6 Kejanggalan dalam Sidang Praperadilan Setya Novanto Menurut ICW

Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua DPR Setya Novanto meninggalkan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seusai diperiksa di Jakarta, Jumat (14/7/2017). Setya Novanto diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik ( e-KTP).

Hasil dari pengadilan tersebut menuai respon kekecewaan dari beberapa pihak.

Salah satunya dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW menilai ada kejanggalan dalam jalannya sidang Setya Novanto.

Kejanggalan tersebut bersasal dari hakim tunggal praperadilan Cepi Iskandar.

Peneliti ICW, Lalola Easter khawatir jika hakim lebih condong pada pihak Novanto sebagai pemohon.

"Publik harus mengantisipasi kemungkinan besar dikabulkannya permohonan tersebut oleh Hakim Tunggal, Cepi Iskandar," kata Lola melalui siaran persi yang dikutip dari Kompas.com, Jumat (29/9/2017).

Ada enam kejanggalan yang dilihat oleh Lola dalam jalannya sidang tersebut.

1. Hakim menolak pemutaran rekaman

Kejanggalan pertama adalah, hakim menolak memutar rekaman yang merupakan bukti keterlibatan Novanto dalam proyek e-KTP.

Hakim menolak pemutaran rekamana tersebut karena pemutaran rekaman tersebut sudah masuk pokok perkara.

Padahal, rekaman tersebut merupakan satu dari ratusan bukti yang disuguhkan KPK.

2. Menolak eksepsi KPK

Kejanggalan yang kedua adalah, hakim menolak eksepsi KPK atas keberatan menguji status penyelidik dan penyidik dan dalil permohonan Novanto yang sudah memasuki substansi pokok perkara.

Menurut Lola, keabsahan dan konstitusionalitas penyelidik dan penyidik independen KPK sudah ditegaskan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 109/PUU-XIII/2015.

"Namun hal tersebut tidak dipertimbangkan oleh Hakim, padahal putusan tersebut mengikat sebagai norma hukum atas peraturan perundang-undangannya yang diuji materilkan," kata Lola.

Halaman
1234