Polisi Tembak Polisi
Ungkit Pengakuan Bharada E, Kuasa Hukum Brigadir J Ingin Lihat Irjen Ferdy Sambo saat Rekonstruksi
Kuasa hukum Brigadir J ingin melihat langsung seperti apa peran dari Irjen Ferdy Sambo dalam kasus penembakan.
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Satu hari lagi tepatnya pada Selasa (30/8/2022) akan digelar rekonstruksi kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J di tempat kejadian perkar (TKP) yakni di rumah dinas eks Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Tim kuasa hukum Brigadir J mengakui ingin melihat dan mengetahui apa yang sebenarnya dilakukan oleh Ferdy Sambo saat pembunuhan Brigadir J berlangsung.
Dikutip TribunWow dari YouTube tvOnenews, pernyataan ini disampaikan oleh kuasa hukum Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak.
Baca juga: VIDEO Putri Candrawathi Ngaku Tak Bantu Suami Bunuh Brigadir J hingga Kukuh Jadi Korban Pelecehan
Martin mengatakan, pihaknya ingin mengetahui peran dari kelima tersangka kasus pembunuhan Brigadir J, mulai dari Irjen Sambo, Kuat Maruf, Bharada E, Bripka RR alias Ricky Rizal, serta Putri Candrawathi alias PC.
"RE pernah mengatakan kepada Ketua Komnas HAM bahwa Pak FS itu nembak juga," ungkap Martin.
"Ibu PC perannya sampai sebatas apa? Apakah hanya sampai perencanaan atau juga turut serta membantu, atau mungkin bersama-sama juga," terangnya.
Baca juga: Kejagung Kembalikan Berkas Perkara Ferdy Sambo Cs ke Bareskrim Polri, Ternyata Ini Penyebabnya
Pengakuan Putri Dinilai Janggal
Di sisi lain, pengakuan PC terkait pelecehan yang dilakukan Brigadir J, dianggap janggal.
Dilansir TribunWow.com, selain meragukan, kasus ini juga dinilai tidak memenuhi dua faktor yang menjadi dasar dalam kategori kasus pelecehan atau kekerasan seksual.
Karenanya, sejumlah ahli menilai bahwa Putri sebagai istri Ferdy Sambo yang berpangkat Jenderal, tidak mungkin mengalami pelecehan tersebut.
Terkait hal ini, Guru Besar Universitas Indonesia (UI) sekaligus pengajar gender dan hukum, Profesor Sulistyowati Irianto, menerangkan ada dua faktor yang harus dipenuhi dalam kasus pelecehan atau kekerasan seksual.
Dua faktor tersebut adalah tidak adanya persetujuan korban dan relasi kuasa.
"Saya rasa teman-teman aktivis perempuan sangat berhati-hati dalam kasus ini," kata Sulistyowati dilansir kanal YouTube KOMPASTV, Senin (29/8/2022).
"Karena pelecehan seksual, kekerasan seksual itu membutuhkan dua unsur yang harus dipenuhi. Yang pertama adalah ketiadaan consent, kesukarelaan, atau persetujuan dari korban."
"Dan kedua adalah ada relasi kuasa di mana pelaku selalu berada dalam kekuasaan yang lebih terhadap korban."