Breaking News:

Terkini Daerah

29 Santriwati Dicabuli Pimpinan Ponpes, Para Korban Kabur dari Jendela hingga Terisak Cerita Hal Ini

Sebanyak 29 santriwati diduga mendapat perlakuan tak senonoh dari pimpinan pondok pesantresn di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Editor: Via
Tribun Lampung
Ilustrasi korban pelecehan. Sebanyak 29 santriwati di Nusa Tenggara Barat mengaku dilecehkan oleh pemimpin pondok pesantren. 

TRIBUNWOW.COM - Puluhan santriwati diduga menjadi korban pencabulan oleh pimpinan pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.

Tak kuat mendapat perlakuan tak senonoh berkali-kali, para santriwati tersebut sepakat melarikan diri.

Mereka pun langsung menuju ke rumah ustazah-nya untuk mengadukan hal tersebut dan minta dipulangkan.

Baca juga: Ciumi 11 Santriwati di Bawah Umur, Guru Ngaji di Bandung Nikahi 1 Muridnya seusai Rudapaksa Korban

Kebetulan, rumah ustazah berada di belakang asrama santriwati di pondok.

Hingga ustazah yang menjadi saksi itu dituduh menghasut para korban.

"Saya kaget. Puluhan santriwati kabur ke rumah saya," kata J (28) yang ditemui Rabu (31/5/2023).

Setelah itu, ia mengajak para santriwati masuk ke rumah dan mendengarkan cerita mereka.

Namun, pertolongan yang ia berikan itu disebut lain oleh para pihak.

Ia dituduh sebagai kambing hitam yang menghasut santriwati hingga mereka kabur dari pondok.

Baca juga: Cabuli Belasan Santri, Guru Ngaji di Bandung Ngaku Tak Sengaja, Padahal Ada yang sampai Hamil

Ilustrasi pelecehan seksual
Ilustrasi pelecehan seksual (Serambi Indonesia/Net)

Sebelum kabur dari pondok, sambungnya, beberapa santriwati pernah bercerita melalui pesan WhatsApp atas peristiwa dugaan kekerasan seksual yang dialami.

Ia sempat menceritakan ke rekan guru.

Dari hasil diskusi, mereka percaya pimpinan ponpes akan berubah dan tidak lakukan pencabulan lagi seiring waktu.

Namun, santriwati terus menceritakan berbagai modus pencabulan yang dilakukan terduga pelaku.

Ia dan beberapa rekan guru membuat agenda rapat untuk melaporkan kasus yang dialami santriwati kepada kepala sekolah.

Takdir berkata lain.

Rapat yang dijadwalkan Senin sore terpaksa batal saat ia mendapati puluhan santriwati sudah kabur dari pondok ke rumahnya.

Setelah itu, santriwati pamit pulang ke rumah masing-masing dan tidak mau kembali ke ponpes.

Selang beberapa jam pascakepulangan santriwati, warga menyerang ponpes dengan batu.

Polisi bergerak cepat mengamankan TKP.

"Saya diamankan Babinkamtibmas dan Babinsa dari Labangka ke Sumbawa," ungkap J.

Baca juga: Wildan Mashuri Tercatat Rudapaksa 17 Santriwati, Total Ada 22 Korban di Ponpes Batang

Ibu santriwati lapor polisi Hadijah (40), salah satu ibu santriwati mengatakan anaknya pulang ke rumah dalam keadaan sakit.

"Saat anak saya pulang, waktu itu sedang di ladang. Suami saya nelepon beritahu bahwa ada anak pulang. Saya kaget, karena tidak ada jadwal libur," kata Hadijah.

Ia menceritakan apa yang dialami sang anak di pondok.

"Awalnya saya sulit percaya, tetapi anak saya bilang dapat pelecehan dari Abah," cerita Hadijah.

Bersama sang suami, Hadijah kemudian melaporkan apa yang dialami anaknya ke Polres Sumbawa.

"Anak saya tidak mau balik ke pondok lagi," sebut Hadijah.

Korban dan saksi didampingi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Sumbawa, Sekretaris LPA Fatriaturahmah mengatakan pendampingan korban dan saksi lebih penting karena dugaan kekerasan seksual ini memunculkan intimidasi dari berbagai pihak apalagi dilakukan oleh pimpinan pondok.

"Prioritas kami melindungi korban dan santri," kata Atul yang ditemui Rabu (31/5/2023).

Berawal saat salah satu santriwati mengalami menstruasi kemudian pimpinan ponpes ingin membantu menyembuhkan tetapi dengan cara menginjak paha santriwati.

Melihat hal itu santriwati lain yang melihat peristiwa tersebut langsung ketakutan karena mereka menganggap bahwa yang diinjak itu adalah kelamin.

Baca juga: Guru Agama Rudapaksa Santriwati Berulang Kali, Mengendap-endap Lewat Jendela saat Asrama Putri Sepi

Sebelumnya semua santriwati pernah mendapatkan kekerasan seksual dari pimpinan ponpes dengan beragam cara.

Ada yang dengan sentuhan fisik maupun dengan ucapan berbau seksual ada juga yang diraba hingga dicium.

Setiap istirahat semua santriwati bercerita akan apa yang mereka alami.

Ternyata semua santriwati yang ada di situ mengalami kekerasan seksual meskipun belum mendapatkan tindak kekerasan berupa pemerkosaan, tetapi mereka mendapatkan semua kekerasan seksual lainnya.

Dari pelecehan yang dilakukan pelaku hingga membuat santriwati ketakutan dan masuk ke dalam asrama dan mengunci pintu.

"Pimpinan ponpes mengejar mereka dan sempat mengancam akan memukul mereka jika tidak membuka pintu kamar asrama," jelas Atul sapaan akrab perempuan aktivis ini.

Pesantren ini baru berdiri tahun 2022 pada bulan Juli ini baru berusia 1 tahun.

Pada angkatan pertama ada 29 santriwati.

Menurut keterangan santriwati, pimpinan ponpes bebas masuk ke dalam asrama santriwati hingga melakukan kekerasan seksual di dalam asrama dalam bentuk ciuman maupun belaian.

Sebab panik, semuanya mencari jalan keluar lewat jendela dan pintu belakang.

Ada juga yang memanjat tembok hingga ada salah satu santriwati ada yang terluka terkena beling.

Mereka melarikan diri ke rumah ustazah yang kebetulan dekat di belakang pondok.

"Anak-anak ini belum ujian kenaikan kelas. Rencananya mereka akan ujian kenaikan kelas pada Senin ini. Tapi tidak mau balik ke sekolah dan pondok itu," pungkas Atul.

Baca juga: 4 Fakta Herry Wirawan Perudapaksa 13 Santriwati Divonis Penjara Seumur Hidup, Ini Nasib Anak Korban

Santriwati Menangis Ungkap Kronologi

FA (13) santriwati pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, sambil bergetar menceritakan kejadian dugaan kekerasan seksual yang dialaminya.

Kejadian pertama kali dialami pada Mei 2023. Saat itu pimpinan ponpes, yang dipanggil Abah, masuk ke dalam kamarnya.

Abah memanggilnya dengan alasan ingin memperlihatkan jam tangan.

"Saya lihat jam tangan kemudian Abah tiba-tiba ikuti dari belakang dan hendak masuk ke dalam kamar. Saya kaget dan langsung menutup pintu namun Abah paksa saya untuk buka pintu dan masuk ke dalam kamar asrama. Lalu Abah menutup pintu hingga saya terjatuh," kisah FA.

Ia tidak mampu lagi menahan tangis, air matanya jatuh begitu saja.

Saat masuk ke dalam kamar, Abah mengancam dan mendekati FA.

Terduga pelaku lalu memeluknya.

FA memohon agar Abah tidak melakukan perbuatan tidak senonoh kepadanya.

Karena dikuasai hawa nafsu, terduga tidak menggubris perkataan FA.

Terduga membekap mulutnya.

Baca juga: Kronologi Ustaz di Lombok Lecehkan Santriwati di Asrama, Pergoki Korban Bawa Ponsel hingga Merokok

"Saya mohon kepada Abah jangan ginikan. Masa depan saya masih panjang. Tapi si Abah tidak mau mendengarkan ucapan saya berkali-kali saya berteriak minta tolong sama teman-teman," ucap FA.

"Abah sempat memegang mulut saya, sambil berkata diam kamu. Namun dirinya terus berteriak dan membentak, lalu abah langsung keluar" katanya.

Pada malam hari Ia menceritakan hal tersebut kepada ustazah.

"Saya tidak mau lagi kembali ke pondok itu, takut," sambil terisak FA mengatakan ingin pindah sekolah.

"Saya dilecehkan, alasan Abah obati dengan ruqyah," kata FA.

Pada malam hari, ia menceritakan hal tersebut kepada ustadzah.

Atas peristiwa tersebut, ia mengalami sakit dan Abah berpura-pura mengobatinya dengan dalih melakukan ruqyah.

"Abah pura-pura obati kaki saya. Abah pegang kaki saya dan tangan terus naik meraba tubuh ke atas. Saya berteriak," ucap FA.

Keesokan harinya, terduga pelaku kembali masuk ke dalam kamar asrama dan mencoba memeluknya. Ia berteriak lagi.

Namun temannya mengira ia kesurupan.

"Saya dikira kesurupan dan bercanda sama teman-teman," sebutnya.

Setelah itu, ia dan teman-temannya kabur dari ponpes lewat jendela.

Ancaman dari Abah sempat dilontarkan ingin memukul.

"Saya tidak mau lagi kembali ke pondok. Saya takut di sana," Ia mengulang lagi kata yang sama.

Ia kembali mengingat kejadian pilu tiap kali berada di Pondok.

FA sudah tidak kuat lagi. Ia ingin bersekolah di tempat lain.

Tak disangka, apa yang dialami FA ternyata dialami pula oleh temannya yang lain.

Bahkan ada yang dipegang payudara hingga ditindih oleh pimpinan pondok tersebut.

Hingga kemudian mereka sepakat untuk kabur dari pondok bersama.

Sebelumnya, pimpinan pondok pesantren di Kecamatan Labangka, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, diduga mencabuli 29 santriwati.

Mereka sempat kabur dari ponpes lewat jendela dan berlari ke rumah salah satu guru yang berlokasi di belakang pondok.

Saat ini terduga KH (36) selaku pimpinan pondok sudah diamankan di Polres Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.(*)

Berita terkait lainnya

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ustazah Tolong 29 Santriwati Korban Pencabulan Pimpinan Ponpes: Saya Dikira Menghasut" dan "Tangis Korban Pencabulan Pimpinan Ponpes di Sumbawa: Saya Dilecehkan Motif Pengobatan Ruqyah"

Tags:
PencabulanSantriwatiPondok PesantrenPelecehan
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved