Baik Indonesia maupun China hadir dalam penetapan UNCLOS 1982 tersebut.
Pemerintah China berdalih nelayannya telah mencari ikan di wilayah tersebut secara tradisional sejak dulu, atau diistilahkan traditional fishing grounds.
Meskipun demikian, alasan China tersebut tidak diakui dalam UNCLOS 1982.
"China tidak mengakui klaim Indonesia atas ZEE Natuna Utara atas dasar kedaulatan Pulau Nansha, yang pulau tersebut memiliki perairan sejenis ZEE," kata Hikmahanto.
Menurut Hikmahanto, ketentuan tersebut sudah dibahas dalam Pasal 51 UNCLOS.
"China menyebutnya sebagai traditional fishing grounds. Dalam UNCLOS konsep yang dikenal adalah traditional fishing rights, bukan traditional fishing grounds, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 UNCLOS," jelasnya.
• Soal Klaim Natuna, China Disebut Sedang Menguji Reaksi Pejabat Baru Kabinet Jokowi-Maruf Amin
Tidak Boleh Ada Kedaulatan di ZEE
Sebelumnya, Hikmahanto Juwana, mengatakan sebetulnya tidak boleh ada kedaulatan yang ditegakkan di wilayah laut lepas.
"Yang terjadi sekarang ini bukan terjadi di laut teritorial. Kalau misalnya coast guard China memasuki laut teritorial kita, betul TNI harus turun."
"Tetapi ini 'kan di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) kita," kata Hikmahanto Juwana dalam tayangan Kabar Petang di tvOne, Sabtu (5/1/2020).
Ia mengatakan Indonesia hanya berhak atas kekayaan alam yang ada di ZEE.
"ZEE dalam hukum internasional itu laut lepas, tidak boleh ada kedaulatan yang ditegakkan di sana. Hak berdaulat kita punya di sana. Maksudnya kekayaan alam yang ada di ZEE itu yang boleh diambil," lanjut Hikmahanto.
Menurutnya, Indonesia berhak melakukan tindakan penegakan hukum terhadap nelayan asing yang memasuki ZEE.
"Kita boleh melakukan penegakan terhadap nelayan-nelayan China yang mengambil sumber daya alam di sana," katanya.
Hikmahanto menjelaskan China melakukan klaim sembilan garis putus atas dasar posisi Pulau Nansha.
• Beda Reaksi Prabowo, Mahfud MD, Susi Pudjiastuti, hingga Retno Marsudi soal Klaim Natuna oleh China