"Jokowi seolah-olah tertekan untuk mengadopsi sebanyak mungkin menteri," katanya.
Refly menjelaskan jumlah kementerian saat ini adalah jumlah maksimal yang diizinkan.
"Coba bayangkan, portofolio kementerian itu maksimal 34, habis sudah," paparnya.
Tidak hanya itu, Refly juga menyoroti pengadaan jabatan wakil menteri di beberapa kementerian.
"Tapi tiba-tiba ditambah juga dengan wakil-wakil menteri di beberapa kementerian," ungkit Refly.
"Bahkan di Kementerian BUMN ada dua wakil menteri, padahal jumlah deputinya kurang lebih sama saja dengan kemarin," paparnya.
Refly lalu menyoroti rencana pemangkasan birokrasi yang pernah diutarakan.
"Pernah dikatakan untuk mengatakan efisiensi dan efektivitas kinerja, ternyata birokrasinya juga panjang," ungkapnya.
Ia kemudian mengkritik kinerja para wakil menteri di sejumlah kementerian.
• Singgung Menkes Terawan, Jokowi Pertanyakan Anggaran Covid-19 Belum Terpakai: Ke-Rem ke Situ Semua
Menurut Refly, belum tentu para wakil menteri tersebut membantu kinerja menterinya.
Ia menduga adanya jabatan wakil menteri justru dapat mempersulit kebijakan.
"Saya tidak yakin kementerian yang punya wakil menteri itu justru lancar-lancar saja kinerjanya," ungkap mantan Komisaris Pelindo ini.
"Bisa jadi jangan-jangan justru kebanyakan wakil menteri ini justru ngerecokin karena ada dua nahkoda," tambahnya.
Hal itu ia sampaikan mengingat kemungkinan ada kepentingan kebijakan jika menyangkut asal partai para pejabat menteri tersebut.
"Misal ada di sebuah kementerian ada dua partai sekaligus. Menterinya dari partai A, wakil menterinya dari partai B," jelas Refly.
"Saya juga heran, kalau kita lihat sumber dari rekrutmen Jokowi 'kan cuma dua saja. Pertama adalah orang yang direkrut Presiden Jokowi sendiri, kedua adalah orang yang direkomendasikan atau orang yang diikat oleh partai politik," katanya. (TribunWow.com/Brigitta Winasis)