Tentunya dalam pembahasan RUU KUHP, presiden berharap agar melibatkan berbagai kalangan masyarakat.
"Nanti ini yang akan kami komunikasikan baik dengan DPR maupun dengan kalangan masyarakat yang tidak setuju dengan materi-materi yang ada," jelas Jokowi.
Adanya RUU KUHP yang dilakukan oleh anggota DPR cukup meresahkan masyarakat.
Seorang pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar juga memberikan penilaian tegas terkait RUU KUHP.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (20/9/2019), menurut Fickar, RUU KUHP adalah bentuk dari kurangnya sosok negarawan yang bijak.
"Saat ini kita sedang mengalami krisis kenegarawanan yang bijaksana dan akomodatif terhadap masyarakatnya, yang banyak sekarang oligarki, yang hanya peduli pada kepentingan kelompoknya," kata Fickar, Kamis (19/9/2019).
Bahkan ia menilai kekurangan pemimpin yang bijak tidak hanya terjadi di ibu kota, namun di semua posisi jabatan.
"Kita krisis kepemimpinan yang negarawan pada semua level jabatan, termasuk yang tertinggi," tambahnya.
• Mantan Ketua KPK Antasari Azhar Dukung RUU KPK dan Setuju Sejumlah Usulan, Ungkap Manfaat Penyadapan
Ia juga menyinggung satu pasal yaitu Pasal 167 yang berkaitan dengan makar.
Pengertian makar pada pasal tersebut adalah 'Niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut'.
Menurut Fickar pengertian dari makar pada pasal tersebut tidak sesuai dengan arti kata yang sesungguhnya.
"RKUHP cenderung mendefenisikan makar menjadi pasal karet yang dapat digunakan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan berpendapat," ujar Fickar.
(TribunWow.com/Mariah Gipty/Ami)