rekening bank.

Dengan alat bukti tambahan ini, penyintas kekerasan seksual mendapat peluang untuk mendapatkan keadilan sebagai pemenuhan syarat pembuktian.

RUU ini juga memberikan bantuan pemulihan kepada penyintas, sehingga terhindar dari dampak serius dan trauma sepanjang hidup mereka.

"Korban membutuhkan pemulihan, membutuhkan tindakan cepat untuk pemulihan fisik, psikologi dan psikososial yang tidak ada jaminan ketika menjadi korban kekerasan seksual dia akan pulih," kata Ami.

'Pembahasannya memang agak sulit'

Belakangan Komisi VIII DPR mengusulkan penarikan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 dalam rapat koordinasi Badan Legislatif DPR dengan pimpinan komisi terkait evaluasi prioritas, Selasa (30/06).

"Pembahasannya memang agak sulit, ini bercermin dari periode lalu. Tidak mudah, jadi kami menarik (RUU PKS dari Prolegnas 2020)," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Marwan Dasopang, yang juga Ketua Panja RUU PKS dalam rapat tersebut.

Hasil koordinasi tersebut akan dibawa ke Rapat Kerja Baleg bersama Pemerintah dan DPD terkait dengan evaluasi Prolegnas Prioritas 2020.

Kepada BBC News Indonesia, Marwan beralasan pembahasan RUU prioritas prolegnas 2020 hanya sampai Oktober saja. Dengan sisa masa sidang yang terbatas di tengah masa pandemi, maka pembahasannya dialihkan ke periode sidang berikutnya.

"Alasannya sesederhana itu saja," kata dia.

"Melihat situasi pandemi ini, kita masih butuh pembahasan yang lebih dalam," ujar Marwan kemudian.

Bercermin pada periode lalu, Marwan yang menjabat sebagai Ketua Panja RUU PKS menyebut pembahasan RUU PKS alot dan terpaksa dilanjutkan di periode selanjutnya. Namun hingga kini, pembahasannya belum dilanjutkan kembali.

"Tiba-tiba pandemi, nggak bisa lagi."

"Karena itu kita menarik dan menempatkan di Prolegnas Prioritas 2021," jelas Marwan.

Pemerintah minta pembahasan segera diselesaikan

Tenaga ahli Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adiansyah menyebut pemerintah berharap RUU ini bisa diselesaikan "sesegera mungkin" ketika dibahas pada periode mendatang, "mengingat pentingnya undang-undang ini",

"Itu memang wewenang DPR untuk menunda pembahasan, pemerintah hanya bisa mengharapkan agar begitu nanti pembahasan bisa diselesaikan sesegera mungkin," ujarnya.

Namun, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopeng menjelasan RUU ini masih memerlukan pembahasan panjang, menyangkut apa yang selama ini diperdebatkan.

"Paling tidak begitu dibuka kembali pembahasan ini kita yakin masih banyak yang minta didengar pendapatnya, sambil membahas kita buka RDPU (rapat dengar pendapat umum)," kata dia.

Dia menjelaskan, pada periode sebelumnya perdebatan RUU PKS masih berkutat tentang dua hal, yakni judul dan definisi.

"Di situ berputar-putar aja kita tentang itu," jelas Marwan.

(BBC Indonesia/Ayomi Amindoni)

Artikel ini telah tayang di BBC Indonesia dengan judul "RUU Kekerasan Seksual ditunda DPR karena 'waktu sempit', padahal tren kekerasan terhadap perempuan meningkat 800 persen"